Sudah hampir dua minggu Rose dikurung di dalam kamar putih ini, tidak boleh keluar sama sekali. Hari-hari Rose dilalui dengan menatap ke luar dari jendela lantai dua ke pekarangan rumah Jaehyun.
Rose sudah merasa begitu muak dan frustrasi karena bosan. Setelah memaksakan kehendaknya malam itu, Jaehyun tidak pernah mengunjungi Rose lagi.Mungkin dia sedang bersenang-senang dengan kekasih barunya. Rose mencibir, mencoba mengabaikan perasaan seperti tercubit di dadanya. Tetapi kalau memang benar begitu, kenapa Jaehyun tidak melepaskannya?
Apakah karena lelaki itu tahu bahwa Rose berniat membunuhnya, jadi dia menawan Rose di sini karena menganggap Rose ancaman yang berbahaya? Kalau begitu kenapa Jaehyun tidak membunuhnya sekalian?Beberapa lama terpaku di jendela, Rose menyadari bahwa ada kesibukan yang tidak biasa di luar sana. Beberapa mobil tampak lalu lalang keluar masuk rumah Jaehyun yang biasanya lengang. Sehari-hari pemandangan yang didapat Rose hanyalah pemandangan pengawal-pengawal Jaehyun dan beberapa pelayan yang lewat di halaman depan rumah.
Kali ini Rose melihat ada mobil bunga dan mobil katering. Apakah Jaehyun akan mengadakan pesta? Kalau iya, mungkin saja kesempatan Rose untuk melarikan diri bisa muncul kembali.
Sedang larut dalam lamunannya, tiba-tiba pintu kamar putih membuka. Rose bahkan tidak menolehkan kepalanya sedikitpun. Karena yang masuk ke kamar ini selalu hanya Johnny yang mengantarkan makanan, dan pelayan yang membersihkan ruangan dan membawakan pakaian ganti untuknya – tentu saja di bawah pengawasan Johnny.
Rose tidak pernah berinteraksi dengan Johnny lagi setelah kejadian kemarin, dan sepertinya lelaki itu juga tidak berniat untuk mengajaknya berbicara. Lagipula rasa bersalah yang ditanggung Rose terlalu besar. Karena dialah Johnny dihajar oleh Jaehyun, bekas-bekas hajaran itu masih ada dari memarmemar di wajah Johnny dan hidungnya yang patah.
Setiap melihat Johnny, Rose disergap perasaan ngeri dan rasa bersalah yang luar biasa. Jaehyun mengancam akan membunuh siapapun yang lengah dan membiarkan Rose lolos. Apakah sepadan mengorbankan satu nyawa demi meloloskan diri?
Rose memang tidak kenal dengan Johnny, tetapi kalau mendapatkan kebebasan dengan mengorbankan nyawa orang lain, tetap saja terasa tidak benar baginya
“Rose...”
Itu suara Jaehyun. Rose terlonjak saking kagetnya. Dia menolehkan kepalanya, dan Jaehyun-lah yang berdiri di tengah ruangan, lelaki itu tadi sepertinya terdiam, mengamati Rose yang sedang melamun sambil memandang Rose yang sedang menatap ke luar jendela.
Otomatis Rose mengepalkan tangannya, reaksi impulsifnya ketika menyadari aura Jaehyun yang berkuasa memenuhi ruangan. Jaehyun melirik tangan Rose yang terkepal, dan senyum sinis muncul di bibirnya. Lelaki itu menolehkan kepalanya ke belakang dan Rose baru menyadari ada orang lain di belakang Jaehyun, seorang laki-laki berbadan kecil dan sedikit gemulai.
“Ini Theo” gumam Jaehyun tenang, “Dia akan mempersiapkanmu untuk nanti malam” Setelah berkata begitu, Jaehyun melangkah mundur, membalikkan tubuhnya dan meninggalkan kamar itu.
Mempersiapkannya untuk apa?
***
“Kau sebenarnya cantik sekali Nona, hanya saja kau tidak pandai berdandan” Theo bergumam dengan suara gemulainya, memoles wajah Rose yang masih memejamkan matanya di depan cermin.
Sementara Rose masih memejamkan matanya, diam karena didandani oleh Theo. Kalau Jaehyun menyuruhnya didandani, maka dia pasti akan diperbolehkan untuk turun ke pesta yang diadakan Jaehyun. Hal itu berarti ada kesempatan baginya untuk melarikan diri dari rumah ini.
“Nah sudah selesai, coba buka matamu” gumam Theo. Ada nada puas dalam suaranya, Rose membuka matanya pelan-pelan karena bulu mata palsu terasa memberati matanya. Dan dia terpana menatap sosok yang balas menatapnya di depan cermin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep With The Devil
RomanceRemake from 'Sleep With The Devil' by Santhy Agatha