01.00 Matahari Salju?

11 1 0
                                    

Guru Iza sudah berpesan kepadaku untuk tetap tenang dan tidak membuat keributan. Kalau aku pribadi sih tentu saja menuruti perintah guru Iza, hanya saja untuk masalah yang satu ini tidak bisa aku hindari. Bisikan hangat ini seiring berjalannya waktu menjadi bisikan menyeramkan, dia tiba-tiba saja muncul, terdengar di telingaku dengan menyebut kata yang sama.

"Izumi. Matera. Izumi. Matera."

"BERISIK! DIAMLAH, BODOH!"

Aku berteriak lantang penuh kesal mengusik keheningan kelas ini. Sekejap teman-temanku menutup telinga secara bersama dengan reaksi kaget yang beragam. Sementara guru Iza berhenti menulis dengan sorot mata kesal menatap ke arahku.

Perlahan beberapa dari mereka menatap kesal diriku yang masih dalam posisi berdiri sambil menutup rapat-rapat kedua telingaku. Aku kebingungan, mereka tambah kebingungan. Aku melihat guru Iza menaruh bukunya ke atas meja dengan kasar, sedikit ia lempar. Refleks aku duduk di tempat dengan kondisi jantung yang masih berdebar hebat.

Guru Iza terlihat menghela napas sabar.

"Sudah Ibu bilang, jangan membuat keributan, Izumi!" Guru Iza meninggikan suaranya, membentak diriku sambil menggebrak meja. Mengejutkan sebagian besar murid di kelas ini.

Beberapa teman kelas masih memandang kesal, malas, bingung penuh tanya mengenai aku yang tiba-tiba saja berteriak. Akhirnya, pelajaran hari ini tertunda karena aku.

Karena aku? Enak saja! Semua ini gara-gara makhluk sialan itu! Aku mengumpat marah.

Guru Iza sudah di sampingku, bagaikan hantu yang kapan saja boleh berpindah tanpa disadari. Aku tidak berani menatapnya, menunggu sampai ia memintaku menatapnya.

"Izumi, tidak bisakah kau tenang sedikit saja? Apa kau lupa statusmu saat ini? Kau masuk ke dalam jajaran murid berprestasi di sekolah ini, tapi sikapmu dapat menjauhkan dirimu dari gelar mengesankan itu!" Guru Iza mencecar diriku.

Aku menunduk dalam sambil menghadap ke arah guru Iza berdiri.

"Aku sungguh minta maaf atas sikapku yang tidak pantas ini. Aku sendiri bingung kenapa semua ini terjadi, padahal sebelumnya aku dikenal sebagai anak yang tenang seperti air. Ini semua terjadi secara tiba-tiba, Guru." Aku membela diri.

Guru Iza memijat pelipisnya sebab pusing mengatasi permasalahan ini. "Ibu sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Yang jelas, kau berbeda dari yang dulu, Izumi. Itu fakta yang bisa Ibu simpulkan."

Balasan dari guru Iza berhasil menusuk relung hatiku. Teganya, sedikit dari mereka menertawakan nasib sialku.

"Aku sungguh minta maaf karena bersikap tidak sopan sepanjang kelas, Guru. Aku akan belajar mengendalikan emosi agar tidak merugikan orang lain lagi. Terima kasih atas nasihatnya, Guru Iza." Aku bicara seperti ini karena terpaksa. Harus memasang ekspresi melas dan bertutur lembut seolah-olah akulah yang salah.

Hidupku jadi tidak tenang semenjak cahaya aneh itu datang! Awas saja kau anak jelek! Aku mengutuk dia yang sudah hadir ke dalam alur hidupku yang tenang ini.

Lagi, guru Iza menghela napas panjang. Dia ikutan pusing menanggapi permasalahanku.

"Apa kau benar-benar punya masalah besar, Izumi? Ibu perhatikan, kau lebih banyak melamun sejak pagi tadi." Kepalaku terangkat, saat guru Iza nampak mengkhawatirkan diriku.

Aku tidak percaya pandangan ganas guru Iza berubah menjadi tatapan khawatir selayaknya seorang Ibu.

Aku menggeleng pelan diiringi senyuman tipis. "Guru tidak perlu khawatir, ini hanyalah masalah kecil seperti yang sudah-sudah. Lagipula, aku sudah pandai mengatasi suatu masalah." Yap! Aku berbohong untuk menghemat pembicaraan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DURASI JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang