Breathe. Aku tetap meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Hari pertama sekolah.
Lizz, June 12nd 2014Aku menutup buku harianku
Mom menghentikan mobilnya di depan gerbang sekolah baruku. Tak buruk. Bisa dibilang hampir sama dengan sekolah lamaku. Berdinding merah maroon. Hanya terlihat sedikit lebih kuno saja. Aku menyandang tasku, mencium mom dan berkata, "Bye mom" lalu menutup pintu mobil.
Aku memperhatikan murid-murid di sini. Ternyata tak jauh berbeda. Ada pembuli, ada nerd, anak-anak populer, dan anak orang kaya. Aku melangkahkan kakiku menuju loker. Ini lokerku yang sudah diberi tahu oleh salah satu guru kemarin. Sudah ada namaku. Aku memutar kuncinya. Mengambil buku sastra. Kelas pertamaku hari ini.
"Kau, anak baru?", tanya seorang gadis yang lokernya ada di sebelahku.
"Ya. Ya benar", jawabku acuh tak acuh.
"Geovani. Namaku", gadis keren berambut kepang ini ternsenyum padaku setelah menutup lokernya.
"Oh. Aku Lizz. Sampai bertemu lagi. Aku akan ke kelas sekarang", jawabku.
Aku lalu berjalan tanpa menunggu jawabannya. Aku ingin melihat-lihat sekolah ini sebentar sendirian. Langkahku terhenti pada mading sekolah.
Join us in Drama Class!
Sstt!! Dare to break a case? Come to D.O.S. Club to join the elite club.
Sing for happiness. So what r u waiting for? Join us in Singing Club soon!
Dan lain-lain.
Club? Ya aku tertarik. D.O.S. Club yang paling menarik perhatianku tentu saja. Walau aku yakin aku lebih berpengalaman karena sering turun langsung ke lapangan. Yah, setidaknya untuk mengetahui seberapa kemampuan mereka.
Oh. Aku hampir lupa. Aku melihat jam tanganku. Lima menit lagi kelas sastraku dimulai dan aku harus berada di sana secepatnya. Aku mengeluarkan peta kelas dari kantung celana jeansku. Dari sini aku hanya perlu lurus menyusuri lorong dan belok kiri di lorong kedua.
Ini dia kelas sastra. Aku sendiri bingung untuk apa memilih kelas sastra. Aku hanya memilihnya karena terlihat menarik.
Aku memasuki kelas yang di isi oleh kurang lebih limabelas orang ini. Mengambil tempat di tengah. Agar aku aman jika ada monster yang masuk. Tinggal menyusup dari kerumunan. Ok itu pemikiran yang aneh.
Aku mulai memperhatikan orang-orang di sini. Yah, tidak banyak berbeda juga. Ini pasti kelas yang diincar murid-murid pecinta seni sastra.
Seorang cowok berambut gelap dan alis tebal yang memakai hoodie tiba-tiba masuk dengan headphone yang menempel di telinganya. Buat apa dia memilih kelas sastra? Maksudku, semua yang ada di sini penampilannya agak kuno --kecuali aku tentu saja--.
Dia mengambil tempat di depanku.
Guru sastra, yang agak tua berpenampilan kuno dengan jas dan kacamata yang mempunyai rantai memasuki kelas. Cocok sekali.
"Pagi semua", dia mengedarkan pandangan ke seisi kelas setelah meletakkan buku tebal di meja. Pandangannya terhenti padaku.
"Ternyata ada murid baru di kelas ini,", dia lalu melihat daftar nama murid "Ms. Sterling?", lanjutnya lalu melihat kepadaku kembali.
Aku mengangguk sopan untuk menjawab.
"Baiklah. Mari kita mulai dengan pertanyaan seputar puisi yang sudah kita bahas kemarin", buka Mr.... siapa?
"Ada yang tahu apa yang dimaksud Georgia dengan separuh terbuka?" Lanjutnya.
Cowok di depanku lalu mengangkat tangan.
"Ya, Mr. Wagner?", tanya guru itu lagi. Ternyata nama belakang cowok ini Wagner. Apa nama depannya?
"Dia masih belum yakin kasus itu sudah selesai", jawab -Siapa- Wagner.
"Ya, benar sekali. Yang dimaksud adalah kasusnya. Lalu mari kita lanjutkan dengan membahas----"
-Crack It Jn1214-
Sekolah berakhir dan aku bahkan hanya bersama dalam kelas yang sama dengan -siapa- Wagner pada kelas sastra.
Ini saatnya club-club dimulai. Aku mencari ruang club D. O. S. Ternyata ruang club ada di gedung sebelah. Aku menyebrang melalui penghubung gedung. Dan aku melihat -siapa- Wagner berjalan di depanku. Tetap dengan headphonenya. Dia berbelok ke arah yang sama dengan arah club D. O. S. apa jangan-jangan...
Ya, terjawab sudah. Dia memasuki club yang sama. Aku memasuki ruangan itu tepat setelah dia memasukinya.
Ternyata lumayan banyak yang tergabung di club ini.
"Permisi.. aku ingin mendaftar", kataku saat di depan pintu.
"Masuklah", ujar seorang gadis berkacamata dengan ramah.
Aku memasuki ruangan ini dan ini sangat keren. Foto-foto orang banyak terpajang. Sebuah peta besar terpajang di sebelahnya. Di dinding yang dilapisi kaca, terdapat potongan-potongan lusuh koran. Sementara anggota club sedang sibuk seperti mencari data orang.
"Siapa namamu?", tanya gadis itu.
"Lizz. Lizz Sterling", jawabku. Oh, aku menemukan cowok tadi sedang sibuk mengamati peta.
"Ok. Duduklah sebentar. Kami akan mencari data tentangmu", kata gadis itu mempersilahkanku duduk di bench.
Tak lama gadis itu pergi menuju seorang cowok yang sibuk dengan komputernya. Tak seberapa lama, sebuah kertas tercetak. Secepat itukah mereka melacak orang?
Gadis itu kembali menghampiriku dan membaca kertas cetakan tadi.
"Lizz Sterling, namamu waktu kecil adalah Alicia Sterling. Kau berpindah rumah sekitar 20 kali. Kini kau tinggal di st. Holmes. Ibumu, Linda Sterling berasal dari Colorado dan ayahmu, William Sterling berasal dari Canada. Kau telah memecahkan kurang lebih 6 kasus. Menyangkut penculikan, perampokan, dan pembunuhan. Benar begitu, Ms. Sterling?", jelasnya panjang lebar.
Bagaimana dia tahu? Bukankah semua itu sengaja aku rahasiakan? Semua orang tahu yang menyelesaikannya adalah Mr. Drew. Kepala kepolisisan yang bersahabat denganku. Selain itu, tentang namaku waktu kecil...
"Bagaimana kau tahu? Bukankah itu sudah aku rahasiakan---", bisikku khawatir.
"Tenang saja. Hanya anggota kami yang mengetahuinya. Dan, oh ya. Kami tidak perlu meragukanmu lagi. Kau diterima, selamat", katanya lalu menyodorkan kartu keanggotaan. Kapan kartu ini dibuat?
"Oh ya, Lizz. Kami mempunyai sebuah kasus. Apa kau bisa membantu?", tanyanya.
"Tentu saja", jawabku.
Multimedia picture: Mr. -siapa- Wagner
KAMU SEDANG MEMBACA
Crack It!
Teen FictionApa yang terjadi saat Lizz Sterling , Gerald Wagner, Peter Lawrence, dan Geovani Whitman bertemu dengan cara yang tidak disengaja untuk memecahkan kasus-kasus? Add this story to your library for the answer!