┆1┆

159 14 3
                                    

JASAD TERBAKAR DI YONGMA LAND TERIDENTIFIKASI MANTAN NARAPIDANA. DIDUGA KASUS AKAN KEMBALI BEKU.’


Younghoon kembali menghela napas ketika melihat judul berita yang dicetak dengan font tebal itu kembali terpampang nyata, dengan tatanan kata yang hampir tidak berubah sejak jasad yang ditemukan di tempat yang sama dua bulan lalu.

Secara sederhana, egonya tengah terusik saat ini. Sebagai detektif muda yang digadang-gadang sebagai masa depan kepolisian, tentu saja selain fakta bahwa mayat korban selalu mengenaskan, Younghoon benci fakta bahwa dirinya tidak bisa melakukan apa-apa dengan pernyataan kasus beku.

Buktinya ada, Younghoon tahu pasti. Namun, tidak pernah ada yang tahu bagaimana tim forensik kepolisian mereka terus menerus kehilangan petunjuk penting mengenai pelaku.

“Detektif Kim, masih membaca berita yang sama?” sapaan rekan kerjanya sempat terabaikan sesaat, ketika Younghoon yang baru sadar rekan yang mendudukkan diri di dekatnya itu menanti jawabannya.

“Iya, saya sedikit frustasi. Rasanya seolah tidak bisa menemukan keadilan bagi para korban. ” akunya dengan jujur, lalu rekan kerja yang merupakan seniornya itu menanggapi dengan kekehan ringan, tampak seolah-olah berita mengenai kasus yang terus menerus dibekukan itu bukan masalahnya.

“Kau yang masih muda ini, punya anggapan begitu ya, soal keadilan? Detektif Kim, aku mengatakan ini untuk kebaikanmu. Jujur saja, beberapa dari korban itu mungkin pantas menerimanya. Mereka yang katamu butuh keadilan itu, mungkin saja tengah diadili saat ini.”


Younghoon terdiam, mengingat bagaimana deretan jenazah yang ditemukan di Yongma Land selalu memiliki profil sebagai mantan narapidana kejahatan seksual.

Untuk sesaat si Detektif muda tercenung, mempertanyakan kepada dirinya sendiri mengenai batasan apakah yang bisa dilewati oleh manusia untuk mengadili ?

“Tidak perlu terlalu dipikirkan, Kim. Kau akan sulit tertidur nanti. Jika kasus ini dibekukan, lupakan saja dan cukup pikirkan yang diperintahkan oleh atasan. Bawahan seperti kita ini tidak punya terlalu banyak pilihan, dan hidup tidak semudah alur drama yang kau tonton, tidak semuanya perlu diselesaikan.

Jadi, sebagai seniormu yang baik, kusarankan jalani tanpa banyak bertanya atau protes. Gunakan otak cerdasmu itu ketika diminta saja, tidak perlu terlampau berlebihan.”

Benarkah begitu? Untuk sesaat Younghoon kembali bertanya-tanya di dalam kepalanya. Apakah benar mantan narapidana itu tidak pantas untuk menerima keadilan? Benarkah pelaku adalah pahlawan ?

“Baik, senior. Terima kasih atas ...,” penuh ragu, ucapannya tidak membentuk balasan yang diinginkan. Untung saja, seniornya ini orang santai yang dengan mudah menepuk bahunya dengan senyum lebar seolah paham pasti bahwa Younghoon berterima kasih sekali pada petuahnya.

Sayangnya, sebagian asumsi senior itu tidak benar.

“Ah, jam kerja saya sudah berakhir senior. Saya pulang dulu, ya? Terima kasih untuk kerja kerasnya hari ini!” dengan kemampuannya untuk melarikan diri, Younghoon kemudian dengan cepat menghilangkan diri dari pandangan seniornya itu.

Kini Younghoon kembali pulang dengan kepala penuh; memikirkan apakah kejahatan ini benar-benar adil untuk terjadi.

• 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑒𝑐𝑡 𝐽𝑢𝑠𝑡𝑖𝑐𝑒 •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang