3. Little Accident

53 17 0
                                    

Setelah merasa cukup menikmati mall di atas rooftop, Clara mengajak Devan untuk menuju tempat kedua, yaitu stadion.

Saat tiba di pintu masuk, Devan menghentikan motornya. Ia mencari sesuatu dari dalam tasnya.

Clara yang tau untuk masuk ke dalam harus membayar parkir melalui e-money, langsung berinisiatif. "Ini gua ada e-money." Namun belum sempat Clara mengulurkan kartu miliknya, Devan sudah menolaknya.

"Ga usah. Pake punya gua aja. Nih." Devan memberikan kartunya pada Clara.

Setelah masuk, Clara berniat mengembalikan kartu milik Devan sebelum Devan berkata "Boleh titip di lu dulu ga?"

Tentu saja Clara mengangguk "boleh."

"Sama ini juga." Devan menyodorkan ID card miliknya.

Clara menerimanya lalu menyimpan kedua benda itu didalam tas kecilnya.

Sekarang keduanya tengah berjalan di sekitar stadion. Saat malam cukup banyak orang yang beraktifitas. Entah untuk berolahraga atau sekedar duduk bersantai.

"Duh ini toilet dimana ya. Lupa lagi gua." pandangan Clara mengitari luasnya tempat ini.

Devan yang baru pertama kali ke tempat itu hanya mencoba membantu dengan memperhatikan sekitar.

"Oh itu ada security, bentar ya gua tanya dulu."

"Oke." angguk Devan.

Devan memperhatikan Clara yang sedang bertanya dari kejauhan. Setelah Clara kembali, ia bertanya "gimana ra?"

"Ah sesat tuh si bapak. Masa di suruh masuk ke situ." Clara menunjuk salah satu bagian stadion yang gelap. "Lampunya aja mati gitu."

Devan terkekeh "ya udah ayo cari sendiri aja."

"Gua inget toiletnya tuh di deket patung nasional. Tapi gua lupa patungnya dimana." Menyadari kalau ia sering berkata 'lupa', Clara menatap Devan dengan cengiran di wajahnya "sorry ya, jangka ingatan gua pendek soalnya, hehe."

Mendengar itu Devan refleks tertawa "hahaha gapapa. Kita sama kok. Ingatan gua juga pendek."

Setelah mengelilingi setiap sudut dan sudah berjalan entah berapa ratus meter, akhirnya Clara melihat batang hidung dari patung nasional yang ia maksud.

"Nah itu patungnya!" Clara berjalan cepat mendahului Devan.

Ia berdiri tepat di samping patung "patungnya disini, berarti toiletnya di..." ia memutar tubuhnya perlahan. Seketika senyumnya melebar "nah itu dia toiletnya!" tunjuknya dengan penuh semangat seolah baru saja menemukan sebuah harta karun.

"Bentar ya, van. Gua ke toilet dulu."

Devan tersenyum "Oke."

Beberapa menit kemudian, Clara kembali menghampiri Devan. Mereka berjalan menuju patung nasional yang kebetulan terdapat kursi di dekatnya. Mereka duduk bersebelahan. Jika saat di rooftop obrolan mereka lebih mendalam, kini mereka mulai membicarakan sesuatu yang lebih santai bahkan sedikit random.

"Van, coba liat patungnya."

Devan mendongak, matanya menatap ke arah patung tinggi besar berbentuk manusia yang tengah bediri tegap di depannya.

Di bawah patung itu terdapat lampu yang mengarah ke atas. Membuat bagian kaki patung itu seolah bersinar.

"Lu tau kotak musik yang ditengahnya ada penari balet lagi muter muter ga? Coba bayangin kalo patung ini muter kaya gitu."

"Hahahaha!" Devan terbahak. Ia sama sekali tak pernah berpikiran sampai ke sana tapi ketika Clara mengatakannya ia jadi refleks membayangkan dan itu terlalu konyol baginya.

BETWEEN USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang