Prolog (Pengusiran)

207 15 1
                                    

Semua nama, karakter, tempat, kejadian dan segala hal yang ada di dalam cerita ini hanya fiktif. Jika ada kesamaan dengan yang terjadi di dunia nyata, bukanlah unsur kesengajaan dari penulis. Mari membacanya dengan enjoy dan semoga ada pembelajaran yang bisa dipetik dari cerita ini.

.

.

.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Usir dia dari kampung ini!!!"

"Jangan biarkan dia tinggal di sini!!!"

Puluhan nyala obor menerangi dermaga kecil itu, mengalahkan pantulan sinar bulan kesepuluh di atas riak air laut yang jarang tenang akhir-akhir ini. Cahaya jingganya menerangi wajah-wajah penuh kebencian. Teriakan terdengar sangat bising, mengangkasa bersaing dengan debur ombak yang pecah menjadi buih.

"Dasar pria kurang ajar!!!"

"Kau tidak pantas ada di sini!!!"

"Pembawa sial!!!"

"Enyah kau dari kampung kami!!!"

Badai Aryasatya berdiri seperti terdakwa beberapa meter di depan orang banyak. Mengedarkan pandangan, menatap tanpa ekspresi dan terkesan tidak terlalu acuh dengan protes dan puluhan telunjuk yang mengarah padanya. Santai saja dia berdiri memasukkan satu tangannya ke saku celana. Sorot mata tajamnya kemudian berhenti pada satu titik yang selalu menarik perhatian; mata seorang gadis yang telah menelaga sejak beberapa menit lalu.

"Mirana," panggilnya.

Mirana membuang muka, "pergi dari pulau ini." Setetes air matanya jatuh. Hatinya bergemuruh saat mengatakan kalimat itu, "Anda tidak akan pernah diterima lagi di sini. Semua orang membenci Anda sekarang."

Laki-laki itu menyapukan pandangannya pada kerumunan sekali lagi lantas tersenyum tipis dan sedikit sinis, "kau tahu aku tidak peduli dengan siapapun, Mirana Samudera. Sebelum aku pergi, aku hanya punya satu pertanyaan yang harus kau jawab."

Dua mata bersitatap seketika. Tapi, tidak lama kemudian sang wanita segera mengenyahkan tatapannya saat sadar hal itu tidak seharusnya dilakukan. Lelaki itu mendengus pelan. Tidak tahukah Mirana bahwa dia sedang ingin menikmati mata hazel di depannya untuk terakhir kali?

Pemilik rahang tegas itu bergeming meski dilihatnya Mirana memalingkan wajah, "bagaimana...," kalimatnya tertahan, "...dengan pinangan itu?"

Laut sedang menarikan ombaknya. Bersama riuh angin pesisir, pertanyaannya terbawa entah ke mana. Mengundang pertanyaan-pertanyaan lain dalam benak. Pikirannya semakin berkecamuk melihat Mirana bungkam seribu bahasa.

"Kuharap kau tidak melakukan hal bodoh," imbuhnya sedikit gusar.

"Bukan urusan Anda."

"Tentu saja itu urusanku! Segala hal yang terkait denganmu...," dihembuskannya napas pelan, "...menjadi urusanku."

Mirana menyeka air mata dengan kasar. Mencoba meredakan kecamuk hatinya. Menguatkan diri sekuat yang ia bisa. Dia tidak boleh terlihat lemah di depan laki-laki ini.

"Cukup! Anda tidak perlu melakukan apapun lagi. Cukup pergi dari sini. Anda tidak berhak tahu apakah aku... akan menerimanya atau tidak," sahutnya sambil memberanikan diri lagi menatap mata tajam Badai yang sedari tadi tidak pernah memindahkan fokusnya.

Satu titik air mata Mirana kembali menetes di pipi.

Melihat itu, sebelah sudut bibir laki-laki itu terangkat, "aku sudah tahu jawabannya. Berhenti menangis."

Tanpa basa-basi lagi, dia lantas berbalik dan melangkah ke arah ujung dermaga. Menulikan telinganya sendiri dari suara isakan halus Mirana di antara teriakan para penduduk kampung yang masih terus membahana.

Satu sentuhan lembut di lengan kanannya membuatnya menoleh. Perempuan yang berjalan di dekatnya tersenyum tipis sambil melingkarkan tangan pada lengan kokohnya.

Laki-laki itu mengembuskan napas berat. Tak ada pilihan lain. Dia memang harus pergi.

***

To be continued...

.

.

Halo, Salam kenal, Readers.

Jangan lupa tekan vote dan beri komentar yang baik, ya.
.
.

Jangan lupa tekan vote dan beri komentar yang baik, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FANTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang