Tak ada pandangan.
Tak ada pikiran.
Mata yang kosong menatap segala arah hanya sekadar mencari pelarian.
Lari dari desakan racun mematikan dari para nona bangsawan.
Dengan usaha luar biasa ia melarikan diri dan melemparkan atensi para nona pada sang adik yang berprofesi sebagai profesor di Universitas Durham.
Mata berkedip beberapa kali dalam satu detik.
Pandangannya terpaku. Pada satu orang.
Seorang nona berpakaian hijau gelap yang menutupi seluruh bagian tubuh kecuali kedua mata yang terpaku pada secangkir teh.
Nona itu duduk di kursinya. Berdiam diri lama. Lama sekali.
Hingga cangkir teh yang belum disentuh bibir yang tak nampak itu diletakkan kembali di atas meja.
Sang tuan rumah kembali terpaku. Mencoba mengingat siapakah tamu tersebut?
Ah. Ia ingat sekarang.
Nona muda yang menjadi perwakilan keluarga [LastName] sebagai tamu di pesta teh keluarga Moriarty.
Sebuah buku yang dikeluarkan nona tersebut menarik perhatiannya.
Buku berukuran sedang yang dilapisi sampul bewarna hijau gelap menggelitik hatinya.
Langkah kaki berjalan tanpa komando.
Semakin dekat hingga ia dapat melihat tulisan apa yang ada di dalam buku tersebut.
'tulisan Arab?' batin sang tuan rumah, heran.
Ia meneliti sang nona. Tampak olehnya bahwa sang nona terlihat seperti orang timur tengah.
"Selamat siang, Nona. Dapatkah saya mendapat kehormatan menjadi teman minum teh Anda?"
Sang nona terdiam selama beberapa detik. Kemudian menutup 'buku' itu.
Tanpa mengangkat kepala menatap sang tuan, nona itu mengangguk.
Dalam kurun waktu 5 detik, sang tuan terpana.
Bukan pada paras yang tertutupi ataupun suara. Tetapi pada ketenangan luar biasa yang dimilikinya.
Selama ini, tak ada yang tak pernah menatap matanya kala ia berbicara pada seseorang, terlebih pada wanita.
Para wanita selalu punya cara agar ia melirik mereka.
Namun, nona di depannya ini berbeda. Amat berbeda.
Tata Krama yang sempurna dengan ketenangan yang ada, menarik lirikannya pada sang nona.
Benar-benar definisi anggun yang sebenarnya. Tanpa celah. Layaknya seorang wanita bangsawan sejati.
Sang tuan mengulurkan tangan. Mengapit dagunya dengan ibu jari dan telunjuknya.
"Nona, apakah Anda tidak menikmati jamuan keluarga kami?"
Pertanyaan tiba-tiba yang membuat sang nona mengernyit.
Apa maksudnya?
Sang lawan bicara terdiam, lalu menggeleng pelan.
"Tidak. Saya menikmati jamuan Anda sekalian. Sangat."
Sang tuan tertegun. Ia tidak mengharapkan suara parau namun tegas keluar darinya.
Tidak ada suara mendayu yang kerap kali dilakukan para wanita bangsawan di sekitarnya.
Saat itu ia sadar. Bahwa nona bangsawan di hadapannya ini bersikat tegas membangun sebuah tembok di antara mereka.
Orang asing. Begitulah cara orang-orang menyebutnya.
Menarik.
Jamuan pesta teh yang dibencinya kini menjadi hiburan kecil yang dibalut rasa penasaran.
Tak henti-hentinya, sang tuan rumah yang menjabat sebagai kepala keluarga tersenyum senang bahkan sampai dianggap aneh oleh rekan-rekan seperjuangannya.
Saya menunggu pertemuan kita selanjutnya, nona.
²³/⁰⁶/²³
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐒𝐊𝐀𝐑𝐀 [ᴀʟʙᴇʀᴛ ᴊ. ᴍᴏʀɪᴀʀᴛʏ]
Fanfiction[QS.4:29] 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭• ·˚ ༘ ➳ tentang dirinya, yang tersadar akan makna kehidupan yang sebenarnya 𝚜𝚝𝚊𝚝𝚞𝚜' ongoing [ Moriarty the Patriot ] ©ʀʏōsᴜᴋᴇ ᴛᴀᴋᴇᴜᴄʜɪ ©ʜɪᴋᴀʀᴜ ᴍɪʏᴏsʜɪ ²³/⁰⁶/²³