Bab 8 - Butik

238 21 0
                                    

Wiliam tak lagi mengirim pesan pada Juwita setelah kejadian di taman belakang. Wiliam diam dan mengabaikan Juwita. Meskipun terlihat jelas dari sorot mata Wiliam jika ia sedang menahan rasa sedihnya. Wiliam juga tak pernah lagi terlihat di taman belakang, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar atau menemani Camila bepergian setelah pulang sekolah.

Wiliam juga selalu diam dan tak banyak bicara. Wiliam adalah orang yang hangat dan ceria, jiwanya begitu bebas dan suka berpetualang. Setidaknya itu yang Juwita kenal sebelum Wiliam jadi seperti sekarang.

"Apa aku boleh mengajak Juwita?" tanya Camila meminta ijin pada Wiliam.

"Kemana? Apa kita saja tidak cukup?" tanya Wiliam yang ingin berdua saja dengan Camila. Usahanya untuk move on sangat terasa bagi Juwita yang mulai di abaikan oleh Wiliam.

Camila tersenyum lalu merangkul mesra lengan Wiliam. "Sesekali aku ingin belanja bersama pelayan di rumahmu juga, aku ingin menyesuaikannya dengan standarku," ucap Camila.

Wiliam menghela nafas lalu menatap Juwita dengan jengah lalu menatap Camila. "Tidak perlu kita yang membuatnya sesuai, pelayan kelas bawah memang seharusnya menyesuaikan diri dengan tuannya jika masih membutuhkan uang," ucap Wiliam cukup ketus menasehati Camila sekaligus menyindir Juwita.

Juwita hanya diam dengan kepala tertunduk tak berani menatap Wiliam maupun Camila.

"Jangan begitu, aku suka Juwita. Aku ingin dia menjadi asistenku, boleh ya!" paksa Camila yang sudah menjadikan Juwita sebagai mata-matanya untuk mengawasi Wiliam.

Wiliam menghela nafas dengan berat lalu mengangguk. "Tapi kalau dia tidak sesuai dengan kriteriamu, kabari aku. Biar aku memecatnya untukmu," ucap Wiliam sambil menangkup pipi Camila dan tersenyum lembut.

Camila langsung mengangguk dan membiarkan Wiliam pergi bersama teman-temannya. Camila menatap Wiliam dengan senyum sumringah dan wajah yang tersipu. Camila suka sikap Wiliam yang sulit di tebak, kadang begitu dingin kadang bisa begitu memanjakannya, dan yang lebih membuat Camila suka dengan Wiliam adalah sikap pemilihnya dan tegas kepada orang-orang yang tak selevel dengannya.

"Ahh...aku jadi semakin tidak sabar untuk menjadi istrinya," ucap Camila sambil menangkup pipinya sendiri. "Aku akan memberikan ciuman terbaikku nanti setelah kita resmi bertunangan," lanjut Camila yang dengan enteng mencurahkan isi hatinya pada Juwita.

Juwita tersenyum canggung mendengar celotehan Camila soal Wiliam. Juwita merasa bersalah sudah jatuh hati pada Wiliam, namun disisi lain ia juga cemburu mendengar tiap keinginan Camila yang akan dengan mudah terwujud. Ditambah juga Wiliam yang semakin sering terang-terangan menunjukkan kemesraannya dengan Camila selama di sekolah.

"Menurutmu bagaimana selera Wiliam? Dia akan suka aku memakai baju apa?" tanya Camila yang selalu mengorek soal kepribadian Wiliam pada Juwita yang makin membuatnya patah hati dan rasanya terus di paksa untuk mengorek lukanya terus menerus.

"A-aku kurang tau Nona, aku tidak berani bertanya soal itu pada Tuan. Tapi kalau soal makanan kesukaannya aku tau," ucap Juwita yang tak rela jika Camila merebut Wiliam seutuhnya.

Camila menghela nafas, ia kesal dengan jawaban Juwita yang tak memuaskannya. Namun ia juga bisa paham karena Juwita hanya seorang pelayan yang baru datang ke rumah Wiliam. Tentu saja ia tidak cukup akrab untuk membicarakan masalah pribadi pada Wiliam ditambah pula Camila juga tak mau jika Wiliam tau kalau Juwita adalah mata-matanya.

"Tuan suka hidangan laut, kadang juga makanan manis, kue sus dengan fla vanila yang banyak di dalamnya..." ucap Juwita dengan mata berkaca-kaca.

Sial Juwita ternyata lebih lemah soal perasaannya. Ia tak bisa menahan tangisnya ketika terus mengingat soal Wiliam dan teringat jika cepat atau lambat ia akan kehilangan Wiliam dan tak dapat di tawar lagi. Kesempatannya untuk bisa bersama dengan Wiliam semakin menipis dan peluangnya semakin menyempit meskipun hanya sekedar untuk mengobrol bersama.

"Hei jangan menangis! Tidak apa-apa jika kamu tidak tau. Aku tidak akan mengadu pada Wiliam," ucap Camila yang kaget melihat airmata Juwita yang sudah mulai mengalir.

Juwita langsung tersenyum sambil mengusap airmatanya. Camila tertawa melihat reaksi Juwita yang begitu berusaha memenuhi segala apa yang ia minta. Juwita ikut tertawa kecil bersama Camila.

"Sudah jangan menangis cengeng sekali kamu ini!" ejek Camila lalu berlalu bersama teman gengnya meninggalkan Juwita di kelas.

"Juwita! Makan yuk!" ajak Rani yang menghampiri Juwita begitu Camila menjauh darinya.

***

Wiliam menatap keluar jendela mobilnya sementara Camila bersandar di bahunya. Wiliam terlihat begitu dingin sementara Camila terlihat bahagia belakangan bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Juwita yang duduk di samping supir beberapa kali melirik Wiliam dan Camila lalu ikut menatap ke jalanan.

"Eh kamu tau ga sih, tadi Juwita nangis loh takut banget kalo kamu pecat. Jangan gitu dong," celetuk Camila seolah sedang berusaha meluluhkan hati Wiliam. "Cengeng banget ya Juwita," ucap Camila.

Wiliam yang semula menatap keluar kini memperhatikan Juwita.

"A-aku hanya masih ingin bekerja saja Nona, aku masih punya adik yang harus di biayai," ucap Juwita agar suasana tidak menjadi canggung sambil menoleh ke arah Wiliam dan Camila.

"Loh kamu punya adik?" tanya Camila kaget. Sebenarnya Wiliam juga kaget, karena tak ingat kapan Susi hamil hingga Juwita bisa punya adik.

"I-iya, ayah sambungku punya anak. Sekarang dia jadi tanggunganku dan ibuku," jawab Juwita sambil tersenyum mengingat adiknya.

"Kemana ayahmu?" tanya Camila penasaran.

"Sudah meninggal, kecelakaan," jawab Juwita lalu menghela nafas dan tersenyum.

Wiliam memalingkan wajahnya berharap dengan itu dapat menghilangkan rasa ibanya pada Juwita. Setelahnya hanya Camila yang terus mengoceh sementara Juwita dan Wiliam sama-sama diam dan hanya menyemak. Sampai akhirnya sampai di butik.

Camila dengan santai memilih pakaian yang ia sukai dan mencobanya seolah butik itu adalah lemari pakaiannya sendiri. Wiliam duduk menunggunya sementara Juwita mengikutinya sambil membantu Camila membawakan barang-barangnya. Sesekali Wiliam menyentuh pakaian yang ada di butik secara iseng, sebatas agar ia tidak bosan saja. Dan tiap kali Wiliam menyentuh suatu pakaian Camila akan langsung mencobanya dan memborong semuanya.

"Juwita boleh ambil satu kalau mau," tawar Camila yang berbaik hati pada Juwita.

Juwita kaget dengan tawaran Camila yang begitu baik padanya.

"Jangan mentraktirnya, dia pelayan di rumahku," ucap Wiliam melarang Camila.

"Tidak masalah, anggap saja itu upah dariku," ucap Camila santai. "Pilihlah!" perintah Camila.

Juwita bingung harus memilih yang mana, semua pakaian disini bagus dan mahal. Harganya saja setara dengan gaji ibunya sebulan. Camila juga tampak memaksanya.

"I-ini Nona, apa boleh?" tanya Juwita yang datang sambil membawa sebuah gaun panjang bermotif bunga-bunga kecil dengan potongan dada rendah dan berlengan sabrina.

Camila mengangguk lalu tersenyum. Ia begitu bangga memiliki selera fashion yang jauh lebih baik dari Juwita.

"Kamu punya pacar?" tanya Camila sebelum membayar semua belanjaannya.

Juwita kaget dengan pertanyaan Camila. Ia terdiam cukup lama, rasanya dari semua pertanyaan yang ada, pertanyaan ini yang paling menyeramkan bagi Juwita. Jika menjawab sudah pasti Wiliam marah, jika di jawab tidak Juwita takut Camila curiga padanya.

"P-pacar tidak punya Nona, tapi kalau orang yang ku sukai ada. Tapi aku takut karena aturan di rumah Tuanku tidak mengijinkannya," ucap Juwita sambil tersenyum canggung dan menerima semua belanjaan sambil berjalan ke mobil.

"Siapa? Adi ya?" tebak Camila kepo.

Juwita menatap Wiliam yang mentatapnya tajam. Juwita menggeleng pelan lalu tersenyum.

"Temanku waktu kecil," jawab Juwita penuh arti yang tak dapat di tafsirkan Camila.

****

Bersambung...

Gundik Rahasia Tuan Muda [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang