Intro: One Of Mission

302 57 5
                                    

▪︎▪︎▪︎

Satu malam dimana sebuah keluarga berkerumun pada meja bundar dengan ekspresi dan kekuatan emosi yang sama-sama membuntal. Perempuan yang sudah suntuk itu mati-matian membuka matanya hanya untuk melihat Ayahnya memekau sambil membanting jas kantornya.

"Bajingan satu itu! Bisa-bisanya bermain picik denganku! Dia pikir dia siapa, hah?!"

Akibat jas yang dia lempar ke atas meja itu membuat beberapa benda seperti berkas dan pemantik berjatuhan ke bawah. Bukan hanya benda yang berjatuhan, lagi detak jantung para maid yang nyaris lepas saat itu juga.

"Jennie!"

"Hm?" Jennie, perempuan itu mendongak malas. "Apaan sih? Daritadi Ayah marah-marah mulu, Jennie nggak ngerti!"

"Kamu, Ayah pindahkan ke sekolah yang baru!" Yang membuat mata Jennie sontak melotot tak percaya. "Kita pindah ke Jakarta Selatan untuk saat ini. Ayah dan Mommy perlu memantau perusahaan di sana, jika tidak hidup kita bisa hancur!"

Jennie jelas tak mau tahu apa korelasi antara perusahaan, kemarahan, dan kehidupan bisnis keluarganya itu. Yang dia mau, dia hanya ingin berjalan seperti biasanya. Pergi sekolah, pergi main dengan teman-temannya, dan jelasnya berada di sisi pacarnya. Mungkin, kepindahannya memang tidak terlalu jauh. Hanya berbeda letak. Namun, jarak yang timbul ini membuat ia dapat merasakan hawa rindu mencekik.

Bagaimana bila mereka jadi jarang bertemu?

Bagaimana bila mereka menjadi singkat?

Bagaimana bila mereka bermasalah?

Waktu yang biasanya selalu mereka habiskan lebih sering, kini menjadi rentan hanya karena berbedanya sekolah? Really? Tidak, Jennie tidak mau!

"Gak mau!" Jennie bangkit dari kursi. "Pokoknya aku gak mau! Ayah aja sama Mommy sana, aku di sini aja!"

"Di sini aja apa maksud kamu? Sewa kost-kost an atau apartemen? Ayah tidak akan pernah mengizinkan itu!" Ungkap Ayahnya.

"Serah!"

Jennie terus melaju naik ke atas tangga. Dengan gestur tak mau diganggu, dia melipat tangannya di depan dada. Bahkan suara pintu yang dibanting ketika tiba di kamar menggema sampai tembus ke arah pupil kedua orang tuanya hingga mengerjap.

"AYAH AKAN MENGURUS KEPINDAHAN KITA BESOK, JENNIE!!!"

Jennie tak menggubrisnya. Perempuan itu membanting diri di atas kasur dengan dua telinga yang ia sumpal oleh earphone. Tak lupa mengabari rekan-rekan dekatnya di seberang sana bahwa malam ini adalah malam buruk ketika Jennie mendengar pemaksaan hal tersebut.

Gurls, gue dipaksa pindah sekolah anjing. Jennie menekan tanda pesawat setelah mengetikan sebaris bubble chat di grup.

》》》》》▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎《《《《《

Pukul 6 lebih 30 menit yang mana masih malas-malasnya Jennie pergi ke sekolah, dia harus pergi sebab ketimbang menuruti Ayahnya untuk pergi bersama. Sial, pria bangkotan itu benar-benar memaksakan kehendak. Apakah dia tak berpikir bagaimana kebahagiaan anaknya? Apa dia tidak berpikir bahwa kasus belakangan ini sedang marak, anak-anak remaja memutuskan pergi dari rumah karena frustasi akan tingkah kedua orang tuanya. Apa dia tidak berpikir sampai kesana?

Jennie mengusak rambut belakangnya yang masih berantakan pagi ini. Tak sempat menguncir atau mencapitnya oleh jepit, bahkan dua mata Jennie saja masih terlalu rapat untuk terbuka. Well, ini semua karena tadi malam Si curut itu memintanya bertelfon sampai jam 12. Bajingan.

Pukul 6 lebih 30 menit, keadaan sekolah sudah cukup ramai oleh beberapa murid rajin (tidak dengan Jennie, dia datang jam segini karena kabur dari rumah). Para petugas kebersihan yang aktif mengangkut tong sampah, para osis berkeliaran, termasuk murid-murid yang mengobrol ria di luar kelas.

The Clusther | Jenlisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang