F9 - Harusnya Bukan Dia

54 7 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Melalui jalanan kampung ini membuat Badai berkali-kali mendengus dan menutup hidung. Bau ikan asin dan rumput laut seperti menari-nari di seluruh partikel udara dan mendesak masuk ke indra penciumannya. Belum lagi sinar matahari yang serasa membakar kulit semakin menambah ketidaknyamanan. Dia belum terbiasa dengan lingkungan seperti ini.

Namun, ada hal menarik yang membuatnya sedikit melupakan keadaan tidak menyenangkan itu. Badai memperhatikan dengan baik deretan rumah di sisi kiri-kanan jalan yang memiliki model sama. Rumah panggung yang tidak terlalu tinggi dan kebanyakan beratap daun rumbia. Hanya beberapa rumah memakai seng, salah satunya milik Mirana dan tempat menginapnya. Meskipun setiap kaki menjejak di lantai kayunya menimbulkan bunyi derik khas, tapi tetap kokoh bahkan berpuluh tahun ditinggali.

Badai seorang ahli sipil dan arsitektur handal. Dia tahu betul bagaimana susunan konstruksi yang baik untuk sebuah rumah. Menjadi CEO perusahaan konstruksi selama hampir sepuluh tahun mengharuskannya meneliti berbagai macam bangunan. Mulai dari bahan berkualitas terbaik hingga yang paling buruk. Dari jalan, jembatan, hotel, apartemen, rumah mewah juga sederhana seperti rumah para nelayan seperti ini.

Setelah cukup lama mengamati rumah penduduk, sekarang perhatiannya teralihkan. Badai tahu pandangan milik setiap penghuni rumah yang dia lewati seperti apa. Masih sangat asing dan beberapa pasang mata penuh dengan kebencian. Itu masih sorotan yang sama saat menuruni kapal saat mengikuti Mirana kemarin. Dikiranya gadis itu hanya sekadar mengancam. Ternyata memang benar, sudah banyak orang yang menunggunya di tepi dermaga dan sepanjang perjalanan menuju rumah kepala desa.

"Astaga. Bisa-bisanya Bos masih tenang begitu. Ini ngeri, Bos." Itu bisikan dari Roy. Asistennya sudah ketar-ketir sejak turun dari yacht hingga berjalan di antara kerumunan penduduk yang beberapa terlihat memegang senjata tajam.

Badai tidak menanggapi. Dia terus melangkah mengekori Mirana. Sesekali gadis itu terlihat seperti menahan pergerakan orang-orang yang menatapnya tajam.

Tangan pengawalnya yang menyerahkan kacamata membuat lamunannya buyar seketika. Badai segera mengambil dan memasangnya. Cukup menahan silau dari matahari yang semakin terik saja.

"Bagaimana perkembangan perbaikan kapal? Apa memang tidak bisa dipercepat?" tanya Badai berusaha mengalihkan fokusnya pada satu orang pengawal yang berjalan di belakang.

"Kami masih terus memperbaiki, Pak. Untuk estimasi waktu masih sama dengan perkiraan kemarin. Tapi, kami akan berusaha untuk mempercepat."

Badai menarik napas panjang. Masalah ini memang benar-benar membuatnya ingin muntab. Tapi, tak ada yang bisa dia lakukan. Untuk sementara, membongkar pengkhianat dalam kapalnya adalah yang utama, sembari menyusun strategi baru agar kliennya tidak kabur begitu saja dan reputasinya tidak tercoreng. Setelah itu, setelah tiba di kota, baru dia akan menghabisi Mark Juan William.

Badai langsung menuju ruang mesin. Melihat para pekerjanya bergelut dengan percikan-percikan las dan kabel yang terburai di mana-mana. Pemandangan itu sukses membuat emosinya kembali menanjak.

FANTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang