Remaja lelaki itu merebahkan tubuh lelahnya di kasur. Seharian ini aktivitasnya begitu padat di sekolah. Dari belajar, olahraga, presentasi, praktek di laboratorium, dan terakhir sebelum pulang tadi dia harus mengantarkan Aksha ke Alfamart. Sebenarnya malas mengantarkan, tetapi kalau bukan karena boncengan pulangnya, mana mau Satria diajak ke tempat ramai.
Satria mengusap dadanya yang terasa sesak dan bawaannya ingin terbatuk. Tidak tahan dengan sesak yang semakin mempersulitnya untuk bernapas, dia turun dari ranjang lalu berjalan menuju balkon kamar. Sesampainya di sana Satria terbatuk-batuk. Dadanya nyeri sekali saat batuk berat tiba-tiba menyerang. Kemudian Satria duduk pada dinginnya permukaan lantai. Belum sempat hanyut dalam keheningan, tiba-tiba ponselnya berbunyi dari dalam saku celana.
Ting!Kak Alika : Satria, sore ini Kakak udah sampai di Bandara Soekarno-Hatta . Kalo Ayah ada di rumah minta tolong suruh jemput
Satria : Mau dibayar berapa emang? Kakak pake nyali orang buat ngomong gitu ke Ayah yang lagi sibuk
Kak Alika : Elah, lo kalo ngomong sama Ayah tentang gue gak bakalan kena sentak
Satria : Males. Telepon aja langsung
Kak Alika : Dih! Lo reseh banget kayak cowok gua
Satria mematikan ponsel. Helaan napasnya seakan berembus pasrah. Dia terbatuk sekali dan bokong beringsut mundur lalu kepala bersandar pada dinding dekat pagar pembatas balkon. Mata perlahan terpejam menikmati sensasi sesak dan nyeri yang menghujam bersamaan.
Cklek ....
Suara ketukan sepatu pantofel terdengar mendekat ke arah balkon kamar. "Ngapain duduk di situ?"
Satria menoleh. “Enggak ngapa-ngapain,” jawabnya. Kemudian beranjak. “Kak Alika mau pulang. Dia di bandara, katanya minta dijemput.”
“Ayah tau. Kamu cepat masuk. Ada Dokter Efan.”
“Dokter Efan? Ngapain?”
“Mau kasih obat baru. Kamu kan akhir-akhir ini minum obat yang biasanya udah gak berpengaruh. Takutnya nanti lusa pas rapat keluarga kamu kumat lagi. Ayah gak mau perusahaan yang udah didapatkan tiba-tiba diambil balik gara-gara kamu.”
“Satria sehat, Yah.”
Arya merasa basi mendengar pembelaan Satria. “Masuk!” perintah bernada tegas itu membuat Satria menurut begitu saja. Di dalam kamar sudah ada dokter Efan sedang menyiapkan beberapa suntikan dan obat. “Ikuti arahan Dokter. Awas saja kamu melawan.”
Satria duduk di sisi ranjang dan Dokter langsung menyodorkan beberapa pil obat. “Ini diminum semuanya?” tanya Satria.
“Iya. Tenang saja itu cuman obat tidur. Biar kamu istirahat teratur. Jadi gak gampang keletihan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
A Heritage Secret
NouvellesRahasia besar yang ditutup-tutupi petinggi Alexander menimbulkan konflik berkepanjangan. Dari konsep pembagian warisan menggunakan syarat yang menjadi penyebab keretakan dalam keluarga. Perkara syarat warisan itu juga, Satria yang terlahir sebagai a...