pagi ini, miliaran tetes hujan yang disertai gemuruh dan kilatnya mengguyur habis daratan bumi. sang bumantara menggelap kelabu, kapas halus perhiasannya berganti menjadi gumpalan kapas hitam tebal yang menyeramkan.
oleh karenanya, sang baskara tak bisa menjalankan tugasnya. begitu pula dengan sang fajar, presensinya tiada untuk menyambut aruna yang disangka cerah ceria.
meninggalkan bagian hujan──dari sekian luasnya pijak buana, terdapat satu rumah minimalis yang berdiri kokoh di atasnya. rumah berwarna putih tulang, dengan beberapa tumbuhan bunga yang menghiasi pekarangannya.
rumah itu, adalah tempat bernaung dan berpulang bagi tiga insan muda. Jaya, Saga, dan Khara. mereka tinggal dan menetap di dalamnya.
telah berjalan selama 3 tahun mereka tinggal bersama. dan dalam waktu itu Jaya, Saga, dan Khara bak punya ikatan darah. ketiganya terlampau dekat bagai anak kembar, berbagai hal tentang masing-masing sudah diketahui oleh satu sama lain walau masih ada beberapa hal yang disembunyikan.
saat ini, ketiga pemuda itu tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.
sejak jarum jam menunjukkan pukul 6 pagi, setelah ketiganya sempat berkumpul di ruang keluarga sebelumnya, kini mereka tak ditemukan bersama lagi. mereka berpisah dan melakukan kegiatan sendiri-sendiri.
ditemani jatuhnya air hujan juga gemuruh yang sesekali menyapa, Jaya berkutat sendirian di dapur. tangan kanannya telaten mengaduk-aduk sup telur jagung yang akan menjadi menu sarapan pagi kali ini.
menjadi satu-satunya orang yang cukup paham dalam urusan dapur, maka Jaya-lah yang bertanggungjawab atas kebutuhan nutrisi harian mereka.
ia dikaruniai sepasang tangan yang lihai dalam meracik bahan makanan, pun sigap dan telaten dalam segala hal. sungguh karunia yang terberkati.
─────⋅☾ ☽⋅─────
menata peralatan makan dan menghidangkan panci berisi sup telur jagung yang masih mengepulkan asap di atas meja makan, Jaya telah rampung menyiapkan sarapan untuk penghuni rumah.
bertepuk tangan singkat, Jaya tersenyum puas atas hasil kerjanya. sup telur jagungnya tampak menggugah selera, siapapun yang melihatnya pasti berkeinginan untuk mencicipi.
"saatnya memanggil Gara dan Khara." monolognya beranjak pergi dari dapur.
memeriksa tiap ruangan di rumahnya, nihil tak Jaya temui presensi Saga dan Khara. lantas keningnya mengernyit samar, bingung dengan keberadaan dua saudaranya.
"mereka di mana? tidak mungkin pergi meninggalkanku, kan?" gumamnya gelisah.
pada detik berikutnya, Jaya tersentak. alunan biola peninggalan sang bunda samar-samar menyapa rungunya, mendayu sebuah instrumen yang cukup familiar baginya.
maka dengan langkah tergesa Jaya menuju lorong tersudut di rumahnya, mendatangi satu ruangan yang memang belum terjamah olehnya.
nafasnya memburu tipis, akhirnya Jaya sampai di lorong tersebut dan mendapati eksistensi Saga yang berpijak diam pada jarak yang tidak begitu jauh, namun juga tidak dekat dari ruangan. ia menyaksikan sebuah pertunjukan yang ada di depan matanya dengan tenang.
berlari kecil menghampiri Saga, alunan biola yang mendayu instrumen familiar itu semakin terdengar jelas di rungu Jaya.
"Ga─"
belum sempurna Jaya memanggil namanya, Saga lebih dulu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. isyarat meminta bungkam.
ditariknya pelan lengan Jaya, Saga menuntunnya untuk mendekat. sebenarnya pemuda pucat itu sudah tahu sejak awal kehadiran Jaya, bahkan saat pemilik netra elang itu berdiri di penghujung lorong ia telah merasakan keberadaannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/340434107-288-k368559.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
arunika bercerita.
FanfictionSecuil kisah dari tiga manusia asing yang menjadi keluarga. © 2023