Giana menghembuskan napasnya. Sore ini, Ia kembali menjadi ayam penyet yang diimpit ratusan manusia di gerbong kereta. Tidak ada celah, bergerak saja rasanya susah.
Ia mendesah kala langit yang memang gelap itu kini menurunkan hujan lebat disertai petir. Ia akan kerepotan mendapat ojek online jika begini keadaannya.
Dengan gerak terbatas, Giana mengambil ponsel di tas tangannya, membuka chat room dengan Ayu.
Yu, di rumah enggak? Jemput stasiun dong.
Ayu
Aku masih di kampus Mbak, kejebak macet.Oh, yaudah deh. Makasi Yu.
Lagi, Giana menghela napas. Tahu kondisinya akan begini, Ia mungkin memilih kata hati untuk membawa mobil hari ini ke tempat kerja. Masalahnya, akan boros di bensin. Nanti dia keteteran dengan penghasilan dan pengeluarannya jika sering menggunakan mobil. KRL itu murah meriah, minusnya jadi ayam penyet saja.
Ponsel yang masih di genggaman bergetar. Ayu kembali mengirimnya pesan.
Ayu
Mas Adi lagi cuti Mbak. Dijemput Mas Adi ya, dia otw.Kok cuti?
Ayu
Sakit katanyaLoh Gapapa jemput aku?
Ayu
Sakitnya belum pengen meninggal katanya Mbak, masih bisa kalo jemput calon istri.Ngawur!
Ayu
Mas Adi yang bilang. WkwkwkIni sudah 2 minggu setelah Adi mengajaknya untuk menikah.
Apa intensitas Chat-nya dengan Adi bertambah? Jawabannya tidak. Adi tidak terlihat sedikit pun berusaha mendekatinya seperti yang seharusnya -setahu Giana- . Chat Room mereka hanya berisi
Gi, dipanggil Bunda
Gi, nitip ketoprak
Gi, mau martabak?
dan itu bukanlah kalimat pendekatan karena mereka sudah melaluinya berpuluh tahun lebih bahkan saat Adi sudah berganti 5 pasangan dalam kurun waktu itu.
Kereta yang ditumpanginya tiba di stasiun tujuan. Sempat berdesakkan, Giana akhirnya berhasil keluar dari gerbong penuh manusia itu. Keluarnya Giana dengan beberapa orang lain tidak mengurangi desakkan di dalam gerbong, bahkan bertambah. Stasiun tujuan Giana memang bukan stasiun akhir, masih ada beberapa stasiun lagi sampai kereta itu sampai di tujuan akhir.
Hujan masih turun, bahkan semakin deras. Giana sudah keluar wilayah stasiun. Matanya memindai lahan parkir, mencari eksistensi mobil Adi yang sudah dihafal olehnya.
"Yuk!"
Tubuh Giana menyentak, disamping-Nya ada Adi dengan kaos oblong hitam dan celana kargo selutut.
"Ngagetin aja!" Giana menggerutu.
"Aku udah dadah dadah tau! Kamunya aja mata'ne sliwer!"
"Parkir dimana?"
"Disana!" Adi menunjuk, tak terlalu jauh dari tempat berteduh, tapi tetap basah jika tidak memakai payung.
"Payung-Ku?"
"Stok di mobilku cuma satu, bareng aja!"
Setelahnya Adi membuka payung lipat miliknya, membawa Giana mendekat. Ia merangkul tubuh Giana yang tentu lebih kecil daripada tubuhnya yang mulai rajin Gym 3 bulan terakhir, Giana tahu, bahu Adi kian bidang tiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Langkah Dari Rumah | MarkSelle ver [END]
Fiksi PenggemarIni adalah seri [Mark-Giselle Ver] "Nikah Yuk!" Ini perihal Mahadi yang mengajak Giana menikah. "Mas, Mas. Kamu ngajak perempuan nikah udah kayak ngajak ke warung depan gang," Bunda Mahadi sendiri keheranan dengan tingkah anak sulungnya. Yang menjad...