Sesampainya Shafa di kelas, hal pertama yang ia jumpai adalah lemparan sweater tepat pada muka Shafa. Karena lemparan tersebut, membuat Shafa menatap jengkel terhadap sang pelaku.
Saat ingin melempar kembali sweater tadi, ke arah sang pelaku. Shafa terkena lemparan untuk ke dua kalinya, namun bukan sweater melainkan topi sekolah. Membuat Shafa meringis kesakitan, karena pinggiran topi itu mengenai kepalanya.
"ZIAAA!!!!" teriak Shafa marah, pada Zia sang pelaku.
Bukannya merasa bersalah, Zia malah ikutan kesal terhadapnya. Ia masih ingat betul kemarin, dimana Shafa meninggalkan dirinya dengan Adit yang amat ia tak sukai.
"Salah sendiri, bikin gue full kesal kemarin!" kesal Zia protes.
Shafa pun mendudukkan dirinya di bangku sebelah Zia berada. Menaruh bekal dan tasnya, membuat Zia melirik dengan alis mengkerut.
"Tumben lo bawa bekal?" tanya Zia padanya.
Pertanyaan itu, tentu membuat Shafa menoleh pada Zia dan membalas seadanya, "Dikasih sama kak Zafar,"
"Apa?!! Kakak?!" pekik Zia tak tertahankan.
Masih dengan keterkejutan Zia, ia hanya membalas dengan senyuman manisnya. Melihat senyuman itu, membuat Zia menatapnya aneh. Dia gak kesambet syaiton kan? pikir Zia curiga.
Dengan gesit, Zia langsung menggeser bangkunya tuk menjauh dari Shafa. Ntar kalau kesambet beneran bisa fatal nih! Gue kan gak bisa nanganin orang kesurupan!!!! Masa gue bacain ayat kursi sama surat pendek? Biasanya kalau seperti itu syaiton malah niruin! batin Zia lagi dengan frustasi.
Meneguk ludahnya kasar, ia pun memberanikan tuk bertanya, "Sejak kapan lo akrab sama pak Zafar?"
"Kemarin malam, mungkin?" balas Shafa, namun diakhiri pertanyaan lirih tak menentu.
Mendengar hal itu, ia mulai menormalkan jaraknya dengan Shafa. Menatap intens Shafa, ia pun bertanya "Kalian ada hubungan diam-diam?"
Shafa tentu terkejut dengan pertanyaannya. Memukul lengan Zia pelan, lantas membalas, "Kemarin gak sengaja ketemu dan dia nenangin aku waktu lagi down banget karena ayah,"
"Ooh gitu, tapi gue juga setuju aja sih kalau lo sama pak Zafar," katanya, sambil menyenderkan punggung di bangku.
"Dia terlalu jauh buat aku gapai," balas Shafa.
"Fa, lo itu-" ucapnya terpotong kala dengan perkataan Shafa.
"Jangan di ucapkan lagi, aku tidak mau berharap lebih. Aku memang menyukainya Zi, tapi bukan berarti aku mau bersamanya. Perasaan ini masih belum menentu untukku kedepannya. Lagi pula, dia terlalu indah untuk di miliki." Kata Shafa memutuskan pembicaraan itu. Membuat ia mau tak mau menurutinya.
Bel masuk telah berbunyi, pembelajaran kian terlaksana dengan tentram. Beberapa jam kemudian, waktu menunjukkan pukul 09.45 bagi murid untuk istirahat. Begitu juga dengan Zia dan Shafa yang kini berjalan ke arah kantin dengan perut lapar ingin di isi makanan.
"Zi, aku pengen soto deh ... beli yuk?!" tanya Shafa semangat.
"Tapi bekal lo gimana?" tanya balik Zia, memperlihatkan bekal Shafa yang ia bawa.
"Ya aku makan lah!"
"Emang muat tuh perut?"
"Muat aja kalau aku mah!"
Zia tentu membalas dengan anggukan tak kalah semangat. Melihat hal itu, Shafa pun memesan dan ia sendiri mencari tempat duduk untuk mereka makan. Saat menemukan tempat duduk yang kosong, ia pun segera mendudukinya sambil menunggu Shafa datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomparable in Love - ZAFASHA [HIATUS]
General FictionNama kita akan bersanding di surganya Allah. [SLOW UPDATE!] Tidak ada yang tahu akan takdir seseorang kecuali Allah. Kita manusia hanya bisa menerima, berdoa, dan berjuang. Seperti halnya dengan cinta. Cinta seorang manusia tidaklah semudah apa yang...