32. Semakin Dekat

495 59 5
                                    

"Untitled?"

Karin mengangguk mantap. "MALIQ & D'Essentials."

Kening Emin berkerut sejenak. "Lagunya yang mana, ya? Gue kayak tahu, tapi, kok, lupa."

Jemari Karin bergerak lincah di layar ponselnya sebelum gadis itu menunjukkan sesuatu pada yang lain. Laman YouTube yang tengah menampilkan sebuah unggahan cover lagu yang dimaksud.

"Kita jangan akustikan kayak versi asli lagunya banget. Diubah dikit aransemennya kayak gini, kalian bisa, kan?"

Ruang studio lantas berubah senyap. Selain lantun lagu yang berasal dari putaran video di ponsel Karin, tidak ada suara lain. Semua fokus melihat dan mendengarkan video yang tengah bermain. Lagu yang sebelumnya sarat dengan petikan gitar syahdu itu kini terdengar sedikit berbeda dengan tambahan tabuhan drum serta sentuhan bass sebagai melodi dasar.

"Gimana?" tanya Karin seraya menarik kembali ponselnya ketika durasi video telah berakhir. "Gue kemaren enggak sengaja keputer lagu ini, terus pembagian nadanya langsung kebayang. Pas cari-cari di YouTube, nemu referensi cover yang bagus. Kayaknya oke. Tapi, ya, nanya kalian dulu."

Empat kepala di hadapan Karin tampak masih memproses informasi yang baru saja mereka terima. Bayu mengangguk-angguk tanpa mengatakan apa pun. Faldi yang sejak tadi begitu fokus, terlihat penasaran dan beberapa kali mencoba memetik senar bass-nya demi mengenali nada-nada yang baru saja ia dengar. Tino seolah sedang merenung, menimbang sesuatu. Sementara Emin mendadak mengembuskan napas pelan sebelum memegang bahu Tino yang duduk di sebelahnya.

"Kacau vokalis kita, Tin," ujar lelaki itu dengan nada prihatin yang dibuat-buat. "Yang satu gagal move on dari mantan, yang satunya desperate secret admirer."

Faldi tertawa lebih dulu kala Tino baru saja mengeluarkan suara ganjil akibat gelaknya yang tertahan. Bayu mendengkus pendek sementara Karin melotot ke arah Emin.

"Heh, maksudnya apa, tuh?" tanya gadis itu galak. Membuat Emin memamerkan cengiran lebar.

"Tapi gue agak amazed, sih," sahut Tino setelah tawanya reda. "Si Karin awalnya ogah-ogahan join sampe mesti kita bujuk-bujuk dulu, sekarang dia malah keliatan semangat banget." Lelaki itu lalu menepuk bahu Karin. "Bagus, Rin. Pertahankan."

"Si kampret!" omel Karin, menepis tangan Tino dari bahunya. "Gimana menurut kalian? Oke, enggak?"

"Belum tahu oke apa enggaknya kalo belum dicoba, sih," timpal Bayu. "Coba dulu, kali?"

Karin lantas menoleh ke arah rekan duetnya itu dengan tatap aneh. Sejurus kemudian, ia merogoh tas demi mengeluarkan secarik kertas dari sana. Kertas yang kemudian ia angsurkan ke arah Bayu.

"Apa, nih?" Bayu bertanya sambil menerima pemberian Karin. Dibukanya lipatan kertas yang tidak seberapa rapi itu.

"Pembagian lirik," jawab Karin. "Udah gue tandain, part lo, part gue. Yang gue tandain merah itu part harmonisasi. Tapi bagian itu sama pembagian suara satu-dua emang kayaknya harus sambil latihan, sih."

"Gila, kan, Karin tiba-tiba jadi niat banget!" seru Emin. "Lo kesambet apa, Rin? Gila, gila. Gue langsung oke, deh, kalo si Karin udah semangat banget gini."

"Tai!" gelak Faldi dari tempatnya. "Tetep, lah. Kita coba dulu. Kalo enggak enak atau enggak pas, ya, rombak lagi. Cari lagu lain."

"Gue setuju sama Faldi," cetus Bayu. "Ayo, dah, dicoba dulu."

"Yok, yok." Tino bangkit berdiri dengan semangat. "Ayo, stand by di posisi masing-masing."

Lalu dengan satu komando itu, satu per satu mulai berdiri dan menuju tempat masing-masing. Karin merasakan semangat yang menggebu dalam dirinya. Untuk sesaat, ia lupa soal rasa malu atau kemungkinan bahwa Izar akan menonton penampilannya. Gadis itu hanya tahu, ia ingin melakukan yang terbaik di panggung Pesta Seni nanti. Dan ia memercayai rekan-rekan satu timnya ini.

Under the Spotlight✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang