"Kenapa di bawa ke UKS sih? Aku gak apa-apa kali," ucap Saka setelah di tarik paksa oleh kedua temannya. Ruangan UKS di sekolah Saka lumayan luas, terdapat lima ranjang dengan tirai sebagai sekat antar ranjang. Juga ada lemari berisi obat-obatan lengkap juga seorang perawat yang datang tiga kali dalam seminggu. Dan kebetulan hari ini perawatan itu tak nampak.
"Gak apa-apa matamu." Sahut Fizi yang sudah kesal karena semenjak di tarik paksa tadi Saka terus saja berucap tidak apa-apa.
"Masih sakit?" Tanya Yoga yang sedari tadi diam duduk anteng di samping Saka.
"Masih, sedikit." Saka menjawab dengan tangan memegang dadanya, masih terasa seperti dicubit-cubit.
"Kamu kenapa sih sebenarnya?"
"Gak tahu," ucap Saka, ia memang belum memeriksakan tentang ini, bahkan ibunya belum tahu tentang ini.
"Shh." Desis Saka ketika sakit itu terasa.
"Heh kenapa?" Tanya Fizi.
"Sek, bentar!"
"Udah gak apa-apa. Yuk balik ke lapangan." Ajak Saka kepada kedua temannya setelah diam sebentar menetralkan rasa sakitnya, ucapannya membuat kedua temannya sontak menahannya.
"Hop!" Teriak keduanya dan menghentikan Saka yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Ceilah, kompak amat, Pak." Saka mengatakan itu kemudian tertawa, entah, apakah ada hal lucu yang ia tertawakan?
"Duduk sini, gak usah ke lapangan." Fizi berdiri dan menarik Saka untuk kembali duduk di atas ranjang.
"Kenapa? Aku udah gak apa-apa." Saka melepaskan cekalan tangan Fizi.
"Lingguh." ( Duduk. )
Kali ini yang berbicara Yoga, lelaki berparas dingin itu menekankan kalimatnya membuat Saka langsung mengatupkan bibirnya. Entah kenapa jika bersama Yoga ia tidak berani melawan, aura di ruangan bernuansa putih itu tampak berbeda sekarang.
"Giliran sama Yoga aja langsung kicep." Fizi bersuara lalu terkekeh pelan melihat Saka dengan wajah terpaksa menuruti perintah Yoga.
"Menengo!" Saka membalas lalu melemparkan tatapan tajamnya.
=•=
Kini tinggallah Saka sendiri di UKS. Kedua temannya kembali mengikuti pelajaran. Saka sudah tidak apa-apa sebenarnya, hanya tersisa sedikit rasa sakit yang remaja itu pun tidak tahu apa akibatnya. Saka bangun dari posisi berbaringnya, mengambil ponsel Android dari dalam kantong, ponsel hadiah saat ia melakukan lomba bernyanyi satu tahun lalu. Kondisi ponselnya masih baik karena ia rawat dengan apik, sayang jika ponsel itu rusak.
Remaja berseragam itu melihat angka yang menunjukkan jam di layar ponsel, padahal dalam ruangan kesehatan itu sudah terdapat jam yang tertempel di dinding. Sepuluh menit lagi bel istirahat berbunyi, tanggung rasanya.
"Apa balik ke kelas aja, ya? Sayang banget pelajarannya. Tapi nanggung bentar lagi istirahat." Monolog Saka.
Remaja itu masih sibuk berpikir ketika kedua teman ekstrakulikuler musiknya menghampirinya.
"Saka," panggil salah satunya dengan napas terengah.
"Kalian ngapain? Habis lari maraton?" Tanya Saka sambil turun dari ranjang UKS, menghampiri keduanya yang masih berdiri di depan pintu.
"Sepeda, sepeda kamu."
"Iya, sepeda? Mau pinjam?" Tanya Saka dan dijawab dengan gelengan dari kedua temannya.
"Terus kenapa?" Saka mengernyitkan dahinya.
"Hancur," ucap salah satu temannya lagi.
Deg ...
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMU
Teen FictionBukankah hal yang paling indah adalah sebuah pertemuan? Tentang Saka yang dipertemukan dengan seseorang yang sudah lama hilang dari hidupnya, seseorang yang sangat ia nantikan keberadaannya. "Ibu, kenapa dada Saka sering sakit?" -Saka Bintang