monster

1.2K 113 9
                                    

"Apa kau harus melakukan ini padaku?!"

"Ya, tentu saja! Aku berpikir kau bisa dipercaya!"

"Tom, kau menghancurkan segalanya!"

"Bukan aku Hermione. Tapi kau! Sejak awal, kau selalu merusak segalanya demi kepentingan pribadimu."

"Kau adalah satu-satunya orang yang gila kontrol di sini. Berani-beraninya kau menyalahkanku!"

Hermione berteriak pada Tom guna menumpahkan semua keluh kesah yang selama ini dia simpan. Sihirnya yang biasanya tenang kini mengamuk seiring dengan emosi yang tercipta. Mata cokelat yang dulu bersinar kini meredup. Orang yang dia percaya selalu membuatnya tak berdaya.

"Jangan pernah berbicara padaku dengan nada seperti itu, Hermione," desis Tom dengan selipan ancaman tersembunyi. Pria yang memiliki jiwa sekelam iblis itu tampak berantakan dengan wajah angker yang siap menerkam. Dia menahan diri untuk tidak mengikuti naluri gelapnya untuk melepaskan sihirnya yang mengamuk.

"Kenapa kau melakukan ini padaku?" Bisik Hermione nanar dengan cairan bening yang mengalir deras di pipi pucatnya.

"Tutup mulutmu. Aku tidak ingin menyakitimu," titah Tom yang terdengar seperti geraman.

"Kau sudah menyakitiku."

'𝐟𝐫𝐨𝐳𝐞𝐧 𝐟𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫


Niall Riddle duduk termenung di atas kasur. Beberapa jam yang lalu dia mendengar orang tuanya bertengkar. Ibu dan ayahnya yang memiliki pembawaan tenang saling berteriak. Itu bukan kejadian yang biasa. Meski begitu, Niall tidak dapat mendengar titik permasalahan mereka.

Dia membenci ketika keduanya bertengkar dan saling berteriak. Apalagi fakta bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa. Niall mencoba mencari tahu, tapi ibunya yang cantik memandangnya dengan senyuman seraya mengatakan bahwa mereka baik-baik saja kendati matanya buram oleh air mata.

Selama ini, mereka jarang bertengkar. Kecuali ketika mereka memutuskan pendidikan dirinya. Ayahnya bersikeras agar dia bersekolah di Hogwarts. Sedangkan ibunya menolak gagasan itu dan berpikir dia lebih cocok belajar di rumah. Ibu bilang, dia bisa mengajarinya-atau memanggil tutor terbaik. Ibu tidak ingin dia bersekolah di mana terdapat penyihir yang tak sejalan dengan ayah; dalam artian musuh ayahnya.

Ayah menolak mentah-mentah ide ibu. Mengatakan bahwa tidak ada yang bisa menyakiti pewarisnya. Mereka berdebat sengit sampai keduanya saling mendiamkan selama dua hari. Pada akhirnya ibu setuju meski tak rela putera semata wayangnya jauh darinya.

Selain itu, tak ada lagi perkelahian panas. Perdebatan sengit. Mereka sangat akur. Tapi, jauh di lubuk hati Niall yang paling dalam, dia merasakan keanehan dalam hubungan orang tuanya. Seperti-kadang-kadang, dia melihat setitik rasa takut di mata ibunya kala berdekatan dengan ayahnya. Atau ketika Niall melihat kilatan obsesi ayahnya untuk menguasai ibunya sepenuhnya.

Dia mengubur dalam-dalam pemikiran aneh itu dengan berdalih hubungan mereka baik-baik saja. Tidak ada yang aneh. Mungkin hanya dia yang tidak mengerti pola dari ikatan suami istri.

Wajar kan jika ibunya takut dengan ayahnya? Jujur saja Niall juga takut padanya. Ayahnya bukan sembarang penyihir. Pria itu memiliki sejumlah pengikut yang sangat menghormatinya. Meski begitu, tak ayal Niall mengagumi ayahnya.

Sedangkan ibunya adalah tipe wanita yang bisa membuat pria bertekuk lutut. Yah, ibunya cantik, berdarah murni, memiliki gelar dan kekayaan serta wawasan. Ibunya juga bukan sembarang penyihir. Dia menganggap sikap 'menguasai' sebagai bentuk cinta ayahnya ke ibunya.

Tak ingin terus menerus dihantui oleh pemikiran rumitnya, Niall keluar dari kamar untuk menjernihkan pikiran. Lampu-lampu sudah padam, digantikan dengan cahaya bulan yang menembus kelamnya malam.

