0.2 there for you

64 1 0
                                    

Ini sungguh di luar batas kemampuanku.

Menyebalkan!

Aku benar-benar tidak bisa melakukan sesuatu dengan tenang jika sepasang mata cokelat itu terus membuntutiku kemana saja. Semua ini adalah salah Sharon! Mengapa ia membiarkanku mengurus Tony sendirian di tengah kecanggungan ini?

Oke. Sudah satu setengah jam lamanya aku mengumpat. Ini sudah cukup. Kendalikan dirimu Livia.

"Apa kau tidak akan tidur?" Tanyaku kesal. Bangkit dari sofa yang sebenarnya sangat nyaman untuk di tiduri namun menjadi tidak begitu nyaman ketika aku harus tertidur dengan presensi seseorang yang terus menatapku tanpa berkedip dari tempat ia berbaring, itu tidak jauh dari sofa ini. Hanya berjarak sekitar dua meter.

"Kau pasti akan meninggalkanku lagi jika aku pergi tidur."

Oh ayolah. Betulkah? Itu alasannya?

"Aku akan tetap disini jadi ku mohon tidurlah untuk kali ini saja, kau bisa melakukannya?"

"Aku menolak"

"Tony, kau harus istirahat agar cepat pulih.."

"Jangan konyol. Jika aku tidurpun aku tidak akan tiba-tiba pulih besok."

Kepalaku terasa berdenyut, jemariku terangkat untuk memijit pangkal hidung. Memejamkan mata dan mengambil nafas sebanyak mungkin sebelum ku pastikan diriku benar-benar dapat meledak kapan saja layaknya rakitan ranjau yang terinjak oleh kaki. Ingin rasanya meninju si kepala batu itu tetapi aku tidak dapat melakukannya, mengapa? Ku harap kalian tidak lupa bahwa Tony adalah putra kesayangan Antonio dan Natasha. Juga seorang aset. Yah.. aset bagi timnya —karir Tony cukup cemerlang jika kalian tahu. Aku tidak dapat menyakiti seorang aset apalagi membuatnya cedera.

Netraku bergulir menatapnya sedikit lembut, hal tersebut pasti membuatnya percaya diri.

"Aku kedinginan." Celetuknya sambil membuat ekspresi menyebalkan.

"Maaf?"

"Aku kedinginan, Livia. Bisakah aku minta tolong kenakan aku sesuatu?"

Seketika aku tersadar bahwa Tony memang tak mengenakan apapun di tubuhnya kecuali celana pendek. Aku pikir memang seperti itu ketentuannya agar dokter dapat dengan mudah memasang alat-alat medis tanpa terhalang sesuatu.

"Naikkan selimutmu— sebentar, aku akan mencarikanmu sesuatu untuk di pakai."

Tungkaiku bergerak menuju almari kecil yang tak jauh darinya,

"Tak payah, disana tidak apa-apa." pernyataan Tony mencegah pergerakanku,

Lantas aku menatap Tony keheranan.

"Kemana semua bajumu?" Itu mustahil jika ia datang ke Portugal tanpa membawa sehelai baju atau kaus kaki.

"Aku tidak tahu. Mungkin saja mereka masih berada di GP Room* kontainer yang masih terparkir di Algarve— jika Ivan belum membereskannya"

".... dan sialan karena aku di bawa ke rumah sakit ini saat aku masih memakai baju balap"

Di akhir kalimatnya, Tony melirik ke arah toilet di dalam ruangan yang kebetulan pintunya terbuka. Dari sini aku dapat melihat baju balap yang sedikit banyak aku tahu -terbuat dari kulit kanguru- berwarna cokelat tua berpadu dengan sedikit warna neon dan pink fushia itu di gantung di depan cermin besar. Dengan cepat aku mengarahkan netraku kembali pada pria itu.

"Sangat sulit untuk menggerakkan tanganku demi melepas baju itu, jika kau perhatikan, mereka menggunting bagian lengannya lalu menelanjangiku dengan mudah"

Sungguh ironi.

"Well— tim medis sepertinya tidak memperdulikan wearpack yang harganya sangat fantastis itu. Mereka hanya peduli pada keselamatanmu" ujarku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Friend with Benefits : Tony ArbolinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang