▪︎▪︎▪︎
Malamnya, setelah Jennie berkemas diri dan menyelesaikan tugas untuk esok hari, dia meluruhkan tubuhnya ke belakang kursi. Membiarkan buku catatan dan bolpoin berserakan di atas mejanya. Sedangkan ia mencoba untuk merehatkan sejenak dari penat hari ini.
Rasanya, ia terlalu lelah memulai hari dan menyesuaikan diri di sekolah baru. Butuh beberapa waktu untuk dia meyakinkan diri bahwa ia bergabung di sana. Sedangkan Jennie tahu, sejumlah siswi mungkin ada yang dengki atau iri dengan kedatangannya. Tak jarang sedari hari-hari lalu ia menemukan mata mereka mendelik sinis.
Atau keberadaan tahta dua kubu yang mulai Jennie kenali siapa saja. Rekan-rekan Lisa, dengan Veltiz yang tadi Jisoo ceritakan. Namun, Jennie masih tak terlalu perduli dengan mereka. Yang tengah Jennie pikirkan hanya bagaimana rencana ini berputar dalam kepalanya.
Bagaimana bisa ia betah mendekati manusia batu seperti Lisa?
Bagaimana bisa dia begitu sulit untuk ditembus?
Padahal seharusnya dalam satu minggu ini Jennie bisa menangkapnya, tapi nyaris sedari hari senin--dan sekarang di malam jumat, Jennie masih tidak memiliki langkah-langkah yang benar.
Bukan apa-apa, Jennie enggan bertele-tele. Apalagi modelan Lisa seperti itu, sepertinya emosi mereka akan meledak jika disatukan bersama.
"Dalam satu semester ini, sampai tahun berganti, Mommy ingin kau segera mengetahui siapa dia sampai kau bisa membujuknya. Apapun caranya, beritahu Mommy apa yang kau dapatkan data-data perusahaan itu."
"Udah sinting kali ya gue harus masuk sampai kesana. Dikira gue ngerti yang begituan? Gimana caranya gue bisa ngobrol sampai kesana kalau kenyataannya gue ngobrol semenit aja nggak kuat sama dia?!" Jennie mendumel sendiri.
Jennie merinding sekali membayangkannya. Kemudian dia memutuskan untuk beranjak dan menyambar ponselnya. Masih berharap bahwa pesan itu terbalas dengan baik. Tapi nyatanya, lebih parah dari dugaan ia sebelumnya. Ternyata pesan itu berubah di centang biru dua. Bajingan macam apa ini?
Tak lama kemudian disusul suara ketukan pintu. "Non, ada pacarnya itu di bawah."
Jennie langsung terperanjat mendengarnya. Dia praktis bangkit dan membuka pintu tanpa menghiraukan wajah pembantunya yang terkesiap dengan tindakannya yang tiba-tiba berlari seperti kilat.
Di ruang tengah kelihatan kosong. Sedari sore katanya Mommy sedang mengurus pertemuan dengan para designer. Sementara Ayah jangan ditanya. Dipastikan pria itu punya ambisi kuat untuk memperbaiki keadaan bisnisnya yang tengah diserang banyak rumor dan wartawan.
Di depan pintu, Jennie sudah bisa melihat lelaki tampan tengah tersenyum yang membuat amarahnya berserakan luluh ke bawah. Namun, untuk memeluknya Jennie masih gengsi, sehingga ia lebih memilih memukuli dadanya.
"Brengsek lo! Udah ngilang beberapa hari sekarang baru datang hari ini? Lo kemana, hah?!" Cerca Jennie dengan mulut cemberut.
Sedangkan dianya hanya cengar-cengir seperti brengsek pada umumnya. "Yang, maaf dong! Aku bener-bener sibuk kemarin---"
"SIBUK APAAN SIH? NUGAS? NUGAS APAAN YANG SAMPE NGGAK BISA NGABARIN PACARNYA BEBERAPA DETIK DOANG? LO NGAPAIN, HAH?!"
"Demi Tuhan, Jen. Aku kemarin nggak ngapa-ngapain, aku cuma---" tenggorokannya tiba-tiba tercekat untuk mengatakan lebih lanjut hanya karena ditatap tajam oleh mata kucing Jennie.
"Lo berantem?" Jennie memicingkan matanya.
"Ngg--nggak---"
"Gausah bohong. Bibir lo sobek. Apalagi kalau bukan karena pukulan?" Jennie menyentuh sudut mulut Taehyung yang merah sobek, membuat empunya menahan ringisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Clusther | Jenlisa✔
Fanfic(E-BOOK ONLY) Sebelumnya, Lisa pernah punya motto bahwa kehidupan remajanya hanya tentang tawa dengan rekan-rekan hingga kemudian kedatangan murid baru itu membuat segalanya berantakan tak terkendali. Di antara The Clusther, Black Teeth, dan Veltiz...