20. Maaf

194 23 6
                                    

























"Mau makan siang ke luar gak?"



Sebuah pertanyaan yang tak Maya duga akan terlontar dari bibir Jo di pagi menjelang siang, Maya yang mengetahui jika Jo tengah sibuk menggarap album bandnya malah tinggal di rumah seharian memang membuat Maya sempat bertanya-tanya tetapi mengetahui fakta jika Jo mengajaknya pergi bisakah Maya berharap Jo sengaja meluangkan waktu untuknya?

Keduanya tengah termenung menatap lampu di persimpangan yang berubah merah, tak ada percakapan di antara keduanya Maya hanya sesekali menggumamkan nada lagu yang ia hapal di kepalanya sementara Jo sibuk menyetir hingga tiba-tiba lelaki itu berdeham membuat Maya menoleh.

"Butuh minum?" Tanya Maya yang sontak membuat Jo melirik ke arahnya.

"May, gue mau minta maaf."

"Huh?" Maya mendadak bingung dengan permintaan maaf Jo yang tiba-tiba itu.

"Gue minta maaf karena pernah mukul lo, waktu itu."

Maya tertegun, seingatnya ini pertama kalinya Jo membahas tentang insiden saat itu walaupun Maya tau pasti Jo tak berniat melakukannya dengan sengaja.

"Aku udah maafin kamu bahkan sebelum kamu minta maaf, Mas."

Lampu tiba-tiba berubah hijau membuat Jo segera menginjak pedal gas sebelum sempat mengutarakan isi hatinya lebih jauh. Tetapi tangan Jo yang tiba-tiba meraih tangannya dan menggenggamnya erat jauh membuat Maya lebih terkejut.

Diam-diam Maya tersenyum karena ia merasakan betapa dinginnya tangan sang suami menandakan kegugupan yang sebenarnya sama ia rasakan. Maya rasa apa yang ia dan Jo lakukan semalam merupakan salah satu cara meruntuhkan tembok di antara mereka berdua. Maya senang akan hal itu tentu saja.

















"Makan di resto sushi aja?" Tanya Jo ketika mereka baru saja tiba di lantai tiga sebuah Mall yang berada di kawasan yang tak jauh dari rumah keduanya.

"Kebetulan aku lagi mau makan sashimi," Jawab Maya sembari mengangguk.

Melihat kegemasan Maya Jo rasanya ingin menggigit istri mungilnya itu, "yaudah, ayo," Jo kali itu merangkul pinggang Maya dan masuk ke dalamnya.

Tempat yang terlihat cukup lengang membuat Maya dan Jo bebas memilih tempat duduk termasuk sebuah tempat yang memiliki dua kursi saling berhadapan dan berada di pojok ruangan membuat keduanya merasa lebih private.

Setelah memesan dan makanan datang Maya dan Jo menikmatinya dengan tenang, sesekali Maya melirik ke arah Jo begitupun Jo yang mencuri-curi pandang ke arah sang puan.

"Unaginya enak, cobain," Jo memberikan sebuah sushi unagi ke atas piring Maya membuat Maya tentu saja tertegun. Maya tersipu bukankah itu pertama kalinya Jo memperhatikannya?

"Gimana enak, kan?"

Maya mengangguk, senyumnya merekah begitu lebar Jo dapat melihat semburat merah begitu cantik menghiasi pipi sang istri jantungnya tentu saja berdebar melihat betapa indahnya pemandangan itu. Jika hanya sebuah sushi yang dapat membuat Maya sebahagia itu haruskah Jo membeli satu restoran beserta pembuatnya? Tentu saja itu berlebihan.

"Kamu makan Mas, sashiminya fresh banget," Maya kini meraih satu sashimi dan berniat menyuapi Jo tentu saja membuat Jo terkejut. Lelaki itu buru-buru membuka mulut tak ingin menyia-nyiakan kesempatan.

"Enak, kan?"

Jo mengangguk, "enak, lain kali kita pergi ke Jepang buat makan langsung di sana, kalo lo sesuka ini sama sushi dan sashimi."

Maya mengangguk antusias, "ayo! Kebetulan kita juga belum honeymoon, kan, eh--" Maya terdiam karena terkejut dengan ucapannya sendiri, honeymoon? Ia sama sekali tak berniat mengatakan itu sejujurnya.

Jo terkekeh melihat bagaimana ekspresi Maya berubah menjadi tegang, tangan Jo terangkat ia meraih pangkal kepala Maya lalu mengusaknya lembut, "lucu banget, lagian gak masalah kalo emang mau honeymoon kan udah nikah."

Bukannya semakin tenang Maya malah semakin merasa malu, Maya menutupi wajahnya dengan kedua tangan, "Mas ... Aku malu ... " Cicit Maya yang membuat Jo semakin gemas melihatnya.

"Lho ... Jo ... " Tetiba suara seseorang membuat Jo menoleh begitupun Maya yang segera menoleh karena sosok itu berada di sampingnya.

Ekspresi bahagia Jo segera berubah dingin membuat Maya seketika terdiam, perempuan bertubuh jenjang dengan rambut panjang dan lipstik merahnya itu tengah berdiri dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Sarah .... "































Wallflower tbc ...

Hmm konflik kek apalagi ya enaknya


WallflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang