Bagian 3 ||
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- s t k y t -“PUTRA Mahkota.”
Panggilan dari sosok wanita berumur yang duduk dibalik meja Juyeon angguki pelan. Hari ini, seperti yang ia rencanakan semalam; Juyeon mengunjungi kediaman ibu suri di bagian Timur istana. Jika diingat, ia memang sudah lama tidak mengunjungi neneknya dari pihak sang ayah, sebab ia yang pergi ke perbatasan.
Raut penuh keibuan itu sesungguhnya sangat Juyeon rindukan. Ia teringat pada bagaimana dulu ibu suri merentangkan tangan setiap kali menyambutnya, membawa masuk ke dalam pelukan hangat serta kenyamanan.
“Sudah lama sekali tidak melihat wajahmu.” Tangan yang sudah mengeriput itu menyentuh sisi wajah Juyeon, mengusap penuh hati. “Apa kabar?”
Juyeon menyunggingkan senyum tipisnya. Menyambut seluruh pertanyaan yang ibu suri berikan seraya mendengar cerita dari wanita yang akan selalu ia hormati. Anggukan serta senyuman menjadi satu-satunya hal yang Juyeon lakukan sebelum ia dipersilakan untuk bercerita mengenai segala hal yang terjadi.
Semua berlalu begitu cepat bagai kelopak bunga yang jatuh ke tanah. Waktu berlalu tanpa mereka sadari bahwa matahari sudah berada di atas kepala dan Juyeon harus segera kembali untuk melakukan tugasnya sebagai putra mahkota.
“Jika begitu saya permisi.”
“Sering-seringlah kemari. Kau tentu tidak akan membiarkan nenekmu ini kesepian, bukan?”
Juyeon memberikan anggukan pelan. Tentu, ia akan sering datang kemari bersama putri mahkota di waktu mendatang nanti. Juyeon berdiri dari tempat duduknya, berjalan mundur dengan tubuh masih menghadap ke arah ibu suri, lantas di langkah kelima barulah memutar tubuh berjalan menuju pintu keluar.
Langkah ringannya akan Juyeon lanjutkan apabila sang netra tidak menangkap sesosok perempuan yang diikuti dayang memasuki wilayah kediaman ibu suri. Kontan saja senyum hangat Juyeon hadir begitu tubuh kecil itu berdiri beberapa langkah di hadapan.
“Lee Luda.”
Yang dipanggil ikut tersenyum. Menyapa bersama sorot penuh kerinduan yang ingin segera ditumpahkan bagai rintik-rintik hujan.
“Kau sudah kembali.” Itu percakapan pertama mereka setelah mencari tempat untuk berbicara. Luda menatap penuh Juyeon yang mengangguk. Mengamati bagian wajah Juyeon yang di beberapa sisi terdapat luka, lantas turun ke tangan yang terdapat perban melilit pergelangan tangan kiri, terakhir turun menatap kedua kaki yang Luda syukuri masihlah utuh.
Syukurlah kau baik-baik saja.
“Kau sudah tidak perlu merasa khawatir kembali mengenai apa yang akan terjadi pada diriku.”
Luda mendengkus pelan. “Aku tidak mengkhawatirkanmu sama sekali!” jawabnya mengalihkan wajah ke kiri.
Tawa berat itu mengalun. “Benar. Berkat burungku yang setiap waktu memberikan kabar dari perbatasan.” Juyeon melanjutkan, tersenyum menggoda pada Luda yang berdecak. “Aku sungguh berterima kasih akan dirimu yang selalu mengkhawatirkan diriku.” Juyeon menunduk pelan, memberikan hormat juga rasa terima kasih.
“Tentu saja kau harus melakukannya. Karena jika bukan diriku, memang siapa yang akan mengkhawatirkan dirimu sebegitu besarnya?” Luda tersenyum lebar, membalas godaan Juyeon yang masih berlanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
seperti takdir kita yang tulis, eunbo
Fanfiction❝You are the beginning of my happy ending.❞ ○○○○ Apa yang kita mulai tidak akan berakhir indah begitu saja. Seperti benang merah yang mengikat seseorang dengan yang lain. Dalam bayangan-bayangan membelenggu ditiap langkah penuh luka dan akan terus t...