42 | Baba

4.1K 591 236
                                    

Author's note (1): 3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author's note (1): 3.9k words loh anjirrrrrr. Kalau nggak vote dan komen, aku ngambek!!! 


***


Jujur. Kepalaku penuh. Aku nggak bisa nggak kepikiran dengan apa yang dituduhkan teman-temanku terhadap Ali. Aku nggak percaya. Nggak mungkin Ali setega itu sama aku. Apa salahku?

"Ali, tuh ... terlalu baik jadi orang. Kalau dia bisa jadi jahat ... berarti orang yang dijahatin itu emang udah jahat banget."

Aku teringat ucapan Abil. Seseorang yang sudah lama mengenal Ali. Menurutnya, Ali adalah orang baik. Dia tidak akan jahat kepada seseorang kecuali orang itu menjahatinya duluan, dan aku yakin ... aku nggak punya salah apa-apa sama Ali sampai Ali bisa setega itu padaku.

Ya, kan?

Aku percaya Ali. Foto-foto itu tidak membuktikan apapun. Teman-temanku saja yang terlalu drama. Overthinking. Berprasangka buruk.

Pulang dari rumah Icha, aku berusaha mengalihkan pikiranku dengan menghabiskan waktu berjam-jam di mal sekalian mencari rok untuk ngantor. Terlebih lagi, Ali belum ada kabar hingga kini. Padahal seharusnya ia sudah mendarat sejak tadi.

Sudahlah. Aku harus percaya sama Ali. Aku tidak boleh berpikir yang aneh-aneh. Aku tidak boleh jadi pacar toxic yang curigaan.

Setelah mendapatkan rok yang kucari, aku memilih supermarket sebagai tempat mengalihkan pikiranku berikutnya. Langkahku menyusuri lorong-lorong panjangnya, mengambil ini dan itu hanya karena lapar mata serta mencari-cari granola favoritku yang baru saja habis di rumah.

Saat menemukan nama lorong yang tergantung di atas, aku mempercepat langkahku dan berbelok ke lorong yang berisikan sereal. Namun langkahku terhenti saat aku menemukan orang yang kukenal beberapa langkah dari tempatku berdiri.

"Ini aja, ya?"

"Nggak mau. Nggak enak. Enek mama."

"Enak. Nanti, kan, pake Oatmilk."

"Apa itu Oatmilk? Mama, kan, nggak boleh banyak-banyak minum susu."

"Bukan susu, kok, Oatmilk, tuh."

"Lah, namanya aja milk. Mama lemot-lemot gini tahu kali, Ba, kalau milk itu artinya susu."

Tanpa sadar, senyumku tersungging. Aku langsung pura-pura fokus membaca informasi nilai gizi di kotak-kotak sereal di hadapanku sambil terus nguping.

"Iya, tapi dia bukan susu kayak susu-susu kebanyakan gitu, ma. Dia, tuh, gandum digiling terus dikasih air gitu. Dia nggak ada laktosanya, nggak ada protein atau lemak hewaninya. Bukan dari susu sapi gitu soalnya." Cerocos Ibra udah kayak marketing oat milk.

"Hah? Gandum? Aduh, aduh! Terserah, deh. Pokoknya kalau nggak enak, mama nggak mau makan."

"Iyaaa. Yuk." Ibra menyentuh punggung sang mama dan mengajak mamanya beranjak.

Lemons✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang