14. What an Evil

212 30 15
                                    

"Neteyam, Neteyam," Alteya memanggil Neteyam sambil menepuk pelan pipinya.

"Sebentar lagi." Neteyam gusar dan malah menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Alteya.

"You already said that five minutes ago," tegur Alteya.

Neteyam tertidur nyenyak dalam pelukan Alteya hingga siang berganti petang menjelang malam. Alteya sudah mencoba membangunkan pemuda itu berulang kali, namun Neteyam tetaplah Neteyam. "Please give me more five minutes," pinta Neteyam dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"No, that's enough. I'm deeply sorry, Boy." tolak Alteya halus sambil mengusap kepala Neteyam lembut. "Kita harus kembali. Orang-orang akan bingung melihat kita pergi hanya berdua dari pagi sampai malam," sambung Alteya masih dengan intonasi yang masih-selalu-halus.

Untuk yang satu itu, Neteyam akhirnya mau membuka mata. Dia tidak mau Alteya dijadikan buah bibir untuk hal-hal yang tidak pantas. "Okay. Kita kembali." Neteyam mengalah dan bangun dari tidurnya. Alteya lega namun merasa bersalah juga sudah mengganggu tidur pulas kekasihnya. Tapi, dia mau tak mau harus melakukannya mengingat resiko yang bisa didapat olehnya dan Neteyam.

Neteyam masih agak mengantuk. Sepanjang perjalanan dia memegang tangan Alteya erat, tak ingin dilepas. Bila longgar sedikit saja Neteyam akan ngomel dan minta dieratkan kembali. "Teya, your hand." Pundung si Clingy Neteyam sekali lagi. Alteya tertawa kecil. Padahal dirinya tidak sengaja sedikit melonggarkan genggaman mereka, tapi Neteyam sudah mulai misuh lagi.

"Oke, my bad," kata Alteya gemas.

"Jangan tertawa." Neteyam cemberut melihat raut Alteya yang sudah hampir tertawa keras. Wajah gadis itu memerah karena menahan senyuman lebar.

"Tidak, aku tidak akan tertawa," Alteya nyengir.

"But you're lips and eyes didn't say so." Kesal pemuda itu. Terlihat jelas dari mata dan bibir Alteya bahwa gadis itu tengah menahan keinginan untuk terbahak. Alteya yang mendengar itu memperlebar cengirannya, tidak menyangkal dan tidak juga menyetujui. Sepanjang perjalanan pulang, Neteyam terus memperhatikan Alteya yang berjalan di depannya. Matanya bergerak naik-turun, memidai seluruh figur gadisnya tanpa terlewat.

Mulai dari rambut Alteya yang tergerai bebas dan masih setengah-basah, pinggulnya yang bergerak dengan indah di mata Neteyam, profil side Alteya yang juga tak mungkin Neteyam lewatkan. Cantik. Cantik sekali kekasih Neteyam itu. Dia tidak akan pernah berhenti terpukau akan sosok Alteya. Perempuan pertama yang membuatnya jatuh hati sedemikian rupa tanpa harus bersusah payah. Perempuan yang berhasil membuat rasa penasaran Neteyam tumbuh, berakhir menjadi cinta yang berlabuh.

Alteya menoleh ke belakang saat menyadari Neteyam terus-menerus berjalan di belakangnya. Senyumnya spontan terukir saat pandangannya bertemu dengan Neteyam. "Sini, kenapa di belakang terus?" tanya Alteya heran. Neteyam hanya menggeleng kecil. Dia mempercepat langkahnya hingga dia sejajar dengan Alteya. Segera pinggang gadis itu ia rangkul.

"Kita pulang ke rumah. Meski sebenarnya rumahku ada di sampingku persis sekarang," ucap Neteyam sambil tersenyum ke arah Alteya, membuat gadis itu terharu.

Alteya menaruh kepalanya di bahu Neteyam. Seraya menggenggam tangan kekar pemuda itu, Alteya berkata, "Thank you." Hanya itu yang bisa dikatakannya sebagai luapan rasa syukur atas segala perlakuan manis Neteyam.

(::[:♡:]::)

Esok paginya, Alteya bangun kesiangan. Cahaya matahari sudah menusuk retina saat Alteya membuka matanya. "Oh, tidak. Aku kesiangan!" Alteya begitu panik dan langsung beranjak dari tempat tidurnya. Gadis itu terburu-buru merapikan diri. Saat sudah selesai, ia bersicepat menghambur keluar, berniat mengunjungi Neteyam dan hampir menabrak Arzu'e yang kebetulan melintas.

AVATAR II: THANK YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang