Awal

142 12 0
                                    

Elzie duduk di atas rerumputan. Dirinya lelah setelah memutari sebuah pedesaan kecil yang anehnya ada bau terbakar sejak ia datang.

Elzie hanya seorang diri di sini, tanpa ditemani Harsel sebab anak itu harus menjemput Mahen dari rumah sakit.

Pikir Elzie, ia tak apa sendirian dan Mahen pun akan aman jika berada di dekat kakaknya. Jadi tidak perlu khawatir.

Lama melamun, sampai Elzie mendengar suara seseorang yang terdengar seperti sedang memanggil kucing.

Ia akhirnya merasa ada kehidupan di sini. Sebab sedari awal Elzie datang, ia tak nampak seorang pun penghuni desa.

Suara nya berasal dari dalam gubuk tua dan ada 3 ekor kucing langsung menghampiri gubuk itu. Meski sedikit ragu, Elzie tetap mendatangi bangunan tua tersebut.

Semakin dekat, Elzie dapat melihat ketiga kucing yang sedang makan daging ayam dengan lahap. Siapa yang memberinya? Elzie tidak melihat siapa siapa di dalam gubuk.

Elzie memilih untuk keluar, tapi bukannya pintu yang ia lihat, justru cowok berkaos oblong putih berwajah kotor yang dirinya lihat.

Elzie menutup matanya. Takut sekaligus terkejut. Suara melengking nya sempat terdengar beberapa detik yang lalu.

"Loh, Zie?!"

Suara itu amat Elzie kenali. Perlahan Elzie membuka sela sela jari tangannya, menatap wajah penuh lumpur yang mau dilihat dari sisi manapun tetap menakutkan bagi Elzie.

Tapi cowok yang pakaiannya terlihat sangat santai itu maju memperhatikan Elzie, memastikan bahwa orang di hadapannya adalah temannya.

"Arel? Lo Arel?" Tanya Elzie. Ia takut kalau makhluk itu ternyata bukan manusia, seperti yang ada di film film.

"Iya ini gue! Lo ngapain di sini Zie?"

Seketika Elzie bernapas lega. Ia sekarang bisa yakin bahwa orang itu adalah Arel, karena di pergelangan tangannya terdapat gambar bulan sabit.

"Gue kira apaan! Muka lo tuh kenapa penuh lumpur? Nakutin orang tau gak? Entar kalau muka lo jadi rusak gimana?"

Arel mengernyit kan dahi, kenapa dirinya jadi diomelin begini?

"Jawab dulu pertanyaan gue. Ngapain lo di sini, Zie? Jauh amat mainnya sampai ke desa." Ujar Arel seraya berjongkok, melihat kucing kucing peliharaannya.

"Nyariin lo lah." Jawab Elzie.

"Ngapain gue dicari?"

Elzie menghela napas. "Salah lo kenapa gak bales chat sama telpon gue? Dibaca aja enggak. Terus itu, Yesa sama anak anak yang lain pada nyariin lo."

Arel menoleh, sedikit menampakkan wajah bingung. "Yesa? Lo ketemu sama dia?"

"Iya, waktu ke tempat wahana gue sama Yesa sempet ketemuan. Terus dia minta tolong cariin lo ke sini, dia juga yang ngasih alamatnya. Terus waktu itu gue mau ngasih Yesa balon, tapi dianya gak mau. Katanya buat lo aja. Ambil gih di rumah gue." Jelas Elzie panjang.

Arel tertawa singkat. "Lo masih beli balon Zie? Gak deh makasih, dikira gue anak kecil pake main mainan balon?"

"Ck, sok gede lo! Jadi kapan balik? Minimal pas pulang gue tau sesuatu soal lo bakal balik kapan, jadi gue bisa nunggu."

Arel tampak tengah berpikir. Ia tidak tahu bagaimana menyampaikan nya. "Emm .. paling Minggu depan, gue bareng nenek bakal pindah ke kota. Jadi gue di sini buat bantu bantu nenek dulu."

"Gak lama lama kan?" Arel menggeleng menjawab pertanyaan Elzie.

Suasana menjadi sunyi.

Pendengaran Elzie mendadak mendengar banyak suara sirine. Ia keluar dari gubuk, ingin memastikan jika dirinya tidak salah dengar.

Namun semakin lama, suara sirine semakin keras mendekat ke area rumah rumah pedesaan.

Elzie berbalik badan hendak memberitahu Arel. Tetapi cowok itu sudah tidak ada di sana.

"Arel! Arel, ada pemadam kebakaran!" Teriak Elzie karena dari sudut pandang nya, Elzie tidak menemukan sesosok pun manusia.

Kucing kucing tadi mendadak heboh karena suara riuh sirine. Elzie panik, ia tak tahu apa yang terjadi.

Sekarang Elzie semakin mencium bau terbakar. Ia melihat asap hitam dari luar gubuk.

Ia merasa harus keluar dari sini. Elzie tidak lupa dengan ketiga kucing tersebut, meski sedikit kesusahan, ia yakin jika ketiganya tidak boleh dibiarkan berkeliaran begitu saja.

Saat keluar dari gubuk, Elzie mendapatkan pemandangan bagaikan mimpi buruk.

Di sana tempatnya rumah rumah desa sudah habis terbakar.

Elzie ingin menghampiri tempat itu, tetapi kakinya mendadak lemas mengingat Arel yang kini benar benar hilang dari pandangan nya.

Kemana dia pergi?

Salah satu kucing terus mengeong sangat nyaring, membuat atensi salah satu polisi yang berada di jarak terbilang cukup dekat dengan mereka menoleh.

Polisi tersebut melihat Elzie yang matanya berkaca kaca, tetapi tatapannya kosong dikelilingi anak kucing.

Lantas polisi tersebut segera mendatangi nya. Ingin meminta beberapa penjelasan yang bahkan Elzie sendiri tidak paham apa apa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hey, Zie!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang