Tidak kami sangka TKP benar-benar masih utuh. Mungkin detektif yang menanganinya memutuskan untuk tidak memindahkan apapun dari TKP hingga bantuan polisi atau hasil forensik datang.
"Jadi... kita mulai dari mana?" Tanya Peter.
"Mulai dari pernyataan bahwa kau tidak akan merusak TKP lagi." Jawab Gerald.
Aku memperhatikan sekeliling lagi. Banyak yang aneh dari rumah ini. Sepertinya ayah benar soal "peneliti gila". Siapapun dia kami akan mencoba mencari tahu penyebab kematiannya.
"Mari selusuri--" aku baru sadar kalau mereka sedang memperdebatkan hal yang tidak penting.
"Apa maksudmu merusak TKP?"
"Jelas saja. Untung saja forensik masih mempunya tali untuk mencekik itu. Kalau tidak--"
"Bisakah kalian berhenti. Ini sungguh kekanak-kanak kan" Hardikku. Mereka akhirnya mengikuti langkahku menuju kamar. Tempat George Palar menghakhiri hidupnya.
"Hei, Geovani, boleh aku meminta surat yang ditinggalkan itu?" Tanya Gerald.
Aku ikut melihatnya saat Geovani membuka map berkas.
Dia akan datang ke rumah, lalu pergi berkelana keliling dunia. Jangan coba cari, kau tidak akan bertahan.
P. S: Sepatuku kena semacam ranting. Ini terlihat kotor, lihat ini!
Lalu dia menempelkan foto sepatunya.
"Satu-satunya yang bisa aku simpulkan adalah dia bunuh diri" Komentar Peter.
"Atau mungkin dia telah mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh?" Kami semua memindahkan pandangan ke Gerald. Dia ada benarnya.
Aku mengambil surat yang dilapis plastik itu. Dan membaliknya.
"Kenapa ada noda darah dibaliknya?" Tanyaku saat membalik kertas itu.
"Jika benar bunuh diri, Mungkin dia ingin membuat semacam teka-teki?" Geovani memberikan pendapat nya.
"Dimana surat ini didapat?" Tanya Gerald lalu mengambil kertas itu dari tanganku.
"Di nakas. Diletakkan di bawah lampu tidur kuno" jawab Peter menunjuk nakas yang dia maksud.
Aku mencoba mencari sesuatu dari berkas-berkas yang di bawa Geovani tapi tidak satupun menunjukan hal yang menarik. Kecuali usahanya untuk menciptakan manusia sempurna. Tapi itupun diikuti dengan hasil pemeriksaan gangguan kejiwaan.
"Aku menemukan sesuatu." Kata Gerald kemudian.
"Benar kata Geovani. Ini semacam teka-teki. Kalau aku tidak salah, noda darah ini ditujukan pada huruf dibaliknya. Sepertinya dia berharap darah akan membedakan huruf-huruf ini dengan yang lainnya. Tetapi ternyata kertas ini terlalu tebal untuk ditembus darah." Lanjut Gerald.
"Lalu apa yang kau dapat?" Tanyaku langsung.
Gerald menatapku senang seolah itulah yang dia ingin seseorang menanyakannya. "D.A.R.E.N" dan "S.U.K.S.I.N.I.L.K.O.L.I.N"
"Siapa Daren?"
"Apa itu suksinilkolin?" Aku dan Gerald mengucapkannya bersamaan.
Peter tersenyum jail lalu menjawab pertanyaanku, "Anak satu-satunya." Lalu dia melihat ke arah Gerald "tapi aku tidak tahu apa itu suksinilkolin."
"Semacam pereda sakit. Tapi jika dalam dosis yang banyak, mematikan. Keuntungannya adalah tidak mudah diidentifikasi forensik karena dianggap wajar." jelasku membuat mereka ternganga.
"Wow. Kau tahu semua itu dari?" Tanya Peter.
"Kau tidak pernah menonton Medical Detective? " Tanyaku kembali.
"Well, itu tidak penting. Yang terpenting adalah kita akan memberitahu tuan Thompson." Potong Gerald lalu menelpon Mr. Thompson. Detektif senior yang bekerja sama dengan kami.
Sepertinya ini kasus paling seru yang pernah aku kerjakan.
Dia akan datang ke rumah, lalu pergi berkelana keliling dunia. Jangan coba cari, kau tidak akan bertahan.
P. S: Sepatuku kena semacam ranting. Ini terlihat kotor, lihat ini!
***
Ponselku tiba-tiba saja berdering. Aku mengambil jam yang ada di nakas. Pukul tujuh. Aku sudah tertidur cukup lama.
Tidak lama aku sadar bahwa dering ponselku bukan dering alarm. Tapi telepon.
Aku menghidupkan lampu kamar dan mencoba menyesuaikan mataku dengan cahaya.
"Hallo?" Sapaku karena ponselku menunjukan nomer yang tidak ku kenal.
"Hai, ini aku Gerald" jawab suara berat dibalik telepon.
"Ya?" Tanyaku.
"Hanya ingin memberi tahumu beberapa yang kau lewatkan. Detektif Thompson menghubungi setelah dia menemukan bahwa ada beberapa yang benar di surat itu. Maksudku, petunjuk lainnya" dia lalu berhenti. Sepertinya untuk memastikan aku masih di ujing telepon.
"Ya, lanjutkan"
"Daren, anaknya memang suka pergi ke berbagai negara di dunia. Selain itu, hasil pemeriksaan gangguan kejiwaan itu juga dipalsukan olehnya, begitu juga isu bahwa dia ingin menciptakan manusia sempurna. Dia mengakui semuanya saat interogasi"
"Apa motifnya?"
"Dia memiliki gaya hidup yang materialistis. Dia membutuhkan banyak uang untuk memenuhi gaya hidupnya yang terus menerus keliling dunia. Semenjak George berhenti meneliti dan mulai menulis buku, uang yang di dapatnya berkurang. Oleh karena itu dia berpikir untuk membunuh George dengan mengharapkan asuransi yang pastinya sangat banyak." Aku yakin mulutku menganga dengan penjelasan sebanyak itu.
"Wow. Rasanya seperti tidak nyata bukan? Ini seperti cerita fiksi yang sering aku baca. Aku tidak percaya kasusnya seperti ini. Tapi jujur saja kalau aku boleh bilang, Daren pintar sekali memilih suksinilkolin." Komentarku.
"Entahlah, mungkin dia juga menonton Medical Detective" Kemudian kami sama-sama tertawa.
"Heiii, aku serius" Kataku sementara dia masih tertawa. Aku membaringkan tubuhku di tempat tidur lagi.
"Oke oke, Daren adalah dokter."
"Dan semuanya jadi masuk akal. Omong-omong, terima kasih telah membacakan cerita sebelum tidur."
"Dengan senang hati, nona." Aku yakin dia mengatakannya dengan senyum lebar.
"Kalau begitu, sampai ketemu besok." Tutupku.
"Ya, sampai ketemu besok."
A/N: Lanjut?
Lanjut ke Abandoned dulu deh. Ceritanya mirip-mirip cuma tokohnya cowok. Cari aja di profil oke? Karena bakal ada kaitanya sama cerita ini entar. Bye *flying kiss*P.s: Tengkyu vomentsnya♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Crack It!
Teen FictionApa yang terjadi saat Lizz Sterling , Gerald Wagner, Peter Lawrence, dan Geovani Whitman bertemu dengan cara yang tidak disengaja untuk memecahkan kasus-kasus? Add this story to your library for the answer!