)3(Xeroftalmia

13 1 0
                                    


Readers yang arif nan budiman jangan lupa vote dulu sebelum bacaa
Happy reading✨
.

Palang besi halte termakan korosi, cat biru mengelupas berganti warna besi. Di persimpangan jalan, halte yang sudah cukup berumur itu tetap berbakti pada penghuni ibu kota. Menaungi para pejalan kaki dan beberapa pengendara yang memilih menepi.

Lampu jalan bersinar temaram, cukup setidaknya menyorot rintikan hujan yang perlahan membentur tubuh aspal. Gadis itu mengikat satu rambutnya, menggulung lengan jaket hingga siku. Hujan di depan benar berhasil mendelete niatnya berpulang dari daftar keinginan.

Cahaya merah memandu di ujung jalan. Sorot lampu motor mendominasi dari belakang, diikuti derum mobil yang berberbaris rapi menunggu lampu hijau tiba. Mengesampingkan hiruk pikuk kota, Sepersekian detik Gembila merasa begitu tenang, tuntutan dunia seakan termakan derasnya hujan. Hingga dentuman keras bersiborok dengan decitan ban motor menggesek aspal, menggaet pita suara melengking jauh ke atas udara. Setelah buku catatan ungu itu jatuh dari keranjang sepeda, Gembila mengatur napas berkala, ingatan tentang kecelakaan sepekan lalu berhasil membiusnya.

Tidak segila kecelakaan yang dilihat nya sepekan lalu. Sikunya lecet, tidak begitu parah. Namun cukup menciptakan perih.

Motor hitam dengan warna putih seragam si pengendara yang dia yakini tadi sudah melintas jauh. Entah sejak kapan sudah berdiri tegap di depannya. helm fullface yang dikenakan pemuda itu menyamarkan suara yang entah apa di ucapkan nya. Jujur saja, masa bodo dengan yang diucapnya, perih di siku itu kian merambat saat debu-debu mulai menempel.

"Budek! Lo gapa- pa? " Bakti Sila? Hal pertama yang terlintas dalam benak pemuda berbalut seragam putih abu abu tersebut. Memotong kata tanya yang belum usai diucapkan.

Tak jauh dari sana, derum motor lain terdengar dari arah berlawanan. Menarik kembali fokus yang sempat terenggut. Memacu jantung segera mengoptimalkan jam kerjanya. Ban motor itu melesat memutar, mengubah posisinya agar bertolak dengan arah motor yang sedang melaju ke arahnya.

"NAIK! "

Gembila menukik tajamkan alisnya, what the hell? Oh ayolah, dia saja belum sempat berdiri, kakinya saja masih ngilu karena terhimpit badan sepeda tadi. "Nggak ada niat ngebantu gitu? "

"lo mau di gebukin sama mereka?! " Gendikan dagu pemuda itu mengarah pada dua pria berjaket hitam dengan motor yang melaju dari kejauhan.

Shit!

Sumpah Demi apapun, Gembila panik luar biasa, proporsi badan bak sosiopat kedua pengendara itu membenturkan keberanian nya dengan kemungkinan-kemungkinan negatif yang muncul tiba-tiba.

"Lo harus ganti rugi. " Tandas Gembila mengambil satu langkah yang cukup berat, menempatkan bokongnya tepat di atas jok motor belakang.

"Pegangan."

...

"Cil! Sini!"

Gembila merapatkan genggaman tali ranselnya. Sebelah tangan lain mengayun, memberi isyarat pada anak kecil yang berlari dari kejauhan.

Kuncir duanya bergoyang-goyang mengikuti sapuan angin sore kala itu. Menerbitkan senyum lebar begitu sang kakak menggandeng tangan mungilnya. "Ih seneng banget perasaan, " Gembila menoel kecil pipi adiknya.

PARSELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang