# kenapa begini?

156 30 4
                                    


Yang diduga malah melenceng jauh.
Yang tidak terduga malah terjadi.
Terkadang takdir begitu lucu membolak-balik kenyataan.
Ketika yang dipersiapkan justru berbeda dari yang terjadi.

🍂🍂🍂

Sejak Bani duduk di bangku sekolah, ia sangat suka bekerja dengan suasana yang damai dan tidak ada suara keras. Dalam artian tidak ada saling sikut, tidak ada saling menjatuhkan. Semua yang ia lakukan setidaknya bisa dinikmati bersama.

Bani juga tipikal anak yang suka mengadu. Karena menurutnya itu bisa mencederai kepercayaan sesama teman. Semua itu berbalik 360° karena di tempat kerjanya apa yang ia dapatkan justru berbeda.

Ia dipertemukan dengan sosok Septa. Sosok yang paling ia hindari. Hal ini membuat Bani ingin cepat-cepat hengkang dari tempat kerjanya. Beruntung Pak Chiko dengan telaten sering memperingatkan dan mulai mengajarinya dari nol.

Bahkan saat semalam ia sudah putus asa karena ketahuan bekerja dengan Pak Anton, Bani masih berusaha untuk mencari pembenaran. Ia masih berusaha menggali lagi bahwa yang ia lakukan hanyalah bentuk positif dan ingin lingkungan kerja yang damai. Bisa menjadi orang yang membenahi kesalahan, setidaknya membuat hubungan baik antar teman atau kelompok.

Aku dipanggil sama Pak Chiko. Kalau nanti aku dipecat, aku pasrah. Maaf kalau aku tidak bisa menjaga diri sendiri. Itu adalah pesan yang dikirim Bani sebelum ia masuk ke ruangan dan bertemu dengan kakak beradik putra keluarga Hutama.

Bani hanya sanggup memunculkan kepalanya saja di pintu. Baru setelah Pak Chiko menyadari kedatangannya dan mempersilakan masuk ia melangkah dengan kepala tertunduk.

"Baru kali ini ada orang yang berhasil mengubah jalan pikiranmu. Sebelumnya mana ada? Bahkan ini pertama kalinya kita duduk dalam satu ruangan dan membahas soal pekerjaan." Pak Chiko dengan suaranya yang khas itu berujar sambil tertawa.

"Tapi itu semua enggak sulit kan, Kak? Kenapa kita enggak kepikiran sampai sana? Kalau tahu dari dulu kita juga enggak akan saling musuhan sampai aki harus minggat ke Kanada."

"Sangat lucu. Hanya karena uang." Lagi-lagi tawa Pak Chiko terdengar.

"Karena Kakak mata duitan, tapi pelit. Aku capek saingan. Penginnya dapat duit juga, tapi instan."

Pak Chiko beranjak mendekati sang adik lalu menjitak kepalanya. "Kadang ada orang yang ngerasa enggak butuh uang, tapi sayangnya semua di dunia ini butuh uang."

"Ngapain cuma berdiri di situ? Duduk sini, Ban." Perintah Pak Chiko adalah mutlak sehingga Bani memberanikan diri dan duduk di kursi kosong di hadapan dua kakak beradik itu.

Bani menghela napas. Ia menautkan kedua jari tangan dan diletakkan dipangkuan. Lelaki itu banyak berkeringat. Ia juga merasa pandangannya sedikit berkunang-kunang. Situasinya kini memberikan banyak tekanan sehingga membuat tangannya tremor.

Pak Anton yang melihat keanehan pada Bani langsung memberi perhatian, "Kamu kenapa? Ada yang salah? Kurang sehat?"

"Ha? Hm, enggak, Pak. Enggak ada masalah. Cuma sedikit gugup," ujar Bani.

"Begini, Bani. Orang kepercayaan adik saya ini punya ide cemerlang. Ia kepikiran untuk mengubah Hutamafood menjadi Tama-B yang nantinya akan memproduksi minuman-minuman sebagai pelengkap untuk Tamafood. Bagaimana menurut kamu? Apa kita bisa eksekusi?"

Bani mendongak. Ia menatap dua orang itu secata bergantian kemudian berhenti pada Pak Anton. Setelah beberapa saat, Pak Anton mengangguk. Mungkin maksudnya sampaikan saja kebenarannya.

Namun, belum juga Pak Anton dan Bani bersuara. Mereka dikagetkan dengan suara pintu yang dibuka dengan keras sehingga beradu dengan dinding.

"Pak Chiko, Bani enggak salah. Ini bukan salah dia. Saya mohon jangan dipecat, Pak." Patra langsung masuk dan berdiri di hadapan dua pemilik perusahaan.

To Build Bridges ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang