04

6 0 0
                                    


"kalian terlihat dekat, balikankah ?"

Aku mengernyit, "maaf ? Ku pastikan tiap kata yang keluar dari mulutnya bukan suatu bualan, godaan atau apalah itu.

"kalian akan berpacaran lagi ?"

aku melamun di tempat tidurku. Mulutku bungkam, tak ada minat untuk menjawabnya. Kakiku terlipat di depan dada dan ku peluk lemas. Elvis datang ke kamarku dan menanyakan hal yang tidak-tidak, contohnya seperti ini.

"tidak apa-apa, aku akan menyerahkannya—."

Belum selesai ia berbicara, ku lempar bantal tepat di wajahnya dengan keras, "gila." Umpatku.

"aku serius."

"aku juga serius. Jangan asal menyimpulkan sesuatu. Lebih bodoh dari keledai."

Elvis mengerutkan dahi dan memiringkan kepala bertanya, "jadi ?"

Aku menghembus nafas kesal, menatap . Ku genggam liontinku kuat-kuat. Elvis terdiam. Matanya agak membulat, digigitnya bibir bawah yang memantulkan cahaya lampu itu.

"aku ingin membunuhnya." Ucapku tanpa ragu.

Dia tersenyum. "kau terlalu banyak bermimpi. Memangnya sungguhan ? aku yakin kau akan gemetaran saat berhadap dengannya."

"Itu tidak mungkin.  Tapi, aku pun belum ada pengalaman membunuh orang."

"Sudah kubilang. Tanpa pengalaman seperti itu, memegang pisau dan mengarahkannya padanya akan membuat sekujur tubuhmu gemetaran."


Aku merengut, dan menarik selimut berbaring membelakanginya.

"Apa-apaan ini ? Sudah mau tidur ?" Elvis tersenyum, dan menekuk lututnya di atas ranjangku. Apapun yang dia pikirkan. Aku tidak merespon dan tetap menutup mata. Setelah itu sunyi, tanpa aku tahu apa yang sedang dan akan terjadi. 


Tak lama, deruan nafas lembut menerpa telingaku sebelum deritan pintu ditutup amat memekakkan telingaku.

Dia berbisik sesuatu kah ? atau mengatakan sesuatu tapi aku tidak bisa mendengarnya ? atau hampir melakukan sesuatu ?

















Sampai larut, aku tidak bisa tidur. Deruan nafas itu terbayang menimbulkan banyak tanda tanya. Ku lihat, koridor sudah sepi. Tidak ada aktifitas di kota, bahkan flat ini, yang sejatinya asrama siswa sekolah menengah dan atas, sudah seperti tak punya kehidupan. Semakin malam, semakin dingin. Ku tarik selimutku erat.


Berbagai perasaan dan pikiran bercampur dan berputar mengocok isi kepalaku. Sunyi, sampai-sampai aku bisa mendengar detak jantungku sendiri.


Selang berapa lama, menjelang tengah malam. Beberapa menit lagi sudah besok. Langkah suara langkah kaki terdengar. Suaranya berat. Sepertinya suara sepatu boots dengan sol keras. Perlahan dan teratur, tak lama bertambah cepat. Semakin cepat dan cepat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CreviceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang