Bonus 2. Broken Head

8 2 0
                                    

HAUS menyerang tenggorokan Via di tengah malam. Dengan sempoyongan, gadis itu berjalan menuju dapur untuk mengambil air mineral. Via menenggaknya dengan rakus, membuatnya menjadi lebih sadar.

Via kemudian membuka kulkas, mencari kue-kue yang tersisa. Ya. Perut Via lapar begitu saja. Ada tiramisu cake buatan Bagas. Semringah menghiasi wajah anak pemilik rumah.

"Hmmm, enak banget, sih!" gumam Via sambil menikmati kue manis itu.

Namun, dirinya mulai mendengar sesuatu. Seperti suara dedaunan yang asalnya dari luar dapur. Via mendekat, dan membuka korden. Mungkinkah ada anggota keluarga yang terbangun?

Sebuah bayangan cepat melewati rumahnya. Via segera menutup korden dan berlari ke kamar kakaknya, bahkan bersembunyi di balik selimut.

"Woi! Kaget asem! Kirain Kunti. Ngapain di sini?"

"Kak, kayaknya ada Kunti beneran di luar." Via menggigil.

"Boong. Gak ada yang namanya hantu."

"Ih, beneran! Tadi liat bayangan lewat di dapur."

"Makanya, jangan makan malem-malem. Tuh makanan punya Kunti, kamu embat juga, sih."

Via mendengkus. "Gak percayaan. Kalau didatengin baru tau rasa!"

Via yang kesal akhirnya memilih kembali ke kamarnya. Rasa takutnya sirna begitu saja setelah berbincang dengan kakaknya sebentar. Namun, ia harap tidak ada apa-apa di luar sana.

(⁠ ⁠≧⁠Д⁠≦⁠)

"Via, kamu berangkat sama Danu."

Wajah seorang lelaki paruh baya tampak muram. Via yang baru mau sarapan keheranan melihat ayahnya yang tidak seperti biasanya.

"Kayaknya bener ada Kunti," komentar si cowok jangkung, Danu.

"Maksudnya?"

"Mobil sedan kita remnya blong. Padahal Pak Supir udah ngecek kemaren nggak ada masalah."

Via mendelik dan cepat-cepat mendekat. "Jadi bener ada Kunti semalem?"

"Kalian ini jangan percaya hal seperti itu," dengkus sang ayah. "Sepertinya seseorang nggak suka dengan keluarga kita."

"Memang siapa?"

"Heh," kata Danu, "kita bukan polisi. Udahlah, nanti lapor polisi aja, kan, Pa?"

"Biar Papa aja yang lapor. Kalian hati-hati aja di luar sana."

"Siap, Pak Komandan!" Danu memberi hormat, lalu ke meja makan. Perutnya sudah keroncongan sedari tadi. Sedangkan Via memikirkan hal ini. Jika bukan Kunti, mungkinkah itu penjahat yang semalam?

Via makin bergidik memikirkannya. Sudahlah. Toh, nanti akan diurus polisi, bukan?

Di sekolah, Via menceritakan hal ini pada dua sahabatnya. Tidak lupa telepon sang pacar. Mendengar Bagas tampak khawatir, sedikit membuat Via senang. Bagas masih perhatian padanya!

Saat pulang sekolah, Via dikagetkan dengan kehadiran sang pacar di luar gerbang. Masalahnya, bukan hanya ada Bagas, tetapi juga dua lelaki dewasa di belakangnya.

"Siapa, Kak?"

"Oh, kenalin." Bagas memperkenalkan pria bertubuh kekar dengan wajah lebih tua dan pria lebih muda, kurus tinggi. "Dia Pak David dan Pak Rain. Pengawal yang akan jagain kamu sekaligus anter jemput kamu."

"Buat aku?"

Bagas menyengguk. "Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu."

Tiba-tiba Via mendengar suara suitan dari orang-orang di sekitarnya. Membuatnya malu dan berkata lirih. "Enggak usah lebai gitu, sih, Kak."

"Aku nggak lebai," elak Bagas, "keselamatanmu lebih penting."

Via senang mendengarnya. Lantas, Bagas mengajaknya pulang.

Selama beberapa hari, Via terus dikawal ke mana-mana membuatnya makin tidak nyaman. Hingga akhirnya, gadis itu meminta Bagas untuk mengakhiri kontrak pengawal. Karena sejauh ini, Via tak merasa ada hal yang aneh lagi. Mungkin saja hanya penjahat amatiran, kan?

Sebenarnya Bagas masih khawatir. Namun, ia juga tidak mau kekasihnya terus tidak merasa nyaman. Sebagai gantinya, Bagas akan sering-sering berada di samping kekasihnya.

(⁠ ⁠≧⁠Д⁠≦⁠)

Hari itu, Bagas dan Via pergi ke Shining Cafe. Kafe baru yang ada di kompleksnya, dan banyak barista tampan di dalamnya. Bagas berdeham kencang.

"Memangnya aku masih kurang cukup?" Bagas mendekatkan wajahnya ke wajah Via.

"Kurang," kata Via ingin menggoda kekasihnya.

Bagas kembali menegak. "Apa aku harus kembali ke masa lalu biar kamu nggak nemu kafe ini?"

"Cemburu, Kak?"

Bagas tak menyahut. Tatapannya mengarah mengamati para barista di sana. Memang kebanyakan lebih tampan dan lebih muda! Bagas yakin, kerutan di wajahnya pasti lebih banyak. Dia bisa kembali ke masa lalu, mengulang waktu, tetapi tidak dengan tubuhnya. Mengapa tubuhnya tidak bisa kembali muda, sih?

Via terkekeh, lalu meraih tangan Bagas. "Seganteng apa pun mereka, tetep cuma kamu yang ada di hatiku, Kak."

Bagas menoleh. "Biarpun aku makin tua?"

Via merapatkan bibir, dan gerakan bola matanya ke mana-mana.

"Kamu ragu?"

Tawa Via meledak. "Enggaklah, Kak. Aku cuma godain kamu aja."

Bagas tersenyum. "Ati-ati aja nanti aku akan lebih menggodamu lagi."

Keduanya pun saling bercengkerama dan menghabiskan sore hari di kafe. Langit pun mulai petang. Mereka beranjak dari kafe. Namun, ponsel Bagas ketinggalan.

"Ah, kamu tunggu di sini bentar. Aku ambil hp."

Bagas masuk kembali ke kafe. Sementara Via asyik bermain ponsel sambil menunggu kekasihnya. Mulutnya yang kering, membuatnya mengambil sebungkus permen di kantong. Via kemudian membuang bungkus itu di tong sampah, yang ia temukan di sebelah gang kafe yang kecil dan gelap.

Tiba-tiba saja seseorang mencekal tangan Via. Orang itu menariknya, lebih memasuki gang. Via berusaha melepaskan diri bahkan tak peduli ponselnya terjatuh. Sekilas, gadis itu dapat melihat potongan rambut dan jaket cokelat yang mirip dengan pelaku tabrak lari tempo hari. Panik pun kian merambati jiwa Via.

"Lepasin! Toloong!" Via berusaha berteriak, tetapi justru dibekap oleh orang itu.

"Bocah sialan! Gara-gara kamu aku jadi buron!"

Via terus meronta-ronta. Berteriak, meski suaranya teredam. Bulir bening menetes begitu saja dari ujung kelopak matanya. Berdoa dalam hati agar ia terselamatkan.

"Lepasin, Brengs*k!"

Bagas datang dan berusaha melepaskan tangan penjahat dari Via. Tangan itu berhasil terlepas. Kini Bagas menghajar cowok tak dikenal itu.

Via menutup mulutnya. Rasa takut, panik dan bingung menjadi satu. Gadis itu bahkan menyesal mengapa dirinya meminta mengakhiri kontrak para pengawal. Jika ada mereka, Bagas tak akan begini, bukan?

Tak ingin kekasihnya terluka, Via berinisiatif untuk memanggil orang-orang kafe. Namun, langkahnya terhenti tatkala melihat Bagas dan orang itu menabrak tumpukan kayu yang menjulang di gang itu. Tentu saja, beberapa kayu paling atas mulai roboh.

Bukannya melangkah menuju kafe, Via mengubah haluan. Lari begitu saja dan mendorong Bagas hingga ke pinggir. Akibatnya, justru Via yang tertimpa kayu!

"VIAAA!"

꒰⁠⑅⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠꒱⁠˖⁠♡

Next part ~>

Dipublikasikan 18 Mei 2023

[Cerpen] Penjelajah Hati✓ (Tamat)🌹Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang