Prolog

61 8 1
                                    

Bagi seorang perempuan, hamil di luar nikah adalah salah satu aib yang harus disembunyikan. Cerita ini bermula saat seorang remaja perempuan dengan perut membuncit yang kini usianya memasuki sembilan bulan. Terlihat besar dan tidak sedikit orang-orang mempertanyakan, di mana suami gadis itu? Kenapa dia hidup sendirian?

Namun, pertanyaan-pertanyaaan itu tidak ada tanggapan yang jelas dari gadis remaja bernama Erika. Sehingga, mereka beranggapan gadis itu hamil di luar nikah. Dari sanalah hidup Erika hancur. Erika kerap kali mendapatkan hinaan dan cacian yang membuat remaja berparas cantik itu hampir depresi. Walau begitu, Erika berusaha tetap waras demi mempertahankan calon bayinya.

"Aku akan melahirkanmu." Erika tersenyum tulus sembari mengusap perutnya yang membuncit.

Erika hidup sendirian di pelosok yang jauh dari perkotaan. Meskipun begitu, Erika berusaha mempertahankan hidupnya demi sang calon bayi. "Argh." Suara rintihan terdengar pilu. Erika merasakan kesakitan yang luar biasa diarea perutnya.

"Uhh .... " Erika menekan perutnya pelan, memijitnya perlahan hingga berulang kali.

Detik demi detik, menit ke menit. Tepat, pukul 00.00. Bayi laki-laki lahir tanpa cacat. Suara tangisan bayi memenuhi tempat kumuh tersebut.

Erika tergeletak tidak berdaya dengan darah dan air ketuban yang mengotori lantai beralaskan daun pisang itu.

Meski lemas, Erika pelan-pelan bangun, menatap prihatin bayi itu yang tergeletak. Erika mengangkat dengan hati-hati bayi itu dan memangkunya. Erika tersenyum manis. "Anakku sangat tampan, aku sampai terkagum melihatnya." Erika kembali meletakkan bayi itu kembali di tempat yang lebih bersih.

"Sayang, ini Mama." Erika mengecup setiap inci wajah bayi tampan itu yang sebagian besar mirip dengannya. Erika sangat bersyukur akan hal itu. Erika tidak sudi, jika anaknya mirip dengan laki-laki yang kurang ajar berani mengambil kehormatannya. "Aku akan memberimu nama."

Manik Erika berkeliaran, mencari benda yang sekiranya berguna. Erika mengambil pecahan kayu kecil tepat di sampingnya. Kemudian, Erika mengarahkan kayu tersebut ke arah bayi laki-lakinya. "Maafkan Mama, Nak. Ini sedikit sakit." Erika dengan pelan menggores lengan bayi itu, mengukir nama sang anak dengan hati-hati. Suara tangisan bayi terdengar memilukan membuat Erika meneteskan air mata.

Selesai dengan ukiran nama itu, Erika merebahkan tubuh lemahnya di dekat sang bayi. "Selamat datang di dunia yang kejam ini ... Melvano."

©©©©


Selamat datang!
Semoga suka teman-teman ♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MELVANO (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang