angkasa, samudra, dan gemintang

316 31 21
                                    

bentangan luas cakrawala dengan hiasan kapas putih tebalnya perlahan menguning. sebentar lagi jingga akan menjemput senjanya, dan sandyakala mengambil peran.

di tepian bibir pantai, Jaya, Saga, dan Khara berkejar-kejaran dengan riangnya. tanpa alas kaki, langkah acak mereka mencipta bekas jejakan di atas hamparan lembut pasir putih. dan dalam hitungan sekon berikutnya, bekas jejak kaki itu menghilang usai diterjang ombak.

tawa yang hangat beradu gembira, mengalun keras memecah keheningan pantai di ujung senja.

puas menghabiskan waktu dengan berkejar-kejaran, lantas ketiganya memutuskan untuk berhenti dan beristirahat sejenak.

tidak peduli kotor, mereka langsung merebahkan diri di atas hamparan pasir. dengan nafas yang tersengal──akibat sisa lelah berlarian, mereka pandangi rona jingga milik cakrawala. berhiaskan gumpalan awan tebal nan bertumpuk-tumpuk, indahnya tak terdefinisi.

sebegitu khusuknya memandangi sang kaki langit, tanpa sadar mereka telah menciptakan hening yang bungkam.

adanya presensi mereka di pantai, adalah satu dari sekian banyaknya rencana yang baru terealisasikan. setelah banyaknya perdebatan wacana dan persiapan, akhirnya mereka bisa merasakan serunya berkemah di area pesisir pantai. segala keperluan dan kebutuhan mereka persiapkan sedemikian rupa. dengan banyaknya uang peninggalan orang tua Jaya, mereka adakan sarana dan prasarana kemah yang lengkap. singkatnya, berkemah mewah.

menit demi menit telah berlalu, namun Jaya, Saga, dan Khara masih betah mendiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. tak ayal, ketiganya ringan hati mempersilahkan suara deburan ombak dan deru angin yang menerjang dedaunan pinus untuk mengisi keheningan.

senja telah sempurna, dan sandyakala melaksanakan tugasnya. koloni walet pulang ke sarangnya, pun bagaskara kembali ke peraduannya. jingga perlahan terbenam, digantikan oleh jelaga yang mulai terbit.

panorama langit dan buana meredup, sang jelaga menyingsing gulita.

Jaya bangkit dari posisi terlentangnya, merubahnya menjadi duduk bersila. menatap Saga dan Khara yang terpana menyaksikan aram, ia temukan binar kagum yang terpancar dari netra keduanya.

tersenyum samar, Jaya merasa gemas dengan tingkah dua saudaranya yang asyik mengagumi  fenomena aram. lantas ia menengadahkan kepalanya, ikut menyaksikan gradasi langit yang bertransisi dari jingga menjadi gulita.

aram berakhir, cakrawala telah gulita sepenuhnya. sang jelaga terbit bersama chandra, membawa kilau putih kelabu sebagai penerang malam.

indah. terlampau indah.

"semesta memang luar biasa, ia miliki banyak sisi yang indah dan menenangkan. seumur hidupku, ini adalah kali pertama aku menyaksikan tahapan senja berganti menjadi malam, karena biasanya aku hanya merasakan siluet jingga yang berubah gelap. sungguh indah, aku ingin menyaksikannya lagi di hari esok dan seterusnya." Saga bersuara, memecah keheningan di antara mereka.

tindakannya itu mengundang atensi dari dua insan lainnya. mendengar ucapan Saga yang demikian, Jaya dan Khara mengangguk kecil, menjustifikasinya.

"kau benar, Saga... tahapan senja menuju malam memang indah. tapi kau juga harus tahu, tahapan fajar menuju pagi tak kalah indah!" balas Khara menggebu, sampai-sampai posisi terlentangnya berubah menjadi terduduk. tak ketinggalan, iris cokelat cemerlangnya berbinar menggemaskan.

arunika bercerita.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang