BAB 6 : Menerima Kenyataan

263 8 3
                                    

Kriiinggg...

Bel istirahat sudah berdering. Aku langsung menarik tangan Avika yang masih menulis catatan biologi yang Mr. Andreas berikan.

"Aku belum selesai nulis Riana" ucapnya sambil menatap sinis ke arahku.

"Heh kamu ini, kasihan perutmu, pasti sudah keroncongan, ayolahh Vik, sebelum kantin rame" ucapku, lalu melotot ke arahnya. Avika langsung menutup bukunya dan meninggalkan catatannya.
"Let's go Rin" ucapnya bersemangat.

Kantin belum terlalu ramai, syukurlah, batinku. Avika langsung menunjuk meja yang kosong yang terdapat di paling pojok kantin, kami sepakat untuk duduk disana. Avika memesan kebab dan aku memesan siomay mang Husein. Setelah pesanan diantar ke meja kami, kami benar benar lahap memakannya.

Albert menghampiri ke meja kami, ia langsung mengambil tissue dan mengelapkannya ke mulutku.

"Dasar cemong" ucapnya sambil mencolek dagu ku.

"Genitt jiji" jawabku.

"Hmmm... Pulang sekolah mau latihan basket sama Ronald lagi atau sama aku nih?"

"Sama Ronald aja kali ya, soalnya lebih menantang, dia kan jago, kamu kan gak ada apa apanya dibanding dia, kamu sama dia juga kalo tournament pasti menangan dia" aku terus nyerocos, tangan Albert langsung mendekap mulutku.

"Yaampun, iyalah, aku kan kiper, dia bisa gak jadi kiper kayak aku gitu? Enggak kan?, aku juga bakalan jago kalo aku diajarin basket sama kamu, makanya ajarin aku dulu dong" ucapnya sambil menaikkan kedua alisnya.

"Okesiap, tapi kalo diajarin gabisa bisa yaa aku ogah" ucapku lalu melahap siomay"

"Oke, eh Rin kapan kapan tanding lah aku sama Ronald"

"Hah? Yakin tu?"

"Yakinlah aku demi kamu masa gak yakin" wajah Albert mulai meledek dan gak banget sambil menatapku.

"Okeoke biasa aja plis" lalu kami tenggelam dalam tawa.

***

Aku sedari tadi men- dribble bola basket andalanku, tetapi aku tidak melihat kedatangan Albert, kemana dia?, dia tidak mungkin kan membatalkan latihannya tanpa izinku, kalau benar begitu, dia berarti tidak punya rasa tanggung jawab sama sekali, pikirku. Tubuhku lemas tak bertenaga.

Tidak lama kemudian dia muncul tepat di hadapannku, di depan wajahku, tiba tiba ia menyium keningku. Hah, aku sontak menatapnya.

"Albert parah wah parah" aku mengejar Albert sambil mengambil ancang ancang untuk menonjok wajahnya.

"Riana lebay banget sih cuma gitu doang" ucapnya menghentikanku.

"Itu tadi gak bisa dibilang "cuma" dan "lebay" , ah kamu parah nih"

"For the first time Rin, aku janji deh bakal bilang bilang dulu kalo mau--" ucapannya terhenti. "Ayo latihan" ucapku.

Aku lebih santai jika berlatih dengan Albert dibandingkan dengan Ronald, kadang kami juga tertawa cekikikan ketika bola yang dilemparkan Albert tidak pernah masuk ke dalam ring. Banyak cara curang yang dilakukan Albert selama berlatih, seperti hal nya sengaja memasukkan bola dengan jarak yang dekat. Hei kalo gitu itu aku juga bisa, gerutuku.

Berkali kali Albert menggendongku, karena kami ingin mencetak rekor memasukkan bola ke dalam ring dengan jarak jauh, supaya kami dapat mencetak rekor, Albert membantu menggendongku agar bola masuk tepat pada ring.
Yeeeaayyy.... Aku dan Albert teriak histeris ketika kami berhasil mencetak rekor, kami pun melanjutkannya kembali sambil tertawa bahagia.

Female Basketball PlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang