Langit biru muda kala itu yang dihiasi oleh awan putih yang terlihat halus, hembusan angin yang terasa lembut diiringi oleh cahaya matahari yang menyinari, serta dirinya yang terlihat mempesona dengan rambutnya yang tergerai di tengah kerumunan siswa siswi lainnya yang baru tiba di sekolah.
Dari kejauhan aku mendengar suara langkah kaki yang berat menghampiri ku, "Sampai kapan kau akan memandanginya terus? Apa kau butuh bantuan seseorang untuk mendekati dia?" Terdengar suara laki-laki yang terdengar familiar berbicara kepadaku.
Lelaki itu adalah Hans, teman sekelasku yang cukup dekat denganku, dia memiliki postur badan yang tidak terlalu kurus, rambut pendek berwarna agak kecoklatan alami, serta mengenakan seragam sekolah yang dikeluarkan.
Aku pun menghela nafas dan berjalan membelakanginya, "Sudahlah, itu tidak mungkin" Ucapku.
Hans pun mengikutiku dan berjalan dibelakangku dan menuju kedalam kelas, sesampainya dikelas aku pun langsung duduk di kursiku.
"Kau jelas-jelas tampak menyukainya, kenapa tidak ada pergerakan sama sekali dari dirimu?" Ucapnya sembari menarik kursinya kehadapanku.
"Aku sudah menyerah sejak mengetahui dirinya lebih dalam".
Perempuan yang kusukai bernama Arunika, dia adalah seseorang dari keluarga kaya dengan kehidupan yang sudah terjamin, tentu karena dirinya yang berparas bagaikan artis itu banyak didekati oleh cowok lain, dan tentu mereka lebih baik daripada diriku. Dibanding dengan dirinya, aku hanyalah seorang anak dari keluarga yang pas-pasan, memang tidak sampai tahap kekurangan, namun dibandingkan dengannya tentu saja seakan ada tembok yang menghalangiku.
"Arunika itu bagaikan sesosok perempuan yang sempurna, kaya, cantik, bersifat baik dan ceria, bahkan aku merasa lebih baik dibandingkan dengan sepupuku dibanding dia" Ujarku sembari memutar-mutar pulpen.
"Bukankah kau terlalu cepat menyerah? Ayolah, penyesalan akan selalu datang diakhir jika kau tidak melakukannya sekarang" sahut Hans yang beranjak dari kursinya.
"Aku mungkin tidak akan ada di kelas setelah ini, aku ada latihan untuk olimpiade nanti", Hans pun pergi keluar kelas dan disaat bersamaan Arunika datang.
Dirinya yang datang dari pintu kelas itu langsung menarik perhatian diriku, seakan mataku memiliki fitur Auto focus. Arunika pun memberikan semua temannya sapaan hangat, dan saat dia melihatku, aku langsung tersentak sesaat saat melihatnya tersenyum kepadaku.
Dalam hati aku langsung mengulangi perkataan yang sama, "Dia hanya menganggapku teman, dia hanya menganggap ku teman".
Tanpa disadari aku telah bertindak salah tingkah dan membuat Arunika tertawa kecil, dan saat kusadari, aku langsung membuang wajah dan berteriak dalam hati, "Apa yang telah kulakukan!!".
Bel pun berbunyi pertanda jam pertama telah dimulai, seorang guru pria yang terlihat tegas masuk kedalam kelas mengenakan pakaian batik dan membawa sebuah penggaris kayu.
"Tunggu, apa sekarang guru seperti ini masih ada?", Begitulah pikirku saat melihatnya masuk, dia adalah guru matematika kami yang memang terkenal galak dan mudah terusik dengan kebisingan di kelas.
Kelas pun dimulai, beberapa kali saat ada kesempatan aku mencuri pandang melihat Arunika yang terlihat menawan saat memperhatikan materi yang sedang diajarkan, jika kalian pikir aku adalah bucin, kalian tepat.
Namun tanpa kusadari guru yang sedang mengajar saat itu tiba-tiba melihat kearah ku dengan tatapan tajam dan sebuah penghapus di tangannya, saat dia sadar apa yang kulakukan dia langsung melemparkan penghapus itu ke arah ku dan tepat mengenai lengan yang ku jadikan sebuah tempat bertumpu untuk pipiku.Seketika semua orang memandangi ku, meski tidak ada suara tawa yang terdengar, namun ekspresi menertawaiku tampak jelas di wajah mereka, namun yang ku sadari hanya Arunika yang terkejut saat melihatku, dalam hati aku berpikir, "kurasa aku lebih baik menghilang".
KAMU SEDANG MEMBACA
Anthem Of Sorrow
Historia CortaSebuah antologi cerpen yang berusaha untuk menceritakan dan mengungkapkan perasaan sang penulis.