Nikidi (NightD)

223 20 4
                                    

Aku terlahir dari keluarga Fantasia yang sangat damai.

Aku, Ayahku, Ibuku, dan seorang kakak laki-lakiku yang lebih tua 5 tahun dariku, Kak Ivan.

Kami sekeluarga sangat bahagia. Tak ada ketidakadilan, tak ada pilih kasih, sama sekali tak ada kekurangan. Kami melalui hari-hari yang terasa sangat sempurna untukku dengan senyum dan tawa. Makan malam bersama, merayakan ulang tahun, melatih kemampuan Fantasiaku dan Kakak.

Sampai, semua kesempurnaan itu lenyap begitu saja. Satu hari di tahun ketika aku berusia delapan.

-

Orang-orang itu mendobrak hancur pintu rumah. Kakak segera bersiaga, sementara aku hanya bisa mematung di balik perlindungan Ayah dan Ibuku.

Orang-orang menakutkan itu menyerang, Kakak bertahan sementara Ayah dan Ibu melawan. Semuanya terjadi terlalu cepat, aku tidak bisa mengingatnya dengan detail.

Aku melihat cipratan darah segar. Mereka membunuh Ayah dan Ibu. Kakak menjadi kalap dan menyerang mereka secara brutal. Aku terlalu kaku untuk sekadar bergerak.

Satu titik, aku melihat satu orang menyerang di titik buta Kakak, menusukkan pedangnya.

Sontak, kakiku bergerak sendiri, maju dan melompat melindungi Kakak dari serangan itu meskipun sebagai gantinya mata kananku yang terkena tusukan dalam pedang itu, pedang yang telah menebas nyawa Ayah dan Ibuku.

Aku terlalu kesakitan untuk berteriak. Aku tersungkur dengan mata berlumuran darah yang terasa semakin menyakitkan.

Dengan sisa-sisa penglihatanku, aku bisa melihat salah seorang dari mereka mengeluarkan sebuah kabut tipis yang berat dari tangannya, dan itu sontak menyerbu mata kiriku yang masih tersisa. Aku pun kehilangan kesadaranku.

Ketika aku sadar kembali, aku sudah berada di tempat yang berbeda. Aku terbaring di sebuah matras dan Kakak duduk di sampingku.

"Apa... yang terjadi?" tanyaku pelan. Kakak menatapku dengan tatapan sendu.

"Mereka... menanamkan kutukan di mata kirimu, lalu pergi begitu saja dan menyulut api yang membakar habis rumah kita. Akhirnya aku bersusah-payah membawamu pergi dan untuk sementara kita ada di rumah tua dekat hutan. Rumah kosong yang sudah terlantar ini." Dia menjelaskan meskipun dengan sesak yang tertahan di dada.

Aku meraba mata kananku yang tertutupi perban. "Apa ini?" kenapa kelopak mataku terasa kosong seolah bola mataku tidak ada di tempatnya?

Kakak paham apa yang kupikirkan. Dia menggeleng. Aku sudah kehilangan mata kananku. Kini yang tersisa adalah mata kiriku yang tertanami kutukan. Tapi, omong-omong...

"Kutukan macam apa yang mereka tanamkan?" tanyaku. Kenapa aku tidak merasakan sesuatu yang jauh berbeda di mata kiriku?

Kakak terdiam sesaat. "Mereka menanamkan bibit sihir terlarang. Itu akan membuat matamu memiliki kemampuan terlarang yang kuat, tapi akan memberikan efek samping yang lebih merugikan. Itu sebenarnya bisa dinetralisir jika matamu yang sebelahnya memiliki sihir terlarang lain yang berhubungan. Namun untuk membangkitkan sihir mata itu membutuhkan pengorbanan yang tidak terasa sepadan. Pendeknya, kutukan mata itu membuatmu mentok dan memaksamu harus melakukan pengorbanan itu, atau kau akan menderita atas efek samping itu," jelasnya perlahan.

Aku menunduk. Kenapa harus sesulit ini ketika usiaku baru 8 tahun?

-

Keesokan paginya, aku mengikuti Kakak pergi ke pemukiman. Aku masih tidak bisa fokus karena memikirkan nasib mataku, yang kutukannya masih belum muncul. Beberapa kali Kakak mencoba mengajakku bicara, tapi aku masih terlalu syok untuk menanggapinya.

The Three Villain - Viva Fantasy FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang