Pada malam-malam yang kosong.
Langit-langit gelap tanpa adanya satupun anak bintang.Dinding sedingin es, lantai keras tak beralas.
Sore tadi gelap, berlakon mengabari gumpalan abu yang turun dalam perwujudan air.
Tapi di mana? Hujan itu tak juga turun.
Pun dengan jejak-jejak gerimisnya.Mirip sekali dengan satu sosok ini. Ialah sebaik-baiknya keraguan.
Aku ragu setengah mati atas sifatnya yang sulit ditebak. Dia dingin dan hangat disaat bersamaan.
Serupa semangkuk mi di tengah hari yang basah.Dinginnya masuk akal.
Ramahnya merusak akal.Tak ada kain sutera yang sanggup melebihi lembut dari untaian kata tak bermakna apa-apa darinya. Hanya aku saja yang menganggap itu keajaiban luar biasa.
Juga, tak ada yang lebih pahit dari diam dan menghilangnya dia. Kusebut itu hal tak biasa. Kuganti namanya dengan celaka.
Aku ragu apakah aku masih hanya menyukainya, atau detik-detik saat aku menulis ini dikarenakan, aku lancang mulai mencintainya.
Aku ragu apakah pantas berharap padanya.
Aku ragu atas keraguan-keraguan yang aku sendiri ciptakan atas dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sedikit Kata
PoëzieKata yang bergetar. Dia yang menyala-nyala, dia berapi-api. Menjatuh-lumpuhkan sang logika sehingga ia gentar.