PROLOG

34 3 0
                                    

Azriel terbangun dengan kepala yang berat, semalam ia terlalu banyak minum karena pesta yang diadakan sepupunya sangat sayang untuk dilewatkan. Tidak ada hal lain yang lebih menyenangkan bagi Azriel selain pesta dan jadwal penerbangan yang kosong, tentu saja Azriel tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Entah berapa banyak gelas yang ia habiskan hingga lelaki itu  lupa siapa yang membawanya pulang ke apartemen. Kini tubuhnya berbau alkohol, Azriel memutuskan untuk pergi ke kamar mandi dan membasahi dirinya dengan air. Lelaki itu menghabiskan waktu cukup lama di kamar mandi, sampai ia tak menyadari seseorang telah masuk ke dalam kamarnya.

"Jiel, gue masuk, ya!" teriak seorang gadis yang kini telah memasuki kamar Azriel.

Gadis itu membuka laci meja Azriel dan mencari-cari sesuatu, ketika barang yang diinginkannya sudah ketemu, gadis itu mulai mengambilnya. Namun, ketika gadis itu hendak beranjak pergi, matanya tertuju pada sebuah buku yang terbuka, di sana tertulis susunan huruf yang begitu rapi. Gadis itu tahu tulisan tersebut milik Azriel, perlahan gadis itu mengangkat buku itu dengan tangannya, namun detik berikutnya ia kembalikan lagi buku itu ke tempat semula saat gadis itu sadar bahwa buku yang dipegangnya adalah sebuah diary milik Azriel.

"Anjay, Jiel. Hari gini masih nulis diari."

Gadis itu menoleh ke arah kamar mandi, lalu kembali menatap buku yang terbuka itu. Senyum licik tercetak dari bibir gadis itu, ia menarik kursi dan duduk dengan tenang sambil membaca buku diary milik Azriel. Raut wajah gadis itu beranekaragam saat membaca diary Azriel, mulai dari tertawa, sedih, marah dan pada bagian ketika Azriel putus dengan mantan pacarnya, gadis itu mulai ternganga.

"Vanilla!"

Gadis yang dipanggil Vanilla itu menoleh dan cukup terkejut saat menemukan Azriel sudah di belakangnya, laki-laki itu berdiri dengan tatapan tajam ke arahnya.

"Jiel?"

"Lo baca diary gue?" Laki-laki itu meraih kasar buku diary miliknya, "Percuma lo sekolah hukum tinggi-tinggi kalau privasi orang aja lo nggak tahu."

"Jiel, gue minta maaf, diary lo kebuka dan gue—maaf, Jiel. Gue salah."

Azriel menyimpan buku itu di nakas, laki-laki itu lalu duduk di tepi tempat tidurnya sambil memijit pelipisnya. Harus berbuat apa ia terhadap perempuan yang selama ini telah menjadi sahabatnya? Azriel marah, tapi tak mungkin ia memukul perempuan itu. Azriel terlihat frustrasi dengan perbuatan Vanilla yang tanpa permisi membaca buku diary-nya, dengan langkah pelan, Vanilla menghampiri Azriel, gadis itu duduk di samping Azriel sambil mengamati laki-laki itu.

"Lo belum sarapan, kan? Gimana kalau hari ini gue yang traktir."

"Lo ngapain masuk kamar gue?" ucap Azriel tak menjawab ajakan Vanilla.

"Gue ambil ini," Vanilla menunjukkan selotip yang ada di tangannya, hal itu sontak membuat Azriel menghembuskan napas berat, hanya karena sebuah selotip rahasianya jadi terbongkar? Tidak adakah alasan yang lebih bagus selain selotip?

"Van, lo tau kan kalau diary itu privasi, kenapa dibaca?"

"Ya salah sendiri kenapa nggak ditutup, gue kan jadi penasaran."

"Lo emang udah gila, nggak tahu lagi gue mau ngomong apa."

Vanilla bangkit dari duduknya dan menarik Azriel agar ikut berdiri, tapi laki-laki itu enggan mengikuti Vanilla.

"Oke, gue ngaku salah. Sekarang kita obrolin semuanya bareng di meja makan biar clear dan nggak ada masalah lagi diantara kita. Pagi ini gue yang traktir."

"Punya duit lo emang, gue sekali makan bisa habis berjuta-juta belum sama minumnya."

"Iya, gue bayar tenang aja. Lo pikir gue pengacara kere?"

MY POSSESSIVE CAPTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang