Ternyata tidak sulit untuk tinggal di tempat yang jauh lebih sempit. Peter hanya perlu membiasakan diri di rumah mungil itu. Keseluruhan ruang kerjanya jauh lebih luas dibanding rumah yang sekarang sedang ia tempati. Namun, entah mengapa ia benar-benar menikmati kesederhanaan itu. Ia belum mengeluh sama sekali meski hidup dalam keterbatasan yang sangat berbeda dengan kehidupannya.
Dari laporan Minhyuk, sebelumnya tidak ada sofa di ruang tengah. Ia tidak bisa membayangkan di mana Sehun mengistirahatkan lelah dan menghibur diri. Tanpa harus memberi perintah, Minhyuk membeli satu set sofa kecil yang bagian lantainya dilapisi karpet hangat. Televisi empat puluh dua inci menghias dinding. Andai ruangan itu sedikit lebih besar, Minhyuk pasti akan memilih televisi yang lebih besar.
"Penuh sekali," kata Sehun dengan mulut terbuka menatap kulkas pertama yang ia miliki di rumahnya. "Apakah ini tidak membuang-buang uang? Maksudku, setelah ini aku tinggal di tempatmu."
"Kalau begitu, kita habiskan saja semuanya baru pindah ke rumahku," kata Peter dari sofa.
Sehun mengambil sebotol jus jeruk dan membawanya ke ruang tengah beserta dua gelas. "Aku bisa," tegurnya ketika Peter hendak beranjak membantunya. "Asal kau tahu, aku bukan bayi ataupun orang lumpuh. Aku tidak suka terlihat lemah ketika sebenarnya aku masih mau berusaha."
"Baik, maaf." Peter hanya mengulurkan tangan untuk menggenggam lengan Sehun. "Aku hanya takut kau jatuh."
"Memangnya dulu saat kau latihan berjalan, kau tidak pernah jatuh?" cibir Sehun sambil menuangkan jus jeruk ke dua gelas panjang di meja kecil. Ia tertegun melihat Peter terlihat sangat nyaman menonton televisi di rumah kecilnya. Pria itu menikmati tontonan sambil memeluk stoples berisi kacang mete yang tidak pernah ia beli seumur hidup.
"Kenapa?" tanya Peter kala menyadari tatapan Sehun terarah padanya.
"Tadinya aku khawatir kau tidak nyaman di sini," terang Sehun sambil mengamati sekeliling ruangan. "Kamarmu di apartemen jauh lebih luas dibanding rumah ini, kan?"
Peter tertawa pelan. Ia mengambil beberapa biji mete dan menyuapkannya ke mulut Sehun. "Aku juga tidak tahu, tapi aku betah di sini," katanya sembari menyandarkan kepala di bahu lelaki manis di sisi kirinya itu. Ia mengunyah kacang mete lagi dengan mata tertuju pada layar televisi yang terlihat besar di ruangan mini. "Kau melihat sendiri, kan, bagaimana kehidupanku? Aku tidak punya waktu menikmati rumahku sendiri."
"Hmm," respons Sehun. Saat tinggal di rumah sakit maupun apartemen Peter, ia tidak pernah melihat pria itu benar-benar menikmati waktu luangnya karena selalu dikelilingi pekerjaan. "Kau benar-benar sibuk."
"Ada hal lain," kata Peter.
"Apa itu?" Sehun mengambil alih stoples di tangan Peter dan menyabotase isinya. Ia sama sekali tidak menggoyangkan bahu agar kepala Peter menjauh darinya. Hatinya berkata bahwa mungkin cara itu bisa membuat Peter merasa lebih nyaman.
"Aku tidak punya teman di rumah, jadi rasanya sangat membosankan."
"Bukankah kau punya adik?"
"Ya." Peter mengangguk. "Tapi dia lebih suka keluyuran untuk bekerja."
"Dia seorang fotografer?" tebak Sehun.
"Model."
"Oh, ya?" Sehun mendelik. Ia menepis jemari Peter yang hendak mengambil kacang mete dari stoples. "Siapa namanya?"
"Linyi," jawab Peter. Ia terpaksa mengambil stoples lain berisi cookies kering karena Sehun tidak mau berbagi kacang mata dengannya lagi.
"Linyi? Maksudmu adalah modelnya Dior, Ling Linyi?"
"Hmm." Peter mengunyah kue cokelat itu berniat menjawab. Namun, tiba-tiba ia mengangkat kepala. "Dari mana kau tahu Linyi?"
"Aku pernah bekerja paruh waktu di sebuah acara fashion show. Linyi hadir di acara itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Peter x Sehun] Heaven and Hell with You
FanfictionTuhan mempertemukan Peter dan Sehun dalam sebuah kecelakaan di tengah malam tanpa ada saksi mata. Tidak ada rencana menyatukan mereka agar terlibat urusan cinta, namun Peter sengaja memaksa agar ada romansa di antara mereka. Jika ia bisa memaksa Seh...