[6] Agreement

217 25 17
                                    

            Setelah dua hari berlalu, Bumseok kini berhasil mengatur pertemuan dengan seniornya yang tempo hari menjadi topik perbincangan antara dirinya dengan Han Dongsoo. Andai pertemuan itu bisa dilaksanakan lebih cepat, mungkin Bumseok akan merasa lebih lega. Namun pada kenyataannya, bukan hanya dirinya yang mengincar senior kebanggaannya itu. Banyak pengusaha kalangan atas berbondong-bondong menawari seniornya itu posisi pengawal dengan gaji fantastis.

            Dengan perasaan agak gugup, Bumseok menaruh harapan besar pada seniornya. Setidaknya, dua hari yang ditunggu bisa terbayarkan. Dia tidak tahu siapa dan dari perusahaan mana saja yang sudah membuat tawaran pada seniornya, tetapi dia berusaha mempertahankan kepercayaan dirinya agar tidak luntur.

            Dia adalah pengawal pribadi Han Dongsoo, secara tidak langsung membawa nama Han Group bersamanya.

            Ditambah, dia memiliki hubungan yang baik dengan seniornya. Mereka pernah berada dalam satu tim yang mewakili provinsi Gyeonggi dalam Kejuaraan Tinju Nasional di tahun 2015. Bumseok berharap relasi itu pula yang akan membawanya pada keputusan terbaik yang sudah ia tunggu-tunggu.

            Di sisi lain, baru saja terparkir mobil sport hitam mengilap di depan restoran yang menjadi tempat pertemuan Bumseok dan seniornya pada sore itu. Sang pengendara—seorang pria dengan postur tubuh atletis beserta penampilan rapinya meraih kaca mobil untuk mengarahkan benda itu tepat pada wajahnya.

            Walaupun dia sudah menghadiri empat pertemuan berbeda terkait tawaran pekerjaan pada hari itu, wajahnya tidak tampak lusuh sama sekali.

            "Apa sebaiknya aku merubah karir menjadi model saja?"

            Dengan pribadi narsistiknya itu, dia semakin menjadi-jadi untuk menunjukkan pesonanya di kaca—mengedipkan mata, mengigit bibir, dan tersenyum tipis ala model.

            Tak hanya mengagumi rupanya, pria itu melirik pada sebuah foto berbingkai yang menempel di dashboard mobilnya. Foto dirinya dari masa lima tahun lalu, memegang medali emas sambil tersenyum lebar. Di bagian bawah foto tersebut, dia membacakan empat baris tulisan di sana dengan lantang.

1st Winner

KIM JIWOONG – GYEONGGI

Featherweight Class

Korean National Boxing Championship 2015

            Tidak hanya bersyukur akan parasnya yang rupawan, dia juga merasa diberkati atas turunan bakat beladiri murni dari ayahnya—atlet judo legendaris Korea, Kim Jinho.

            "Thanks for the gene, father."

            Itu adalah ritual yang kerap ia lakukan sebelum bertemu dengan siapapun. Segudang prestasi kejuaraan yang ia miliki di masa sekolah menengah adalah nilai jual paling mahalnya saat ini. Dia pernah beristirahat sejenak dari segala bentuk kejuaraan demi memprioritaskan studinya di kampus selama empat tahun. Dan inilah saat dimana dirinya bersinar.

            Studinya selesai, dan tawaran posisi pengawal dari para pengusaha ternama nyatanya dapat menjamin kehidupannya lebih besar daripada menjadi seorang atlet. Namun sampai saat ini, belum ada tawaran dengan imbalan yang membuat dirinya puas. Tentu saja, dia bersedia melepas karirnya sebagai seorang atlet. Bukankah ada harga lebih yang harus dibayar akan hal itu?

            Sepatu hitam mengilapnya mulai menapaki jalan. Siapapun yang berkesempatan untuk menangkap pria itu dalam pandangan mereka, tentu berhasrat untuk menetapkan pandangan itu—setidaknya, sampai pria itu hilang dari sana. Pakaian semi formal yang dikenakannya tampak begitu pas melekat di tubuh tegapnya. Beberapa orang yang melihatnya saling berbisik, entah karena sekadar mengagumi ketampanannya, atau memang benar-benar mengenali pria itu sebagai Kim Jiwoong.

In Your Arms | Sung Hanbin FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang