"Livia, barangkali kau ingin menambah pastanya, sayang?"Natasha menawariku saat menaruh pasta di piring kedua Antonio, tentu saja aku mengangguk. Ayolah siapa yang akan menolak pasta seenak ini.
"Demi Tuhan, Nat. Ini adalah Aglio Olio ter-enak yang pernah ku kunyah. Terima kasih."
Ibu dua anak tersebut tertawa sambil menempatkan pasta di atas piringku. Disusul Antonio yang mengacungkan jempolnya tanda setuju.
"Dia pasti senang kau memujinya" Sharon berceletuk dari seberang meja, memutar garpunya di atas piring lalu menyuap ke dalam mulut. "Wah lihatlah senyum itu. Ma? bibirmu akan robek jika kau tersenyum begitu lebar"
Aku dan Antonio terbahak bersamaan mengoreksi perkataan Sharon tentang Natasha namun Natasha segera memasang raut serius.
"Kalau begitu enak, makanlah dengan baik" Natasha tersenyum padaku— senyum yang sama yang di miliki putra bungsunya, lalu mengambil gerakan untuk duduk di kursi. Bergabung dengan kami yang sudah menambah porsi makan sementara ia baru kembali dari dapur.
Beberapa menit yang lalu aku berniat mengunjungi mereka karena telah kembali dari Venesia namun Antonio malah mengajakku bergabung untuk makan siang bersama mereka. Orang tuaku sedang tidak berada di rumah dan kebetulan aku belum memakan apapun dari semalam. Apalagi melihat pasta kesukaanku yang di hidangkan di meja membuat perutku keroncongan. Ini bukan kali pertama aku makan bersama keluarga Arbolino. Dari kecil— aku yang anak tunggal sering di titipkan kepada Antonio dan Natasha karena orang tuaku sedang menghadiri perjalanan bisnis, atau sekedar mengurus perusahaan bir mereka di Spanyol.
Dan lagi, fakta bahwa Tony tengah melangsungkan balapan di Algarve membawa kakiku kesini. Tidak mungkin aku kemari jika pria itu berada di rumah. Well— aku tidak tahu apa yang harus ku katakan padanya. Aku akan terus menghindarinya selagi bisa.
"Jam berapa sekarang? Sharon, tolong nyalakan televisinya. Putraku sebentar lagi balapan."
Benar ini adalah akhir pekan, kita baru saja membicarakannya jika ini pekan balap, bukan? Aku mengalami kesusahan menelan makananku begitu Sharon melakukan perintah Antonio, meraih remot lalu menyalakan benda kotak yang berukuran tidak lebih besar dari yang berada di rumahku.
Begitu layar televisi menyala, balapan kelas Moto2 sudah memasuki sesi warm up. Kami menonton dari meja makan sambil menghabiskan hidangan masing-masing.
"Tony start dari baris ke berapa?"
Sharon menjawab pertanyaan Natasha dengan antusias. "Itu, itu dia. Baris kedua, start nomor 5"
Aku memperhatikan layar televisi, mereka mulai menempati posisi start masing-masing setelah melakukan putaran pemanasan. Seketika merasa rindu menonton Tony balapan dari dekat. Biasanya aku duduk manis di motor home nya dan menontonnya dari monitor yang ada disana bersama Ivan dan tim Elf Marc VDS. Kadang bersama Sharon atau Antonio. Natasha jarang menghadiri secara langsung dan memilih menonton dari rumah, karena ia pasti merasa emosional saat Tony akan melangsungkan balapan dan meminta doa darinya. Hal itu membuat langkah Tony berat. Entahlah, aku tidak tau secara pasti. Tapi kenyataan bahwa Tony sangat menyayangi ibunya—ia tidak bisa melihat Natasha menangis.
Semua orang tahu bahwa pekerjaan Tony termasuk kedalam daftar pekerjaan paling berbahaya dan mematikan yang pernah ada di dunia. Dalam dua dekade saja banyak pembalap yang meregang nyawa saat melangsungkan balapan. Tentu saja hidup mati itu berada di tangan Tuhan tetapi mengendarai motor dengan kecepatan seperti itu rasanya seperti sedang menyetorkan nyawamu kepada Tuhan, terserah kapan saja Tuhan mau mengambilnya bukan? Mungkin hal itulah yang membuat Natasha emosional.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend with Benefits : Tony Arbolino
Fanfic[21+] ⚠️ peringatan konten dewasa‼️ - - "as much as we try to deny it, dating is expensive." -Tony Arbolino. "can friends still have sex and still be friends?" -Livia Rosabelle Start (July 10th, 2024)