Berbulan-bulan meninggalkan manor untuk menempuh pendidikan di Hogwarts, ketika dia kembali, manor terasa mati. Kalau bukan karena ibunya, Niall tak ragu untuk menyebut bahwa manor ini adalah manor berhantu.

"Apa yang Ibu lakukan di luar sini?"

Ibunya duduk di gazebo taman dengan pakaian tipis di tengah musim dingin yang menusuk kulit ditemani dua botol minuman alkohol.

Ketika mata mereka bertubrukan, Niall menghela napas mendapati kondisi ibunya yang memprihatinkan. Rambut acak-acakkan, pipi cekung, mata bengkak, serta wajahnya yang begitu pucat seperti mayat. Ke mana penampilan cantik ibunya yang dulu?

"Kembalilah ke dalam, sayang. Di luar dingin. Kau bisa sakit."

"Seharusnya aku yang mengucapkan itu, Bu. Kau tidak memakai mantra penghangat." Dia menyesal karena tidak membawa tongkat sihirnya.

Ibu menghabiskan alkohol dalam satu tegukan gelas.

"Ibu baik-baik saja, Niall."

Niall menggeleng. Orang buta pun tahu bahwa ibunya berdusta.

"Aku tidak akan masuk ke dalam jika Ibu tidak ikut denganku."

Ibu menghela napas sebelum memalingkan wajah ke langit yang berhiaskan bulan dan bintang yang berkelap-kelip.

Niall bertanya-tanya, mengapa dia tidak memiliki sedikitpun fitur ibunya di wajahnya. Malah, fitur ayahnya mendominasi. Bisa dibilang, Niall adalah replika Tom Riddle.

"Cantik, bukan? Kadang-kadang Ibu bermimpi menjadi bintang. Mereka bersinar tanpa takut kegelapan menaklukan mereka."

Ibu tersenyum. Senyuman yang sangat Niall suka.

"Ayo Bu kita masuk ke dalam."

Niall membantu ibunya berdiri. Dia mengernyit ketika hidungnya mencium bau alkohol yang begitu menyengat. Ibunya bukan peminum. Pastilah masalah yang dia hadapi sangat berat sehingga mengharuskan dia untuk tenggelam dalam alkohol.

"Kenapa Ibu memakai kemeja Ayah?"

Alih-alih menjawab pertanyannya, ibu malah bergumam tak jelas karena efek alkohol yang mulai melumpuhkan kewarasan.

"Apa kau percaya adanya monster, Niall?"

"Tidak. Ibu pernah bilang bahwa monster itu tidak ada."

Ibu tertawa kecil. "Kau benar. Monster itu tidak ada."

"Tapi profesor di Hogwarts selalu memperingatkanku tentang monster. Mereka bilang, monster selalu menyerang tanpa pandang bulu."

Niall memberi jeda sejenak pada ucapannya. Dia ingat betul bahwa para profesor di Hogwarts selalu membicarakan tentang monster menakutkan yang membuat penyihir ketakutan. Hanya ada beberapa cara untuk mengalahkan monster; tidak berlaku pada monster yang begitu kuat.

"Apa Ibu takut dengan monster?"

Ibu tak menjawab dan malah oleng jika Niall tidak menopang dengan benar. Dia membantu merebahkan tubuh ibunya di kasur miliknya sebelum ikut berbaring di sampingnya. Memastikan ibunya selalu dalam keadaan hangat, Niall lantas menutup mata. Siap terbang ke alam mimpi.

"Takut. Ibu sangat takut dengan monster," bisik ibunya tiba-tiba dengan nada lirih.

"Jangan tinggalkan Ibu." Lanjutnya serak. Efek alkohol membuat tenggorokannya sakit.

Niall membuka matanya. Hatinya teriris mendengar ucapan sang ibu. Dia menggeser tubuhnya agar lebih dekat kemudian memeluk ibunya dengan erat.

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Itu janjiku padamu."

Ibu tersenyum dan membalas pelukannya. Bersama-sama keduanya terjun ke dunia mimpi. Dunia di mana satu-satunya tempat untuk membangun skenario kehidupan yang diinginkan.

'𝐟𝐫𝐨𝐳𝐞𝐧 𝐟𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫






















ps. alurnya maju mundur. aku mau ngasih ke kalian sudut pandang orang lain tentang hubungan toxic tom hermione.

𝐟𝐫𝐨𝐳𝐞𝐧 𝐟𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang