1

3.4K 199 53
                                    

.
.

Selamat Membaca!

.
.
.
.
.
.

Sebuah lapangan rumput yang luas di tengah istana, lapangan itu  dikelilingi oleh pohon-pohon yang rindang, segerombolan burung terbang di atas lapangan sambil berkicau di bawah matahari pagi yang hangat. Sementara, di  tengah lapangan itu, beberapa orang sedang berlatih pedang disana, suara dentingan pedang memekakan telinga.

"Lebih cepat! Jika kau seperti itu, kau akan langsung mati  ditebas musuh!" Suara barithone terdengar menggaung, membuat awas seluruh prajurit yang berlatih.

Kim Vicle—sang jenderal tetap mengayunkan pedangnya, berlatih untuk menebas apapun yang ada di hadapannya. Jika ini bukan latihan, dipastikan siapapun atau apapun yang ada di sampingnya sekarang sudah binasa. Bahkan jika kau manusia, kau akan pulang tanpa kepala.

Kim berlatih berpedang sekaligus mengawasi anak buahnya yang begitu fokus untuk mengayunkan pedang dengan tekanan tajam. Masing-masing dari mereka sudah bercucuran keringat di bawah mentara pagi yang asri. Sama sekali tidak berani main-main dengan entitas jenderal mereka. Jika ada yang berani melawan atau melenceng dari peraturan dan perintahnya, tamatlah sudah. Hukumannya, kau akan pulang tanpa kesepuluh jari mu. Sialan, orang waras mana yang ingin seperti itu? Maka, satu-satu nya cara agar tetap aman  adalah patuh dan mengikuti peraturan yang ada.

Sementara, terlihat Kim dengan mata elangnya kini sedang berkeliling melihat gaya-gaya anak buahnya dalam mengayunkan pedang. Lelaki besar itu memasang wajah tertekuk yang sama sekali tidak baik walaupun disapa. Aura dominasi dan intimidasinya mengguar hingga membuat anak  buahnya kesulitan bernafas di lapangan rumput yang hampir seluas lapangan bola.

Sementara, di sudut lapangan, di balik gapura besar tempat masuk lapangan ada seorang pemuda manis yang sedang mengintip dengan kedua mata doe jernihnya, kedua mata hitam besar  itu berkedip-kedip lucu, bibir mungil tipisnya mengaga ketika takjub melihat kemampuan jenderal Kim. Pemuda manis dan menggemaskan itu adalah Jeon Jeha—anak Raja satu-satu nya yang mana dialah yang akan memerintah Kerajaan Devonte—kerajaan yang terletak di dataran Eropa.

Sebenarnya, Jeon kini tidak boleh keluar kamarnya karena akan ada pelajaran bahasa. Namun, karena mendengar dentingan pedang dari lapangan, Jeon tidak tahan untuk tidak melarikan diri dari sangkar emasnya.

Jeon melihat ke kanan dan kiri, memastikan agar tidak ada yang melihatnya. Bisa gawat jika guru Leonardo atau ayahnya yang melihat, dia bisa saja kena marah.

Melihat tidak ada orang mencurigakan, Jeon kembali menatap ke arah lapangan, yang dimana disana Jenderal Kim sedang melatih prajuritnya. Di mata Jeon, Kim terlihat sangat gagah, rupawan, kuat dan mengagumkan. Jeon tertarik pada Jenderal Kim semenjak dua tahun lalu—dimana itu adalah hari pertama Kim diangkat menjadi Jenderal yang baru menggantikan Jenderal yang gugur ketika bertarung dengan kerajaan sebelah.

Mata hijau Kim menyihir Jeon dalam sekejap.

Karena Kim terlihat menawan dan menyeramkan disaat bersamaan, Jeon tidak berani untuk mendekati Jenderal itu secara terang-terangan. Lirikan tajam dari Kim membuat Jeon langsung ciut. Maka, Jeon memutuskan untuk mengamati Kim dari kejauhan dan menyukainya secara diam-diam.

"Apa yang kau lakukan disini pangeran?"

Deg

Suara dari guru nya—Leonardo, seorang pria tua berjenggot putih.

Meneguk ludahnya kasar dilakukan oleh Jeon, dia menoleh patah-patah ke belakang.

"Dasar anak bandel!" Guru nya langsung menjewer telinga sang pangeran.

VICLE, LOOK AT ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang