F14 - Konspirasi Emak-Emak

86 6 19
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Penduduk Pulau Suwarna sedang melakukan pekerjaan penting dan mendesak pagi ini. Surau mereka yang runtuh membuat Rasid dan para tetua kampung menginisiasi untuk melakukan perbaikan segera dan tidak boleh ditunda satu atau dua hari lagi. Tadi subuh, terpaksa Hasan mengumandangkan azan di lapangan samping surau dan mau tak mau warga berjamaah di ruang terbuka. Dengan keadaan cuaca yang tidak menentu menjelang akhir tahun seperti ini, kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan. Bisa saja hujan akan datang tanpa bisa diprediksi.

Hampir seluruh penduduk turun langsung ke tengah-tengah perkampungan. Kaum pria bergotong-royong membersihkan reruntuhan. Mirana mengkoordinir para wanita untuk berkumpul di satu rumah untuk membuat konsumsi. Bahkan ada juga yang dari mereka turut membantu menyapu serpihan balok ataupun papan surau hingga pekerjaan itu bisa selesai tidak sampai setengah hari. Menjelang zuhur, mereka sudah beristirahat sambil duduk di mana saja di sekitar area surau.

"Biar saya yang angkat."

Mirana yang sedang menutup drink jar berisi kopi yang akan dia bawa ke tengah-tengah warga, mendongak mendengar suara bariton berat itu. Di belakangnya, terdengar para ibu-ibu menyapa Badai dengan santun. Semenjak kejadian tadi malam, sikap orang-orang pulau ini mulai melunak. Banyak yang datang bergantian menjenguk Badai dan membawa macam-macam makanan. Kalau saja Garda dan Roy tidak sigap membatasi dan memberi alasan bahwa pasien butuh istirahat, mereka mungkin akan di kapal Badai sampai tengah malam.

Bahkan menurut Mirana, sikap mereka kadang terlalu berlebihan terutama di kalangan teman-temannya yang masih gadis. Lihat saja sekarang ada yang senyum-senyum ke arah Badai. Mirana hanya bisa meringis dalam hati melihatnya. Andai saja mereka tahu kalau perangai Badai tidak sebagus garis wajahnya.

"Kenapa Anda yang datang?" tanyanya penuh keheranan. Seingatnya tadi dia tidak menyuruh Suci memanggil Badai untuk membantunya. Dia hanya meminta tolong untuk dipanggilkan laki-laki yang bisa membawa tempat ini dan tidak menyebutkan nama. Kenapa justru laki-laki ini yang muncul di hadapannya?

Badai tidak menjawab lantas langsung membungkuk dan mengangkat drink jar yang ada di depan Mirana.

"Terima kasih, Tuan Badai," sela salah satu ibu-ibu dari arah bagian teras rumah. Dibalas Badai hanya dengan anggukan.

"Sekalian minta tolong kamu bawa ini, Nak Mirana."

Mirana menoleh ke belakang dan langsung disodorkan dua box berisi penganan warna-warni.

"Biar aku yang bawa," ucap Badai yang terlihat enteng dengan drink jar di jinjingan tangan kanannya.

"Jangan! Biar Mirana yang bawa, Tuan Badai! Kalian berdua segera bawa ke sana. Bapak-bapak sudah menunggu!" seru salah satu ibu-ibu yang menguasai bagian dapur.

Mirana menghela napas panjang. Tidak ada pilihan lain. Biarpun dia yang mengatur bagian konsumsi, Mirana tidak mungkin menolak perintah dari orang yang dia hormati. Gadis itu pamit kemudian memperbaiki letak box yang ada di tangannya dan mengikuti langkah kaki Badai yang sudah di pintu pagar.

FANTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang