F6 - It's Been A Long Time

70 9 2
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Roy, kau harus berhasil menghubungi klien-klien kita," titah Badai dengan muka sangat serius, "aku tidak mau kerjasama kita dengan mereka gagal."

"Siap, Bos," jawab Roy sigap sambil berpikir keras bagaimana caranya mencari sinyal di pulau ini. Dia mungkin harus bertanya ke salah satu penduduk. Sebab tadi sudah dijelajahinya ke semua sudut kapal tapi satu batang sinyal pun tidak muncul di ponselnya.

"Apa Sissy harus kuberi kabar juga, Bos?"

Badai melirik tajam pada asistennya yang sedang cengar-cengir sembari mengunyah kacang di sofa ruang kerjanya. Dia tahu Roy sangat jahil. Ini bukan saatnya memikirkan masalah cinta. Kebiasaan itu sudah Roy hapal luar kepala jika Badai berada pada kondisi sangat genting. Bahkan Badai akan menghilang dari radar perempuan itu jika sedang sibuk-sibuknya.

"Bercanda, Bos. Bercanda."

"Mereka sudah mulai memperbaiki?" tanya Badai. Ekspresinya menyelidik. Suara perbaikan kapal tidak didengarnya sama sekali.

Roy mengangguk, "orang itu ternyata merusak kapal ini bukan hanya di satu sisi. Kerusakannya ringan tapi ada banyak bagian yang rusak. Di sini akan sangat berisik, Bos." Laki-laki itu menatap atasannya sedikit prihatin. Badai sangat susah tidur jika keadaan sekitar tidak tenang.

"I know." Badai bersandar pada kursi kerja. Bersedekap lalu menutup mata beberapa saat lantas berkata pelan, "penduduk di sini bukan cuma gadis itu, Roy. Cari orang lain. Beri tahu, aku akan memberi berapapun jumlah yang dia mau."

"Bos, tapi..."

"Apa."

"Mmm...."

Badai membuka mata setelah menunggu kalimat selanjutnya tapi Roy terdengar ragu, "kenapa?"

"Sorry, Bos. Tapi, apa tidak sebaiknya kita minta maaf saja? Sepertinya gadis itu bukan orang sembarangan di sini. Para penduduk tadi yang berdiri di belakang Nona Mirana sepertinya sangat percaya. Lagipula kita tamu di sini. Sudah sepatutnya kita menuruti apa yang mereka mau. Harus sopan."

Badai mengerutkan kening, "Roy Daren Nugraha."

Roy berhenti mengunyah mendengar suara rendah dan berat itu. Matanya tidak berkedip melihat raut wajah Badai yang menatap seolah ingin mengulitinya.

"Apa aku harus mengulang kalimatku?"

Laki-laki itu meneguk saliva kasar, "tidak, Bos. Tidak. Aku akan segera mencari penginapan. Sebelum sore, aku janji, bos sudah di tempat itu."

Badai kembali ke posisi awalnya tanpa mengatakan apapun sementara Roy mengendurkan bahu yang tegang seketika, lega.

Kali ini Badai menumpukan pelipisnya pada kepalan tangan kanan yang berada di atas meja kerja. Pandangannya jatuh pada dinding kaca yang menampilkan view lautan sejauh mata memandang. Siapapun bisa melihat dia tidak sedang melamun sekarang. Namun, mata itu lebih menunjukkan bahwa pikirannya sangat kalut. Tampaknya, Badai sedang berpikir keras. Bahkan suara pintu yang dibuka Garda juga tidak bisa mengambil alih fokusnya.

FANTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang