Rupanya, sekian banyak makanan dibawa oleh Dongsoo dan Hyerin dari Seoul menjadi penyebab kekacauan pagi itu. Sepasang anak laki-laki saling berebut sebungkus cookies coklat. Tangisan kencang dari salah satunya seolah menjadi alarm paling mematikan bagi Hanbin.
"Permisi, sepertinya Junhyuk menangis."
Buru-buru ia meninggalkan perbincangan demi menghentikan kericuhan yang terjadi di halaman depan. Semua orang yang semula terlibat perbincangan dengannya dapat melihat dari posisi mereka saat itu—Hanbin melerai pertikaian para adiknya dan menggendong anak laki-laki bernama Junhyuk yang menghambur pilu ke dalam gendongannya.
"Aigoo... kenapa bisa sampai menangis, Junhyuk-ah?"
"Junhyuk merebut cookiesku, Hanbin hyung!"
"Memangnya punya Junhyuk sudah habis, hm?"
"HUAAAAA!"
"Baiklah, ayo ikut hyung."
Hanbin buru-buru membawa kedua anak lelaki yang terlibat pertikaian itu ke suatu tempat yang cukup jauh dari sana, ia tidak berada dalam jarak pandang mereka yang sedang mengamati.
"Hanbin akan membawa mereka jauh dari perhatian teman-temannya. Dia benar-benar tahu caranya mendidik," ujar Minjeong bangga. "Bahkan pertikaian antar kedua anak ini saja..." Minjeong melirik Hao dan Yujin dengan sinis. "... selalu berhasil dilerai oleh Hanbin."
Dongsoo dan Hyerin mengangguk paham. Selalu ada cerita-cerita baik mengenai Hanbin; prestasi akademik di sekolah, gelar murid teladan setiap tahun, sikap yang baik dan sopan, bahkan tahun ini Hanbin diberi tanggungjawab sebagai pengajar dan pendidik adik-adik pantinya. Dongsoo rasanya ingin menceritakan perkembangan ini pada ayahnya—yang menghabiskan sisa hidupnya untuk melimpahkan kasih sayangnya pada Hanbin, bahkan mungkin... lebih dari pada cucunya sendiri—Seoyun.
"Terima kasih karena sudah mendidiknya dengan baik, bibi Minjeong." ucap Dongsoo dengan perasaan paling lega.
Atas ucapan tersebut, Minjeong menggeleng pelan. "Aku tidak pandai mendidik anak seperti suamiku," jawab Minjeong—mengenang mendiang suaminya yang telah tutup usia lima tahun lalu. "Itu karena... kedua orangtua Hanbin... Hyunwoo dan Eunji... adalah orang-orang baik."
Hao yang duduk di sebelah Minjeong segera merangkul bahu wanita berusia enam puluh lima tahun itu tatkala suaranya terdengar bergetar seperti menahan tangis.
"Aku percaya mereka menyertai setiap langkah Hanbin. Jadi, kalian tidak perlu khawatir... anak kesayangan paman Ilseok itu... akan selalu tumbuh dengan sangat baik."
Mendengar nama ayahnya disebut membuat Dongsoo sedikit tersentak. Dia lantas mengangguk menyetujui ucapan Minjeong.
"Kau bersamanya dari kecil bukan, Hao?" tanya Hyerin—membuat Hao terkesiap tatkala namanya dipanggil.
"Iya, bibi Han."
"Bagaimana Hanbin sebagai seorang teman?"
Hao terdiam sebentar. Pertanyaan itu akan selalu membuatnya banyak berpikir, persahabatan bersama Hanbin terlalu menyenangkan untuk dideskripsikan dengan kata-kata. Namun, ia berusaha untuk menyampaikan semua perasaannya dengan baik.
"Aku berterimakasih pada ibuku karena sudah menitipkanku di panti asuhan ini sebelum dia meninggal. Bertemu dengan Hanbin adalah hal paling menakjubkan yang harus aku syukuri seumur hidup. Dia benar-benar teman yang paling baik, paman, bibi. Dia akan menghampiri tempat tidurku sebelum tidur dan bertanya bagaimana perasaanku pada hari itu. Kapanpun aku merasa sedih karena merindukan ibuku, Hanbin adalah yang paling memperhatikanku sepanjang hari..."
KAMU SEDANG MEMBACA
In Your Arms | Sung Hanbin Fanfiction
Fiksi PenggemarSalah satu perusahaan dagang terbesar di Korea, Han Group, mulai mengalami kemerosotan terparah mereka setelah lima puluh tiga tahun didirikan. Skandal perundungan yang menimpa pewaris tunggalnya--Han Seoyun, menjadi penyebab utama atas kejadian ini...