02 › dibully.

1K 157 8
                                    

Delaxsa Sacava menarik nafas samar sebelum meraih knop pintu kamar sang kakak yang tertutup sedari kakaknya itu pulang sekolah sampai detik ini menjelang makan malam. Tanpa mengetuk, karena Cava cukup tau jika terkadang kakak-nya itu tidak memperhatikan atau mendengar sesuatu dari luar kamar yang nyatanya minim pencahayaanㅡapalagi jika kakak-nya itu sedang terlampau fokus melakukan sesuatu.

klek

Cava membuka sedikit lebar pintu kamar yang benar-benar pada nyatanya sekarang minim pencahayaan, kakinya melangkah masuk mendekati sang kakak yang duduk menghadap kanvas dan palet berisi cairan merah pekat yang langsung membuat tubuh Cava meremang bahkan ngilu dan nyeri. Kedua mata Cava melirik kearah meja kamar yang terdapat berbagai macam dan jenis cutter, dari yang kecil hingga besar dengan bekas darah terlihat.

"ada apa, Cava?"

pemuda berusia tujuh belas tahun itu berjengit ketika mendengar suara sang kakak yang bertanya tanpa menoleh bahkan mengintrupsi untuk kedua kalinya.

"kamu cari apa?"

Cava berdiri disamping sang kakak yang tengah melukis sesuatu yang sulit ia mengerti dan artikan. "Kak, tadi kak Samuel kesinㅡ" melihat pergerakan tangan sang kakak yang berhenti memoles kanvas, sontak Cava menghentikan pernyataannya.

"Samu..el?"

"iya, kak.." balas Cava seadanya, "tadi kak Samuel kesini mau ketemu sama kakak.. tapi, berhubungan tadi kakak belum pulang ya jadinya dia pulang, kak." jelasnya lebih detail.

"kenapa dia kesini?"

Cava melirik kuas dan palet yang diletakkan sang kakak, "katanya ada sesuatu yang mau dikasih ke kakak.. tentang kak Gallen."

Thantophobia
what if you lose me?

"gimana keadaan lo, Sam?"

"emang gue kenapa?"

Jehano menggidikan bahu, "orang tua lo makin egois pasti ya? nuntut lo." ujar sekenanya membalas pemuda yang berstatus sebagai sepupunya dari pihak ayah, Samuel Dallean Althaya.

"gak juga, sok tau lo."

"setelah Gallen pergi?" satu alis Jehano terangkat menandakan kurang percaya atas apa yang diujarkan Samuel.

Samuel menatap datar sepupunya yang malam ini ia kunjungi, "orang tua gue gak se-nuntut itu ke gue kali."

"itu adek lo buktinya..?" Jehano memincingkan matanya.

"Gallen pergi juga karena akibat dari ulah dia yang gak bisa diatur." balas Samuel santai tanpa rasa bersalah, "seandainya gak nekat ikut muncak sama temen geng motornya mungkin dia masih disini."

Jehano mengangguk-angguk, "yaudah lah.. udah setahun juga Gallen pergi."

"dia pergi pun masih nyusahin orang yang sayang sama dia."

"Rasi ya?" terka Jehano.

Samuel menghela nafas lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa ruang tamu, "gue kasian sama Rasi.. mentalnya itu bener-bener hebat selama pacaran sama Gallen, gue akui."

"hebat?"

"ya, waktu kelas sembilan dia kan pernah dibully sama orang yang ngecrushin Gallen karena Rasi pacaran sama Gallen." ungkap Samuel sesuai apa yang dulu ia saksikan, "tapi dia gak pernah nyerah buat pertahanin hubungannya sama Gallen meskipun dia dibully.. hebat kan?"

"hah?" Jehano speechless, "gimana bisa.. terus respon Rasi waktu dibully?"

"ya.. gak gimana, Rasi diem aja."

Thantophobia (onhold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang