BAB 7 : Penuh Rahasia

71 1 1
                                    

Akirnya aku bahagia dapat memakai topi kuningku kembali. Papa juga bahagia melihatku sudah kembali tersenyum karna sudah memakai kembali topi kesayanganku.

Papa memelukku erat.
"Akhirnyaa anak papa bisa tersenyum kembali" ucap papa riang. Aku hanya mengangguk sambil menimpalkan senyum ke arah papa.

***

"Lo dicariin tadi sama Ronald" ucap Avika ketika aku baru memasukki ruang kelas.

"Ronald? Apa apa? Bukannya tournament udah kelar? Ada perlu apa lagi sih"

"Entah.. Katanya nanti lo disuruh nemuin dia di ruang basket waktu jam istirahat"

"Oke deh"

*istirahat*

Aku mengendap ngendap pergi ke ruang basket, memastikan Albert tidak melihatku menemui Ronald, kalau dia tahu dia pasti marah besar.

Aku memasuki ruang basket dan menanyakan apa yang terjadi kepada Ronald, namun katanya tidak ada yang terjadi, lalu mengapa dia memanggilku kesini?.

disini hanya ada kami berdua, aku dan Ronald, janggal rasanya.

Aku duduk tepat di depannya, ia menatap agak lama mataku dan tatapannya dalam sekali, aku tidak mengerti apa arti tatapan ini.

"Gue tau lo cuma partner basket gue" ia angkat bicara. Aku mengangguk.

"Entah ketika gue reflek nangkep lo waktu kita latihan basket kemarin, tiba tiba rasa itu muncul" sambungnya. Aku terdiam mendengar perkataannya.

"Gue tau lo gak ada hubungan apapun sama Albert, gue tau dia cuma temen deket lo yang selalu modusin lo, gue jujur nyimpen rasa sama lo. Lo mau jadi pacar gue gak Rin?".

What ini tiba tiba banget, batinku.

Aku terpaku beberapa saat, sesaat pipiku berubah merona. Setelah itu rahangku mengeras, tidak dapat bicara, aku bingung apa yang harus aku katakan. Aku menelan ludah dan mulai angkat bicara.

"Maaf Ron. Gue bukannya gue, gu..gue gak sayang sama lo" aku terdiam.

"Tapi gue lebih sayang sama Albert, gue dan Albert saling sayang Ron" sambungku terbata bata sambil menunduk tidak sanggup menatap Ronald. Ronald mengangkat daguku.

"Tatap mata gue untuk yang terakhir kalinya, peluk gue untuk yang terakhir kalinya" ucapnya penuh harap, akupun mengabulkan permintaannya.

Terasa ia sangat memelukku erat seakan tidak ingin melepaskanku, kami juga saling tatap, tatapannya jauh lebih dalam dari tatapan Albert, dia sepertinya benar benar tidak ingin kehilangan aku.

Aku kembali mengendap endap ketika kembali ke kelas, mungkin saat ini pipiku merona karena baru saja Ronald memelukku erat. Nyaman rasanya berada dalam pelukkan Ronald, akupun rasanya juga tidak ingin melepasnya, namun Albert datang ke kehidupanku lebih awal dari Ronald, dan hatiku memilih Albert dari awal, saat ini aku bingung, namun aku sudah terlanjur menolak Ronald, mana mungkin aku berharap kembali padanya.

Hanya Albert saat ini, Albert jangan bagi hatimu pada siapa siapa ya. Kali ini aku telah kehilangan Ronald, dan selanjutnya aku tidak ingin kehilangan Albert.

Aku bersandar pada dinding kantin, dengan suasana hati yang masih kacau, yang masih dag dig dug akibat ulah Ronald, tiba tiba seseorang menutup mataku.
"Weeeeeeyyy siapa nih?"

"Tebak dong"

"Yaelah Albert, bikin jantungan"

"Weh? Kok kamu ngos ngosan gitusih? Kayak abis dikejar ayam" ucap Albert sambil melepaskan tangannya dari mataku, lalu ia menatap mataku dalam, tubuhku masih belum bisa dikontrol dan seperti tidak ingin membalas tatapannya.

Female Basketball PlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang