Bab 7 - Taman Belakang

358 21 0
                                    

Juwita mencari Wiliam begitu selesai makan malam. Makan malam kali ini pun selesai lebih larut karena Wiliam yang tak kunjung turun untuk makan. Juwita ingin mencari Wiliam lebih awal sebelumnya, tapi Juwita masih merasa tidak enak hati setelah di bentak tadi.

"Tuan..." panggil Juwita yang mencari Wiliam ke kamarnya. Namun kali ini Wiliam tak ada di kamarnya.

Juwita melangkah ke perpustakaan, ruang gym, ruang game, kolam renang, Wiliam tak ada disana. Juwita mulai panik dan khawatir jika ia tak punya waktu cukup untuk menjelaskan semuanya pada Wiliam. Juwita akhirnya menyalakan ponsel pemberian Wiliam dan membaca pesan-pesan yang belum sempat ia baca.

Juwita tersenyum sumringah melihat tidap pesan yang Wiliam kirimkan padanya. Wiliam terus mencarinya dan menunggu untuk bisa saling berkirim pesan dengan Juwita. Juwita langsung berlari secepat yang ia bisa menuju taman belakang dengan senyum sumringahnya.

"Tuan Wiliam!" seru Juwita sambil berlari menghempiri Wiliam di taman belakang.

Wiliam tersenyum sumringah melihat Juwita berlari ke arahnya. Ini momen yang sudah ia tunggu-tunggu selama ini. Momen yang sangat ia nanti-nantikan. Juwita yang akhirnya berlari ke arahnya dengan senyum sumringahnya.

Wiliam langsung melebarkan tangannya untuk menangkap Juwita dan membawanya dalam pelukannya. Wiliam tersenyum sumringah sama seperti Juwita yang begitu bahagia bisa bertemu berdua dengannya.

"Maaf sudah membentakmu," lirih Wiliam sambil mengecup kening Juwita dengan lembut berulang kali. Juwita juga langsung mengangguk mendengar permintaan maaf dari Wiliam.

"Tuan aku tidak melakukan pelanggaran apapun, aku hanya berkeliling sekolah dan membicarakan sekolahan lamaku bersama Adi dan Rani," jelas Juwita pada Wiliam dengan lembut.

Wiliam mengangguk sambil menatap Juwita dengan pandangan yang hangat.

"Ibuku tau Tuan memberiku ponsel, jadi Ibuku menyitanya," ucap Juwita kembali menjelaskan alasannya tak membalas pesan-pesan dari Wiliam selama ini.

Wiliam tersenyum lalu mengangguk dan menggenggam tangan Juwita membawanya duduk sambil memandangi langit malam di tengah taman, di temani hembusan angin malam yang dingin dan menyegarkan.

"Aku takut untuk merindukanmu Tuan," ucap Juwita sambil menatap wajah Wiliam.

"Aku juga takut tidak bisa menahan rasa rinduku," jawab Wiliam yang masih setia menggenggam tangan Juwita.

Juwita tersenyum dengan pipi yang mulai bersemu. "Jangan, jangan begitu. Tidak baik, sebaiknya jangan di teruskan Tuan," ucap Juwita mengingatkan Wiliam sebelum perasaannya dan perasaan Wiliam semakin tak dapat di kendalikan.

Wiliam kaget dengan ucapan Juwita. Ia yakin sekali Juwita juga menyukainya dan memiliki rasa untuknya, kenapa sekarang tiba-tiba jadi begini?

"A-aku tidak paham, apa maksudmu?" tanya Wiliam kaget dengan ucapan Juwita yang terkesan menolaknya.

"Aku hanya seorang pelayan, aku tidak pantas untukmu. Ikan di laut tak sepantasnya berharap untuk terbang di udara," jelas Juwita sambil mengelus tangan Wiliam dan melepaskannya perlahan.

Wiliam menggeleng pelan, ia tak mau kehilangan Juwita lagi. Wiliam begitu takut dan panik di saat bersamaan mendengar ucapan Juwita yang terkesan seperti sedang mencampakannya.

"T-tapi kenapa? Kamu udah janji, kamu janji akan selalu bersamaku. Kenapa sekarang ingin meninggalkanku? Apa Adi merayumu? Apa yang dia janjikan padamu sampai kamu lebih memilih dia daripada aku hah?!"

Juwita menggeleng pelan. "Tidak ada yang merayuku. Aku hanya mencoba untuk tau diri. Tuan dan Nyonya Besar sudah mengingatkanku dari kemarin, tadi aku juga bertemu dengan Camila. Kurasa dia sangat cantik dan pantas jika bersanding denganmu. Aku mencoba mengerti keadaan."

Wiliam mengeratkan genggamannya dengan Juwita. "Tapi aku tidak menyukai Camila, aku menyukaimu," ucap Wiliam terus terang.

Juwita menggeleng pelan. "Jangan, kita akan sama-sama berada dalam masalah kalau begitu," ucap Juwita.

"Tidak masalah! Aku mau terus bersamamu!" Wiliam berkeras sambil mempererat genggamannya.

Juwita menggeleng pelan. "Jika kita masuk dalam masalah ini, hanya aku dan ibuku yang akan lebur di dalamnya. Tuan seorang pewaris perusahaan keluarga Phillips. Semua orang akan berusaha menyelamatkanmu dan melepaskanku dengan berbagai cara. Hidupku sudah sulit Tuan, aku tidak ingin memperburuk keadaan lagi," ucap Juwita penuh pertimbangan lalu melepaskan genggaman tangan Wiliam.

"No! Juwita, jangan pergi! Kumohon kita bisa terus bersama. Kita bisa merahasiakan semuanya, aku tidak bisa melihatmu pergi dariku dan menjadi milik pria lain. Tidak! Aku tidak bisa! Aku tidak mau!" tolak Wiliam yang sudah langsung di selimuti rasa takut.

"Tuan... semuanya akan buruk dan semakin memburuk ketika orang tuamu mengetahui rahasia kita," Juwita berkeras dan tak ingin mengambil resiko yang terlalu besar dalam hidupnya lagi.

Cukup sekali Juwita berkeras mengajak Wiliam bermain rumah-rumahan dulu, cukup sekali Juwita nekat menemani Wiliam bermain hujan-hujanan dan terusir dari rumah besar yang mempekerjakan ibunya itu. Juwita tak mau mengulang kesalahannya lagi.

"Tidak, kita harus menyembunyikannya lebih rapi lagi. Aku akan menjagamu, kita sudah bukan anak TK lagi, kita bisa terus bersama-sama dan saling menjaga, kita bisa saling menutupi. Kumohon, aku hanya mencintaimu. Aku terus menunggumu dari dulu, ibumu terus mengatakan jika kamu sakit dan akan kembali lagi ketika sudah sembuh. Ibuku juga selalu mencoba mencarikan penggantimu. Tapi aku tetap menginginkanmu! Aku mencintaimu!" paksa Wiliam yang begitu keras kepala.

"Tuan, ini berbeda dari sebelumnya. Kita tidak sedang bermain rumah-rumahan..."

"Apa bedanya? Semuanya terlihat sama bagiku! Aku mencintaimu itu nyata, aku menyukaimu juga nyata! Lagipula dulu saat bermain rumah-rumahan denganmu, aku belum menceraikanmu!" ucap Wiliam keras kepala.

Juwita terdiam mendengar ucapan Wiliam yang begitu keras kepala.

"Kamu punyaku! Masih punyaku! Selamanya punyaku!" Wiliam dengan keras kepala mengklaim kepemilikannya atas Juwita secara sepihak.

Juwita menghela nafas lalu tertawa kecil mendengar ucapan Wiliam. Wiliam masih sama seperti dulu. Wiliam terdiam dengan alis berkerut, heran dengan Juwita yang malah tertawa karena ucapannya yang begitu serius.

"Apanya yang lucu?" tanya Wiliam merasa sedikit tidak nyaman lalu kembali meraih tangan Juwita namun langsung di tampik olehnya.

Juwita menggeleng pelan. "Nona Camila memintaku mengawasimu, apa yang harus ku katakan padanya?" Juwita mengalihkan pembicaraan.

Wiliam terdiam sambil memalingkan wajahnya. "Katakan aku makan malam setelah berenang, lalu berdiam diri di kamar," ucap Wiliam lalu meraih dagu Juwita dan melumat bibirnya yang sudah begitu ia rindukan.

Juwita membelalakkan matanya kaget dengan ciuman Wiliam yang begitu mendadak. Sepontan ia mendorong Wiliam lalu membungkam mulutnya sendiri dan berlari menjauh darinya.

****

Bersambung...

Gundik Rahasia Tuan Muda [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang