Papan nama Indekos Kim Sajang itu sudah menyala dengan dua hurufnya yang mati lagi ketika Younghoon kembali menginjakkan kaki untuk pulang setelah hari yang berat.
Kepalanya terasa penuh, dan perasaannya terasa sesak ketika menyadari bagaimana buruknya kinerja kepolisian mereka untuk menangani kasus hingga bahkan masyarakat saja menyepelekan.
Mungkin, dirinya tidak pantas disebut sebagai penegak keadilan. Mungkin, dirinya harusnya sudah berhenti. Dan mungkin saja, perkataan Sunwoo bahwa dirinya akan menemukan si pelaku itu tidak pernah benar-benar nyata adanya.
Perihal bocah itu, Younghoon kembali menemukannya duduk di ruang tengah indekos mereka sembari memandang kosong televisi yang menampilkan berita mengenai kasus yang kembali beku.
“Sunwoo?” panggilnya, dan bocah itu menoleh, memandangnya dengan mata yang terlihat seperti tengah mengantuk.
Sekotak ayam goreng dan dua kaleng soda yang berada di hadapannya terlihat belum tersentuh sama sekali, membuat Younghoon bertanya-tanya apalagi yang sedang direncanakannya.
“Aku ... baru saja gajian. Tapi aku baru sadar ketika menerima uangnya, aku tidak punya siapapun yang bisa diajak untuk menghabiskannya selain untuk membayar uang sewa kamar. Jadi, kalau hyung tidak keberatan, mau kah hyung makan ayam yang kubeli ini denganku?”
Kontan Younghoon terkekeh, menghampiri si Mahasiswa dengan langkah ringan dan duduk di sampingnya.
“Makanan gratis tidak untuk ditolak, Sunwoo. Aku rasa aku sedikit pantas untuk sedikit ayam dan soda setelah hari ini.” balas Younghoon, dan Sunwoo dengan kontan mengusap bahunya dengan lembut.
“Aku sudah melihat beritanya, hyung. Pasti berat sekali, ya? Mungkinkah, ada pihak dalam kepolisian yang terlibat jika sudah begini, hyung? Maksudku, aneh sekali. Bahkan kalaupun jasad korban terbakar, tidak mungkin tidak ada sisa-sisa DNA tersisa di sana.” komentar Sunwoo, tangannya kemudian menyodorkan sepotong paha ayam yang diterima dengan senang hati oleh Younghoon.
“Mungkin saja ... tapi aku juga tidak tahu harus melakukan apa jika memang benar orang-orang di dalam sana terlibat, Sunwoo. Apakah ini adil? Apakah hukum memang memandang remeh nyawa manusia? Atau lebih parahnya lagi, jangan-jangan, sejak awal memang kami ini tidak berguna jika keadilan yang dimau oleh semua orang adalah kematian tragis seseorang?”
Sunwoo dengan telaten mendengarnya, sesekali mengunyah sayap ayam di tangannya dengan dahi yang mengerut ketika semakin jauh Younghoon berbicara, semakin mengerikan kalimatnya didengar.
“Entahlah, hyung. Aku bahkan tidak mengerti keadilan itu yang bagaimana. Menurutmu, keadilan itu yang seperti apa, hyung?”
Untuk sesaat Younghoon terdiam, kembali mempertanyakan prinsipnya yang dibangun sejak meniti karir sebagai detektif.
“Keadilan itu ... entahlah, aku juga tidak yakin. Hukum negara kita ini adil, katanya. Seharusnya begitu kan, Sunwoo? Tetapi, kenapa, bahkan setelah diadili para mantan narapidana itu masih dinilai belum diadili? Apakah itu ketidakadilan, atau apakah itu dendam? Aku juga mempertanyakan hal yang sama.”
Hening kembali datang, keduanya fokus mengunyah ayam dan hanya suara presenter berita yang membicarakan tentang kematian politisi di sebuah club terdengar mengisi keheningan sesaat itu.
“Masyarakat banyak yang berkomentar, dia pantas menerima itu, hyung. Politisi itu, mereka bilang koruptor bengis sepertinya pantas untuk mati seperti itu. Menurutmu, apakah itu adil, hyung? ” mendadak Sunwoo berbicara, membuat Younghoon berhenti mengunyah untuk sesaat, menyadari bahwa ini topik lain mengenai keadilan yang mereka bicarakan.
“Entahlah, Sunwoo. Jika keadilan hanya mengenai kematian akhir bagi pelaku kejahatan, bukankah itu tidak adil untuk yang terkena dampak dari perbuatan mereka? Kematian terdengar sederhana sekali jika dibandingkan dengan dampak yang mereka perbuat.” komentar Younghoon, menatap si Mahasiswa penasaran dengan apa yang dipikirkan olehnya setelah mendengar opini Younghoon.
“Benar juga. Lalu, untuk mantan narapidana yang terbunuh di Yongma Land itu, sebagai detektif yang melihat hasil otopsi mereka, bagaimana pendapatmu, hyung?”
Sesaat Younghoon terdiam kembali, mengingat kembali kertas laporan yang tidak banyak mengatakan apapun selain fakta bahwa jenazah mereka terbakar, dan bagian alat kelamin mereka terluka parah jika dibandingkan dengan bagian lain. Lalu Younghoon mengingat kembali profil mereka.
Mereka memiliki kesamaan; pedofil yang dipenjara atas kejahatan seksual pada anak di bawah umur. Dan sesaat Younghoon mendadak bertanya-tanya bagaimana perasaan keluarga korban dari mantan narapidana itu, apakah mungkin mereka senang? Mungkinkah ini perbuatan dari salah satu keluarga dari korban?
Banyak kemungkinan terbuka, tetapi pertanyaan sederhana yang ditanyakan oleh Sunwoo itu tidak membutuhkan penjabaran sepanjang itu, si Mahasiswa hanya ingin mengetahui apakah itu adil untuk mereka.
Dan untuk kemungkinan terakhir, kendati terlihat seperti tidak berkomitmen pada janji untuk mengadili sesuai hukum berlaku, dan terkesan semua orang terlalu terbawa perasaan simpati pada orang yang terkena dampak dari korban yang dahulunya pelaku, Younghoon menemukan fakta, bahwa dirinya tidak terlalu simpatik pada korban kasus Yongma Land.
“Kurasa cukup adil, sepertinya. Andai hukum bisa dibuat secara lebih terperinci mengenai beberapa kejahatan tertentu, kurasa kasus seperti ini tidak akan muncul.” jawab Younghoon kemudian, dan Sunwoo nampak mengangguk puas dengan jawabannya.
“Jadi, hyung mengakui bahwa keadilan di negara ini tidak berjalan dengan sempurna karena masih ada celah untuk kejahatan lain terjadi, ya?” Sunwoo bertanya lagi, dan secara spontan Younghoon mengangguk.
“Memang, karena seharusnya jika keadilan benar-benar sudah diterapkan merata, tidak mungkin kejahatan demi kejahatan terus bermunculan, Sunwoo.”
Sunwoo mengangguk-angguk, tersenyum puas sembari menghabiskan ayam terakhir di tangannya, lalu si Mahasiswa itu menatap Younghoon.
“Keadilan sempurna itu, tidak pernah ada ya, hyung?”
Younghoon menggeleng, menghela napas sembari membereskan noda-noda di meja bekas mereka makan.
“Kurasa tidak. Karena konsepnya terkaburkan oleh dendam pribadi juga, Sunwoo. Tidak ada yang benar-benar bisa memahami bagaimana adil yang cukup rata untuk menyenangkan semua orang. Tidak ada.” balas Younghoon hambar, lalu membuang tissue terakhir dan menatap Sunwoo.
“Terima kasih untuk makanannya, Sunwoo. Lain kali ijinkan hyung yang membawa makanan, ya? Setelah kasus ini beres, mungkin. Aku akan membawa makanan dari restoran enak.”
Sunwoo hanya mengangguk, tersenyum lebar menyetujui. Tetapi, ketika Younghoon melangkah pergi kembali ke kamarnya, senyumnya berganti, terlihat miris seolah dirinya adalah pasien penyakit kronis yang diberi harapan palsu oleh dokter yang menangani.
“Benarkah, hyung?” gumamnya, memandangi sisa-sisa sampah mereka dengan sedih. Jejak-jejak kebahagiaan sesaat ini, Sunwoo ingin mengingatnya dengan jelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
• 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑒𝑐𝑡 𝐽𝑢𝑠𝑡𝑖𝑐𝑒 •
FanfictionSelama setahun, Kim Younghoon hidup dalam ketidaknyamanan akan kasus demi kasus yang terus muncul tanpa adanya bukti apapun dan berakhir menjadi kasus beku. Dalam lima tahunnya berkarir sebagai detektif, baru kali ini ditemuinya kasus yang seperti i...