4. Soal Restu

303 48 0
                                    

Minggu sore, Giana kembali ada di kediaman keluarga Wiyasa. Kali ini menemani Bunda memupuk dan menyiram tanaman hias milik Bunda.

Benar-benar menemani, perihal membantu, Giana hanya bantu bawa karung pupuk ukuran 2 kilo dari pojok taman dibawa mendekat pada Bunda yang hobi berpindah-pindah sesuai tanaman yang akan dirawat.

"MBAK GI, MAU MIXUE NGGAK?"

Bunda mendengus.

"AYU!" setelahnya terdengar langkah terburu dari dalam rumah.

"Kenapa Bun?" kepala Ayu muncul dari sela pintu.

"Sopan nawarin Mbak Gi teriak-teriak kayak gitu?"

Ayu melipat bibir. Lupa jika Bundanya yang menjunjung tata krama itu berada di dekat Giana yang menurutnya chill to the bone kepada dirinya.

"Hehe, Mbak Gi mau mixue? Ayu mau keluar sama Mas Adi sekalian disuru Papa."

"Boleh Yu, yang original ya."

"Pamit Bun, Mbak!"

Setelahnya Ayu menghilang dari pandangan. Bunda kembali mengaduk pupuk ditemani Giana yang duduk diatas tanah samping Bunda.

"Kamu jadi Gi ke Kuala Lumpur sama Mas minggu depan?"

"Udah beli tiketnya Bun."

Kemudian Bunda terdiam, napasnya kemudian berat. Giana mengerutkan dahi bingung. Matanya mencari mata Bunda yang kini menunduk tertutup topi kebun.

Setelahnya Bunda melepas sarung tangan dan mengelap air mata di wajahnya.

"Bunda enggak apa-apa?"

Bunda menggeleng, menarik napas panjang sebelum tersenyum ke arah Giana yang kebingungan.

"Bunda terharu aja, kamu beneran jadi anak Bunda."

Giana tertawa pelan. "Giana nggak sama Mas Adi-pun tetep jadi anak Bunda."

"tapi kan harapan Bunda kesampaian. Si Adi lama banget sadar-nya. Ada kamu di depan mata masih aja kenalin Bunda sama ini itu."

Giana tertawa pelan. "Wah doa Bunda ya?"

Kedua perempuan beda generasi itu tertawa.

"Titip Adi ya, Gi. Bunda percaya sama kamu."

Giana menunduk, sedikit haru. "Iya, Bunda."

"Kamu tahu kan manjanya dia kalau lagi sakit, demam sedikit udah ngerengek kayak bayi."

Giana mengangguk.

"Adi itu kalau lagi gak enak hatinya, suka uring-uringan, Ditanya kenapa? Enggak apa-apa terus."

"Iya Bunda."

"tapi Adi bukan anak yang kasar kok, Gi. Dia enggak pernah berani marah sama Bunda atau sama adik perempuannya."

"Iya, Bun."

"Adi memang agak kaku, tapi dia selalu nunjukin rasa sayangnya dengan caranya, dan Bunda yakin dia juga sayang sama kamu."

"Ciye, ngomongin Mas ya?"

Baik Bunda dan Giana menengok ke arah Adi yang kini berdiri tak jauh di belakang mereka.

"Katanya pergi kamu Mas?" Bunda mengernyitkan dahi.

"Si Ayu doang jadinya, Mas disuruh Papa ngolong mobil, baru beres."

Adi melangkah mendekat, ikut duduk di samping Giana.

"Ngomongin aku ya?" Adi tersenyum menggoda.

"Ge'er!" Giana menyahut sedikit meledek Adi. Bukan kesal, ekspresi Giana dengan bibir yang tanpa disadari sedikit mengerucut nampak menggemaskan di matanya.

5 Langkah Dari Rumah | MarkSelle ver [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang