Lembaran 2: Tidak Punya Rumah

47 20 6
                                    

Gagahnya raja siang telah diganti oleh anggunnya dewi malam. Cuaca yang hangat pun berangsur menghilang digantikan oleh hembusan angin yang dingin.

Wangi menyegarkan yang keluar dari bunga lavender cukup menenangkan bagi Binta yang sedang membaca buku di tempat tidurnya. Itu bukan buku pelajaran, tetapi hanyalah buku novel yang ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya.

Matanya yang sedari tadi disibukan oleh deretan tulisan, kini beralih menatap handphone miliknya. Tangannya mengangkat benda pipih itu kemudian ia membaca deretan pesan dari orang yang menyebalkan.

"Dere, bastard!"entah sudah yang keberapa Binta mengumpati anak sialan itu untuk hari ini. Dari saat pagi hari ia dilempari bola oleh Dere, dan kejadian di kelas dimana saat rambutnya disolasi sama Dere.

Flashback
Binta menatap semua teman kelasnya yang juga menatapnya, namun tatapan mereka aneh seperti sedang menghinanya. Binta menoleh kebelakang menatap sosok Dere yang mnyembunyikan wajahnya di atas tangan yang terlipat di meja.

Kenapa, sepertinya anak itu tidak mengerjainya. Pikir Binta. Kemudian, ia memalingkan pandangannya mengarah kesamping mejanya. Di sana terdapat sosok pria berkacamata yang menunduk diam.

"Bara," panggil Binta dengan suara pelan, karena ia sadar masih ada guru di depan sana.

Bara yang merasa namanya terpanggil, ia menoleh dengan ragu menatap Binta. "Kenapa, ta?"

"Jawab jujur!, gue ada yang aneh?"  tanya Binta kepada Bara, matanya dibuat membulat untuk menggertak si kutu buku.

Bara menggeleng pelan, ia tak berani menatap Binta yang menatapanya tajam. Kemudian Bara kembali menundukan kepalanya.

"Ck, mungkin mereka aja yang aneh."  Binta menatap sinis siswa-siswi yang masih menertawakannya.

Tak lama bel istirahat berbunyi, guru yang mengajar kelas XI IPA 5 pun keluar. Semua siswa-siswi di kelas tersebut juga berhamburan untuk keluar, namun tak semua. Binta memilih keluar untuk mengisi perutnya yang sudah lapar.

Sampai di kantin ia dikejutkan oleh seorang siswi yang menepuk pundaknya. "Kak, maaf itu di rambutnya kakak banyak solasinya kak." Ucap siswi itu yang sepertinya adalah adik kelasnya.

Dengan terpaksa Binta tersenyum menatap siswi itu, "Iya, makasih ya udah ngasih tahu." Ucapnya, kemudian matanya menatap sekeliling. Betapa malunya dia saat ini, banyak orang yang sedang menertawakannya. Telinga dan pipinya sudah memerah karena itu.

Binta berjalan menuju kelasnya dengan kesal, ia tak memperdulikan berapa banyak orang yang tengah mentertawainya. Setelah sampai di kelas, Binta menatap sosok Dere yang sedang duduk di atas meja dan dikelilingi oleh banyak laki-laki dari anak kelas lain.

"Dere bangsat lu tai anjing goblog, kapan mati sih lu anjing!" Binta mengumpat, air matanya sudah keluar setetes. Binta ingin sekali menangis karena Dere.

Binta menghampiri Dere yang kini sudah berdiri. Matanya yang sudah penuh dengan air mata mendongok menatap Dere.

Plak

Binta menampar pipi kiri lelaki bangsat itu. Kemudian ia menatap semua orang yang ada di dalam kelas ini, mereka menatapnya tanpa ekspresi. Banyak anak perempuan yang berbisik menggunjingnya. Sementara Dere, ia malah tersenyum menatap dirinya.

"Sampai kapan sih lo bakal berhenti ngusilin gue?" gadis itu bertanya, nadanya sedikit meninggi, emosinya pun sudah naik.

"Sampai, kapan ya..." Jawab Dere, nadanya terdengar sangat berarti menyebalkan. Melihat wajah anak itu yang berpura-pura berfikir, membuat siapapun yang melihatnya ingin menamparnya.

Cerita Antar RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang