Epilogue

328 25 26
                                    

Tiga tahun berlalu tak terasa semenjak kelahiran putri Neteyam dan Alteya yang paling dinanti. Kelahirannya dirayakan oleh banyak orang. Segelintir upacara-upacara penting turut dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas tambahan anggota di keluarga mereka. Anak pertama Neteyam dan Alteya menerima cinta kasih yang melimpah dari orang-orangnya di sekitarnya, menjadikannya anak kecil yang berhati lembut dan ramah.

Neteyam dan Alteya mendidik Alya penuh kasih. Tidak pernah sekalipun pasangan itu memarahi anak mereka. Bila Alya melakukan kesalahan, Neteyam dan Alteya akan dengan lembut memeritahunya dan pelan-pelan menjelaskan mengapa yang ia lakukan itu salah. Setelahnya, sang anak akan mengangguk mengerti tanpa harus dibuat merasa bersalah berkepanjangan. Mereka tersenyum bangga saat menyadari putri mereka tidak lagi melakukan hal yang pernah mereka katakan salah.

Alya tumbuh menjadi anak usia tiga tahun yang lucu dan menggemaskan. Dia sedang aktif-aktifnya, sering kali membuat orang tuanya kelimpungan akibat ulah kecilnya yang membuat cemas. Alya suka menghilang tiba-tiba. Sebenarnya, Neteyam tidak masalah. Pria itu mengerti anaknya sedang berusaha beradaptasi dan mencari tau banyak hal di lingkungan tempat tinggalnya. Namun, Alteya tidak tenang. Nalurinya sebagai Ibu selalu menjerit cemas bila Alya hilang.

Berada di dekat lautan membuat Alteya gemar cemas berlebih, sampai harus ditenangkan oleh suaminya. Alteya cemas sewaktu-waktu Alya nekat menyebur ke laut. Pun hal yang sama dirasakan Neteyam. Namun, Neteyam tetap membiarkan putri semata wayangnya mengeksplorasi dunia yang menurutnya sama sekali baru.

Pagi ini, Alteya kembali dibuat panik akan tingkah laku Alya. Sehabis memasak, Alteya tidak menemukan Alya di mana pun, membuatnya berteriak memanggil suaminya. "Neteyam!" panggil Alteya dengan nada cemas dari dalam Marui.

"Iya, sayang? Ada apa?" Neteyam menghampiri istrinya yang terlihat panik di pintu depan. Dalam hati, Neteyam sudah menebak-nebak bila Alteya sepanik ini, pasti anaknya sedang berulah. Neteyam mau lelah, tapi juga merasa terhibur.

"Di mana Alya?" dari raut wajahnya, sudah tidak usah ditanya lagi seberapa cemas Alteya sekarang. Neteyam yang menyadari situasi langsung sigap mencari ke sekitar rumah mereka agar istrinya tidak uring-uringan terus, tetapi nihil. Alya tetap tidak ditemukan.

Waktu Alteya hendak beranjak pergi mencari ke seluruh desa, tiba-tiba saja terdengar suara mungil yang memanggilnya."Muma!" panggil Alya sambil melambai. Alya tidak datang sendiri, di belakangnya ada Kai'ra yang sudah menikah dua tahun yang lalu bersama Arzu'e. Kai'ra juga sudah mempunyai anak, namanya Zoe.

"Oh Eywa, Alya!" Alteya segera berjalan cepat memeluk putrinya yang tersenyum senang.

"Aku habis bermain bersama Aunty, dan adik Zoe juga," Alya bercerita pada ibunya sambil menunjuk Kai'ra.

"Sayang, jangan pergi tanpa izin lagi, ya? Muma khawatir, khawatir sekali." Alteya mencium pipi putrinya yang mengangguk patuh. "Janji?" tanya Alteya.

"Janji, Muma!" kata Alya bersungguh-sungguh dan mengecup pipi ibunya. Kalau sudah begini, Alteya baru mampu bernapas lega. Dia cium kening putrinya penuh kasih, lalu beralih pada kakak iparnya. Alteya berdiri sambil memandangi Kai'ra dan tersenyum tulus. Kai'ra akan selalu menjadi sahabatnya. Sahabat pertamanya. Sekarang, gadis itu juga merangkap sebagai ipar Alteya.

"Terima kasih sudah menjaga Alya, Kai'ra. Lihatlah, si kecil Zoe sangat imut." Alteya gemas sendiri terhadap anak sahabatnya yang masih berumur satu tahun.

Kai'ra tersenyum manis. "Zoe ingin seperti kakaknya, anak yang manis dan baik," ucapnya sambil mengerling Alya. Seusai berbincang sebentar, Kai'ra pamit pulang. Alteya juga menitipkan salam untuk suami Kai'ra, kakaknya, Arzu'e. Alteya membawa Alya ke dalam menemui Neteyam yang bernapas lega.

AVATAR II: THANK YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang